Hukum Orang Shalat namun Sedang Junub

 
Hukum Orang Shalat namun Sedang Junub
Sumber Gambar: Foto Chanphoto/Unspalsh

Laduni.ID, Jakarta - Manusia adalah makhluk yang tidak pernah luput dari lupa dan khilaf, hal ini sering terjadi termasuk dalam beribadah seperti shalat. Seperti yang sudah dibahas dalam bab-bab yang lain, bahwa shalat memiliki aturan yang sudah diatur dalam syariat Islam yang termuat dalam syarat dan rukunya. Salah satu syarat sahnya shalat yaitu bersih dari hadas kecil dan hadas besar.

Bagaimana hukumnya shalat orang yang sedang dalam kondisi memiliki hadas besar (junub)? sah atau tidak? wajib qadaha atau tidak?

Ada sebuah riwayat yang menceritakan tentang hal ini ketika seorang sahabat Nabi yaitu Amr bin Ash melakukan ijtihad bertayamum sebagai pengganti mandi junub karena kedinginan setelah beliau bermimpi basah lalu melakukan shalat dengan para sahabat. Kisah ini terdapat dalam riwayat Imam Bukhori dan Sunan Abi Dawud.

Baca Juga: Penjelasan Kewajiban Mengganti (Qadha) Shalat Wajib

Dalam Kitab Sahih Bukhari riwayat ini disebutkan setelah hadits yang bernomor 344, dengan bab "Idza khafa al-junubu 'ala nafsihil maradha awil mawta aw khafal athasya tayammama," (Jika seorang junub khawatir sakit, mati kepada dirinya, atau khawatir kehausan, maka ia bertayamum). Sedangkan dalam Kitab Sunan Abi Dawud, pada bab "Idza khafal junubu al-barda, atayammama?" (Ketika seorang Junub khawatir kedinginan apakah ia bertayamum?), juz I, hadits bernomor 334, kisahnya sebagai berikut:

"Saya bermimpi basah pada sautu malam yang sangat dingin dalam perang Dzat as-Salasil. Jika saya mandi maka saya khawatir akan mati, sehingga saya bertayammum. Kemudian saya shalat Shubuh dengan para sahabatku. Mereka kemudian melaporkan hal itu kepada Rasulullah Muhammad. Beliau kemudian bertanya"

يَا عَمْرُو صَلَّيْتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ

"Wahai 'Amr, engkau shalat dengan para sahabatmu sedangkan engkau dalam keadaan junub?"

Amr bin 'Ash berkata, "Maka saya ceritakan kepada beliau sebab yang menghalangiku untuk mandi besar. Kemudian saya katakan, 'Saya mendengar Allah berfirman',"

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمً

"Janganlah kalian membunuh diri kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian"

Merespon itu, Rasulullah tertawa dan tidak berkata apapun. Dalam riwayat Imam Bukhari, respons Rasulullah terwakili dengan redaksi فلم يُعَنِّف (maka Rasulullah tidak mencela).

Ibnu Hajar Al-Asqolany menyikapi hadits tersebut sebagai sebuah ijtihad pada masa ketika Rasulullah Saw masih hidup. Hadits tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah membiarkan, menetapkan, dan membenarkan ijtihad yang dilakukan oleh ‘Amr ibn ‘Ash. Andai 'Amr bin Ash berbuat salah, tentu Rasulullah akan menegurnya. tapi justru Rasulullah tidak mencela, bahkan merespons dengan tertawa. Ibnu Hajar Al-Asqalany menyatakan:

فكَانَ ذلِك تقْريرا دالّا على الجواز

"Yang demikian itu adalah bentuk penetapan Rasulullah Muhammad yang menunjukkan kebolehan (tayamum bagi orang khawatir dengan penggunaan air yang bisa membinasakan)"

Riwayat di atas berlaku jika kondisi yang terjadi adalah ketika kita sedang junub kita tidak mandi melainkan kita bertayamum dengan alasan ketakutan tidak terjaganya jiwa (seperti takut kedinginan lalu sakit atau meninggal) kemudian melaksanakan shalat, maka shalatnya sah.

Baca Juga: Hukum Melaksanakan Shalat di Jalan Raya

Jika kita shalatnya dengan tayamum di tempat-tempat yang diperbolehkan tayamum, maka tidak wajib qadha. Tetapi kalau shalatnya dengan wudhu atau di tempat yang tidak diperbolehkan tayamum, maka wajib qadha.

Hal tersebut dijelaskan dalam Kitab Hasyiyah Al-Bajuri ‘ala Fath Al-Qarib sebagai berikut:

أَلَيْسَ عَجِيْبًا أَنَّ شَخْصًا مُسَافِرًا *  إِلَى غَيْرِ عِصْيَانٍ تُبَاحُ لَهُ الرُّخَصُ
 إِذَا مَا تَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ أَعَادَهَا *  وَلَيْسَ مُعِيْدًا لِلَّتِيْ بِالتُّرَابِ خُصَّ
 :وَأَجَابَ بَعْضُهُمْ
لَقَدْ كَانَ هَذَا لِلْجِنَابَةِ نَاسِيًا *  وَصَلَّى مِرَارًا بِالْوُضُوْءِ أَتَى بِنَصٍّ
 قَضَاءُ الَّتِي فِيهَا تَوَضَّأَ وَاجِبٌ *  وَلَيْسَ مُعِيدًا لِلَّتِي بِالتُّرَابِ خُصَّ
كَذَاكَ مِرَارًا بِالتَّيَمُّمِ يَا فَتَى *  عَلَيْكَ بِكُتُبِ الْعِلْمِ يآ خَيْرَ مَنْ فَحَص
لِأَنَّ مَقَامَ الْغُسْلِ قَامَ تَيَمُّمٌ *  خِلاَفُ وُضُوْءَ هَاكَ فَرْقًا بِهِ تُخَصُّ

Bukankah aneh, ada seseorang bepergian bukan bertujuan maksiat yang boleh melakukan rukhshah
ketika ia wudhu untuk shalat, maka ia harus mengulangi shalatnya kembali, dan ia tidak perlu mengulang shalat kembali ketika tayamum dengan debu saja?

Sebagian ulama menjawab:
Hukum ini adalah untuk orang junub yang lupa, lalu shalat berkali-kali dengan berwudhu, maka sangat jelas,
bahwa mengadha shalat yang bersucinya dengan wudhu itu wajib dan ia tidak perlu mengulang shalat kembali ketika tayamum dengan debu saja.
Begitulah ia tayamum berulangkali wahai pemuda. Bacalah buku-buku ilmu pengetahuan wahai orang yang terbaik penelitiannya.
Karena kewajiban mandi (junub) bisa digantikan tayamum, berbeda dengan wudhu dalam kasus tersebut, karena adanya pembeda tertentu (antara keduanya) sehingga kasus junub tersebut mempunyai hukum khusus.

Namun jika dalam kondisi normal dan baik-baik saja, jika kita dalam keadaan junub maka diwajibkan kita melaksanakan mandi besar terlebih dahulu kemudian melaksanakan shalat. Jika benar kita lupa kalau kita sedang junub, kemudian berwudhu dan shalat, maka sebagai bentuk menjaga amal shalat kita alangkah baiknya kita mengqadha shalat tersebut.

Wallahu A'lam


Referensi:
1. Disarikan dari tulisan Ustadz Yusuf Suharto yang dimuat di NU Online
2.
Kitab Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam No. 163