Para Abdal (5): Khabar-Khabar dari Kanjeng Nabi Muhammad

 
Para Abdal (5): Khabar-Khabar dari Kanjeng Nabi Muhammad

Oleh: Nur Kholik Ridwan

Anggota PP RMINU

Imam Jalaluddin as-Suyuthi di dalam kitab Jâmi`ul Ahâdîts mengetengahkan hadits mursal lewat jalan Imam al-Hasan, begini:

“Apabila hamba-Ku biasa menyibukkan dengan-Ku, Aku menjadikannya, dia memiliki himmah dan kenikmatan di dalam mengingat-Ku, dan apabila Aku jadikan himmah dan nikmat dalam mengingat-Ku, dia merindukan-Ku, dan Aku rindu kepadanya, dan aku menyingkap hijab yang menutup antara Aku dan dia. Orang itu tidak lupa dengan-Ku, dan padahal manusia lupa kepada-Ku. Mereka itu perkataan-perkataannya, sebagaimana perkataan-perkataan para Nabi, dan mereka itu adalah para “Abdal haqqon”. Mereka ini, yang apabila aku menginginkan kepada penduduk bumi sebuah hukuman atau adzab, Aku mengingat mereka (karena doa-doa mereka), maka tertolaklah hal itu dengan sebab adanya mereka di antara penduduk bumi” (Imam Jalaluddin as-Suyuthi di dalam kitab Jâmi`ul Ahâdîts: al-Jâmi`ush Shoghîr waz Zawâ’iduhu wal Jâmi`il Kabîr, Beirut: Darul Fikr, 1994, jilid IX: 331, hadits No. 28767).

Ibnu `Abidin dalam kitab Ijâbatul Ghouts mengetengahkan hadits dari Ibnu Mas`ud, Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya, Alloh memiliki 300 di dalam makhluknya, yang mereka hatinya sebagaimana Nabi Adam; dan Alloh memiliki 40 di dalam makhluknya, sebagaimana hatinya Nabi Musa, dan Alloh memiliki 7 orang di dalam makhluk-Nya seperti Hati Nabi Ibrahim; dan Alloh memiliki 5 di dalam makhluknya yang hati mereka seperti hati Jibril; Alloh memiliki 3 di dalam makhluknya yang hati mereka seperti hati Mikail; Alloh memiliki 1 di dalam makhluknya yang hati mereka seperti hati Israfil. Maka apabila wafat 1 maka Alloh mengganti posisinya dari yang 3; apabila wafat dari yang 3 maka Alloh mengganti posisinya dari yang 5; dan apabila wafat dari yang 5 maka Alloh mengganti posisinya dari yang 7; dan apabila wafat dari yang 7 maka Alloh mengganti posisinya dari yang 40; dan apabila wafat dari yang 40 maka Alloh mengganti posisinya dari yang 300; dan apabila wafat dari yang 300 maka Alloh mengganti posisinya dari `Ammah. Dan dengan sebab mereka itulah Allah menghidupkan mematikan dan menumbuhkan bala’/bencana” (Ijâbatul Ghouts: Bayânu Hâlin Nuqobâ’ wan Nujabâ’ wal Abdâl wal Autâd wal Ghouts, Maktabah al-Qohiroh, 2006/1427, hlm. 51).

Ibnu `Abidin meneruskan: “Kemudian dikatakan kepada Ibnu Mas`ud: “Bagaimana bala’ itu hidup dan tumbuh dengan sebab mereka?” Ibnu Mas`ud berkata: “Karena mereka memohon kepada Alloh agar umat diberi banyak, maka mereka diberi yang banyak; dan mereka berdoa kepada Alloh, maka mereka diberi bagian; dan mereka memohon hujan maka mereka diberi hujan; dan mereka memohon, maka tumbuhlah bumi karena mereka; dan mereka berdoa, maka ditolaklah berbagai macam bala’ karena mereka.” Dikeluarkan Ibnu Asakir.”

Juga diriwayatkan oleh Abu Nu’aim, Tirmidzi, dan al-Hakim sebuah hadits: “Tiap-tiap qurun dari umatku terdapat para Sabiqun.”

Di antara para Hufffazh yang banyak meriwayatkan soal Abdal adalah Abu Nu’aim dalam kitabnya berjudul Hilyatul Auliyâ’wa Thobaqatul Ashfiyâ’. Abu Nu’aim meriwayatkan, satu hadits bersumber dari Nafi’ dan Ibnu Umar, kata keduanya Kanjeng Nabi Muhammad bersabda:

“Orang pilihan dari umatku dalam setiap kurun waktu ada 500, kalangan Abdal ada 50 orang, dan tidaklah 500 orang itu berkurang, dan juga tidak yang 40 orang . Setiap orang yang meninggal dari orang itu Alloh `Azza Wa Jalla menggantikan tempatnya, dan Alloh memasukkan dari 40 pada tempat mereka.” Para sahabat bertanya: “Tunjukkan amal-amal mereka ya Rasulalloh.” Kanjeng Nabi berkata: “Mereka memaafkan kepada orang yang menzhalimi mereka, dan mereka berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepada mereka (HR. Abu Nu’aim, Hilyatul Auliyâ’wa Thobaqatul Ashfiyâ’, jilid I: 4).

Dalam catatan kaki Kitab Ijâbatul Ghouts, mengenai hadits ini disebutkan begini:

“Berkata Imam as-Suyuthi di dalam kitabnya “Khoirud Dâl `an Wujûdil Quthub wal Abdâl”, dikeluarkan oleh ad-Dailami di dalam Musnad al-Firdaus dari jalan lain dari Ibrahim bin Walid. Lihat dalam kitab al-Hâwî fîl Fatâwâ karangan Imam as-Suyuthi (2/245). Hadis ini dikemukakan juga oleh Imam as-Suyuthi dalam kitab Jami`ul Ahâdits (3/451) pada No. 9655, dan berkata: “Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkannya dari Sayyidan Ali karromallôhu wajhah” (Ibnu Abidin, Ijâbatul Ghouts, hlm. 34)

Abu Nu’aim meriwayatkan juga dalam Hilyatul Auliyâ’, bersumber dari Ja’far bin Sulaiman yang mendengar Wahab bin Munabbah berkata: “Saya mendengar Rasulullah shollallôhu `alaihi wasallam di dalam mimpi seseorang, dan saya berkata kepada Rasulullah: “Hai Rasulalloh, di manakah kaum Abdal dari umat panjenengan?” Rasululloh menunjukkan arah tangannya ke arah negeri Syam,” maka saya berkata kepada Rasululloh sholallohu `alaihi wasallam: “Wahai Rasulullah adakah dari Irak ada seseorang?” Rasullah berkata: “Iya, Muhammad bin Wasi’” (HR. Abu Nu’aim, Hilyatul Auliyâ’, jilid II: 369).

Riwayat yang lain sama dengan di atas dikemukakan kembali ketika membahas tokoh Hasan bin Abi Sinan, tetapi ada tambahan nama tokoh ketika Rasulullah menyebut para Abdal di Irak, yaitu: “Iya, Muhammad bin Wasi’, Hasan bin Abi Sinan, dan Malik bin Dinar” (HR. Abu Nu’aim, Hilyatul Auliyâ, jilid III: 656).

Juga ada hadits yang diriwayatkan dari al-A’masy, dari Zaid bin Wahab, dari Ibnu Mas`ud berkata, bahwa Rasulullah bersabda:

“Senantiasa ada 40 orang dari umatku yang hati mereka seperti hati Ibrahim, dikatakan mereka itu adalah para Abdal,” maka Rasulullah berkata: “Sesungguhnya mereka menemukan (kondisi diri mereka) bukan dengan jalan (memperbanyak) sholat, dan bukan dengan puasa, dan juga bukan dengan shodaqah.” Ibnu Mas`ud berkata: “Wahai Rasululloh, di dalam apa saya bisa menemukannya?” Rasulullah bersabada: “bis sakho’ wan nashîhatil muslimîn”, dengan amalan kemurahan hati (misalnya memaafkan dan mendoakan) dan sering memberikan nasehat kepada kaum muslimin (HR. Abu Nu’aim, Hilyatul Auliyâ, jilid III: 694).

Juga ada khabar dari Kanjeng Nabi Muhammad bil manâm yang diriwayatkan, oleh Muhammad bin Ali bin Hubaisy, dari Haitsam bin Kholaf, dari Muhammad bin Nu’aim al-Balkhi, berkata: “Saya mendengar Malih bin Waki’ berkata: “Tatkala ayahku menjelang maut saya memegang tangannya, maka ayahku berkata: “Hai anakku, lihatlah tanganku, tidak pernah dengan tangan ini aku memukul sesuatu.” Malih bin Waki’ berkata: “Menceritakan kepadaku Dawud bin Yahya bin Yaman berkata: “Saya melihat Rasulullah shollallohu `alaihi wasallam di dalam tidur, dan saya berkata: “Wahai Rasulullah, siapakah al-Abdal?” Rasululloh bersabda: “Mereka itu adalah orang yang tangannya tidak pernah memukul sesuatu, dan Waki’ bin al-Jarrah adalah di antar mereka” (HR. Abu Nu’aim, Hilyatul Auliyâ, jilid VI: 1361).

Dari khabar-khabar itu, para Abdal adalah mereka yang memiliki kelembutan dan kemurahan hati, senang memaafkan, tangannya dijaga dari melukai dan menyakiti, yang mendoakan dan memohon kepada Alloh untuk kebaikan umat, dan memberikan nasehat-nasehat kepada umat. Bahkan disebut bukan karena mengandalkan banyaknya puasa dan sembahyang (sunnah), juga bukan shodaqoh (dengan harta), yang menunjukkan di mata lahir, bisa jadi sebagian mereka adalah tidak termasuk orang yang kaya harta, tetapi kaya hati.