Keteladanan KH. Abdul Hamid Pasuruan saat Menyikapi Perbedaan Ditetapkannya Waktu Wukuf di Arafah

Laduni.ID, Jakarta - Perbedaan penentuan hari wukuf di Arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah, bukanlah hal baru dalam sejarah pelaksanaan ibadah haji. Bahkan, perbedaan itu bukan hanya terjadi antara Indonesia dan Arab Saudi, melainkan juga pernah terjadi di internal Arab Saudi sendiri. Salah satu peristiwa menarik yang mencatat dinamika ini terjadi pada musim haji tahun 1975.
Pada tahun tersebut, muncul perbedaan pendapat di kalangan jamaah haji asal Indonesia. Para ulama Indonesia, berdasarkan ijtihad mereka, menetapkan bahwa wukuf di Arafah seharusnya jatuh pada hari Jumat. Sementara itu, pemerintah Arab Saudi secara resmi menetapkan bahwa wukuf dilaksanakan pada hari Kamis. Perbedaan ini memicu kegelisahan di kalangan jamaah.
Terkait hal itu, ada cerita menarik yang beredar di kalangan masyarakat. Konon, alasan pemerintah Arab Saudi memilih hari Kamis adalah untuk menghindari pengeluaran gaji dobel kepada para pegawai yang bertugas pada hari Jumat—hari yang dianggap memiliki keutamaan tersendiri. Meski kebenaran cerita ini tidak dapat dipastikan, namun kegaduhan akibat perbedaan ijtihad tersebut benar-benar terjadi di lapangan.
Keinginan sebagian jamaah haji Indonesia untuk tetap melaksanakan wukuf pada hari Jumat karena dianggap bertepatan dengan haji akbar—sebuah momentum yang sangat mulia—membuat suasana semakin panas. Mereka bahkan sempat berniat untuk tidak mengikuti ketetapan pemerintah Arab Saudi.
Dalam kegamangan itu, para ulama dan jamaah haji asal Indonesia akhirnya mencari petunjuk dari seorang ulama kharismatik, yakni KH. Abdul Hamid Pasuruan atau yang akrab disebut Mbah Hamid. Dikenal sebagai sosok yang arif dan bijaksana, Mbah Hamid saat itu memberikan jawaban yang sangat menyejukkan. Beliau berkata;
UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN
Support kami dengan berbelanja di sini:
Memuat Komentar ...