Pemuda Islam dalam Lintasan Sejarah

 
Pemuda Islam dalam Lintasan Sejarah

LADUNI.ID I KOLOM- Dalam lintasan sejarah Islam, banyak pemuda yang bisa dijadikan sebagai    tauladan yang baik dan referensi kehidupan, diantaranya, Umar bin al Khathab 26 tahun, Abdullah bin al Jahsy 25 tahun, Ja’far bin Abi Thalib dengan usia 18 tahun, Qudaamah bin Abi Mazh’un berusia 19 tahun, Said bin Zaid dan Shuhaib Ar Rumi berusia dibawah 20 tahun, ‘Aamir bin Fahirah 23 tahun, Mush’ab bin ‘Umair dan Al Miqdad bin al Aswad berusia 24 tahun, dan masih banyak lagi pemuda-pemuda dari kalangan sahabat dan lainnya yang berkontribusi yang sangat besar demi kemajuan Islam.

 Seorang pemuda harus bahkan wajib memiliki dedikasi yang tinggi dalam pengembaraan pengetahuan dan rasa ingin mengetahui yang lebih besar dan harus menjadi pelopor sense of curiosity (rasa keingintahuan yang tinggi) dalam masyarakat atau dalam pepatah arab dikenal dengan slogan “himmatul rizal tasqutu jibal” (semangat seorang  pemuda bisa menaklukan sebuah pegunungan).

Dalam menumbuhkan sikap sense of curiosity akan melahirkan  iqrak (membaca) dengan ta’lim yang dikreasikan dengan motivasi instrik. Membaca itu dikonotasikan sebagai ta’lim (belajar). Iqrak itu pintu gerbang menuju ke samudera ilmu pengetahuan. Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran yang berbunyi: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhan yang menciptakan. Dia  telah  menciptakanmanusia darisegumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS. Al-Alaq:1-5).

Syekh al-Maraghi menjelaskan dalam tafsirnya bahwa Allah memerintahkan  kepada manusia supaya  dapat membaca tersebut harus diulang-ulang, indikasinya dengan tanpa mengulang-ulang dan membiasakan dalam membaca tidak akan memberi kesan dan meresapnya ilmu dalam jiwa. Berulang-ualng perintah Allah SWT dalam pengertian sama dengan berulang-ulang membaca. Dengan demikian membaca itu merupakan salah satu bakat dari  Rasulullah SAW.

 Dijelaskan dalam tafsir lainnya seperti Al-Azhar bahwa nabi bukan orang yang pandai, beliau adalah ummi yang boleh dikatakan buta huruf, Namun Jibril mendesaknya untuk membaca sampai tiga kali meskipun Rasulullah tidak dapat menulis, pada akhirnya walaupun didesak tiga kali   rasulullah juga dapat menghafal diluar kepala.

Wallahu ‘Allam Bishawab

Helmi Abu Bakar El-Langkawi Penggiat Literasi Asal Aceh