Bid’ahkah Kemenyan? #3

 
Bid’ahkah Kemenyan? #3

LADUNI.ID, Jakarta - Dewasa ini slogan bid’ah,sesat dan sejenisnya sering dilontarkan terhadap praktek ibadah yang tidak ada sandaran agama baik ayat ataupun hadist. Berbicara  masalah kemenyan banyak hadist yang menyebutkan hukum berkemayan, pengobatan dan lainnya. Hal ini disebabkan kemenyan merupakan salah satu media yang menimbulkan aroma yang wangi dan Rasulullah sangat menyukai segala bentuk wewangian. Diantara hadist yang menjelaskan kemenyan tersebut yaitu:” 

manakala Ibnu Umar mengukup jenazah (membakar kemenyan),maka beliau mengukupnya dengan kayu gaharu yang tidak dihaluskan dan dengan kapur barus yang telah diadukkan dengan kapur barus. Lalu beliau berkata:”Beginilah metode Rasulullah Saw manakala mengukup jenazah (membakar kemenyan jenazah)”.(HR. Muslim). 

Bahkan Rasululah sendiri pernah berwasiat agar kain kafannya diukup:” Dari Asma binti Abu Bakar dia menyebutkan kepada keluarganya: Berilah uap kayu gaharu (ukuplah) pakaian aku apabila aku telah meninggal, taruhkan tabuth (pewangi jenazah) pada jasad aku. Janganlah kalian taburkan hanuth pada kafan aku dan juga janganlah menghampiri aku dengan membawa api”.

Batasan dalam mengukup mayit itu dianjurkan dengan bilangan ganjil (tiga kali) sebagaimana di paparkan dalam sebuah hadist, berbunyi : “Apabila kamu mengukup jenazah, maka kerjakanlah dengan jumlah tiga kali” (HR. Ahmad). 

Mengukup bukan hanya permasalahan berkaitan dengan kematian (jenazah) bahkan mengukup juga dianjurkan dirumah ibadah seperti masjid. Anjuran  ini di sebutkan  dalam sabda baginda nabi dalam kitab Mu’jam Al-Kabir: “..Ukuplah masjid itu pada hari perhimpunan engkau dan jadikanlah pada segala pintu itu alat-alat bersuci kamu” .( HR.Imam Thabari). Hal ini juga pernah dikerjakan oleh salah seorang sahabat nabi yang sering melakukan Bukhur (membakar kemenyan) di Mesjid Nabi Saw untuk mengharumkan masjid tersebut beliau bernama Nu’man bin Abdullah juga merupakan bekas hamba sahaya keluarga Umar bin Khattab. (Imam Adz-Dzahabi, Siyar Alam An-Nubala: V: 22).

Terdapat banyak riwayat lain yang mengupas tentang kemenyan dan berdasarkan uraian diatas bahwa pemakaian bukhur (kemenyan) bukanlah perkara bid'ah dhalalah dan perkara sesat sebagaimana yang dituduhkan oleh sebagian orang, namun merupakan sesuatu yang telah dikerjakan Rasulullah para sahabat hingga generasi selanjutnya baik untuk keharuman dan parfum maupun obat-obatan hingga hal yang religius dalam masyarakat.

***Helmi Abu Bakar El-langkawi,