Biografi KH. Muhammad Marwan Jragung

 
Biografi KH. Muhammad Marwan Jragung

Daftar Isi Profil KH. Muhammad Marwan Jragung

  1. Kelahiran
  2. Wafat
  3. Pendidikan
  4. Mendirikan Pesantren

Kelahiran

KH. Muhammad Marwan Mranggen lahir pada 7 Juli 1937 M/1356 H di desa Jragung Demak. Beliau merupakan putra dari pasangan Bapak Parmo dan Ibu Srinem.

Kedua orang tuanya adalah seorang pedagang biasa namun sangat cinta kepada para kiai. Tiap kali ada acara di desanya yang dihadiri oleh seorang kiai pasti keduanya menyambutnya diurutan baris terdepan, kiranya kehendak Allah akan mewujudkan bahwa putra beliau akan menjadi seorang ulama hingga begitu memuliakan dan tawadhu' kepada para kiai.

Pada usia 6 tahun beliau telah ditinggal ayahnya untuk menghadap sang khaliq sehingga pada usia tersebut ibunya sendiri yang mengasuh serta mendidik sang Marwan kecil.

Dalam usianya yang masih kecil, beliau selalu mendapat perhatian khusus dari ibunya untuk mempelajari ilmu agama dan beliau bercita - cita agar kelak putranya dapat menjadi orang 'alim. Pertama kali beliau belajar kepada Syekh 'Abdullah Sajad, seorang ulama yang berjiwa besar, perjuangannya tidak menetap, dimana beliau singgah di situ beliau mendirikan masjid, seperti di desa Jragung tempat kelahiran beliau.

Wafat

Tidak ada seorang yang tahu kapan ajal itu tiba, yang ada hanya firasat atau tanda - tanda yang baru dapat di pahami setelah ajal itu tiba. ketika naik haji kali yang ke-4 pada tahun 2002 tidak seperti yang sebelumnya, beliau memberi wasiat kepada para santri, kepada keluarga khususnya kepada anak mantunya yakni KH. A. Asrori Lathif Alhafidz “Semongso-mongso aku ono udzur ingkang nerusake pengajian thoriqoh anakku asrori (Sewaktu-waktu aku ada udzur, maka nanti yang meneruskan pengajian thariqah anakku Asrori)”.

Ini seakan menjadi tanda bahwa beliau akan pergi selamanya. Sekian lama beliau dirawat di rumah sakit tidak pernah mengeluh sedikit pun, namun beliau tetap tawakal kepada Allah swt. Sampailah di hari kamis pada tanggal 17 Mei 2002 M /2 Rabi'ul Awal 1423 H di mana hari itu hari bersejarah menjelang detik-detik terakhir beliau sempat mengkhatamkan Al-Qur'an walau dalam keadaan berbaring.

Malam harinya kira - kira pukul 02.00 WIB beliau berwasiat kepada para santri “Kabeh santriku tak jaluk tetep istiqamah ono pondok, nderes lan maju menyang Asrori, maju menyang Asrori podo karo maju menyang aku” (Semua santriku saya minta tetap istiqamah di pondok, mengaji dan maju setoran al-qur’an kepada Asrori. Maju setoran al Qur’an kepada Asrori sama saja seperti maju setoran di hadapanku).

Keadaan beliau sudah sangat kritis sehingga oleh dokter beliau ditempatkan di ruang intensif. Di ruang inilah beliau kembali berwasiat kepada santri - santri “Aku jalukke ngapuro kabeh santri, aku wis ora biso mulang” (Aku tolong mintakan maaf kepada semua santri, aku sudah tidak bisa mengajar lagi) Sabtu pagi tanggal 19 Mei 2002 M./4 R, Awal 1423 H. jam 10.00 WIB.

Pada hari ahad kondisi beliau semakin menurun, tepat ba'da maghrib malam senin tanggal 20 Mei 2002 M/5 Rabiul Awal 1423 H di RSI Roemani Semarang beliau berwasiat kepada santri terdekat beliau yang bernama Syarqawi AH. “Syarqawi rene, aku ojo kok tinggal, mengko kiro-kiro jam songo aku arep lungo suwe” (Syarqawi kemarilah, aku jangan kamu tinggalkan, nanti sekitar jam 9 aku akan pergi lama). Dan kenyataan pukul 20.25 WIB beliau pulang kehadirat Allah swt. Dengan membaca: استغفرالله العظيم الذى لااله الاهوالحى القيوم واتوب اليه

"Demikian akhir dari orang yang sholeh yang dekat dengan Allah swt. seakan-akan beliau mengetahui sesuatu yang bakal terjadi". Pada hari senin 21 Mei 2002 M./6 R. Awal 1423 H desa Jragung bagaikan lautan manusia, mereka datang untuk berta'ziah, memberi hormat terakhir kepada Mbah KH. M. Marwan, AH.

Pendidikan

Pada suatu hari simbah KH. Abdullah Sajad mendapat firasat yakni akan munculnya seorang ulama besar di Jragung, sejak kecil beliau dijadikan sebagai anak angkatnya, Kiai Abdullah Sajad mendidiknya dengan penuh perhatian layaknya seorang bapak kepada anaknya, setelah dewasa beliau menimba ilmu di Salatiga untuk ngaji pada Kiai Ishom bin Abdul Jalil Mbanca'an Salatiga, kemudian beliau meneruskan belajarnya di Pondok Pesantren Futuhiyyah Suburan Mranggen, di sana berguru pada KH. Mushlih bin Abdurrahman, selama di Futuhiyyah beliau mendapat gemblengan lahir batin hingga mendapat kepercayaan menjadi guru besar mursyid “Thariqah Qadariyyah Naqsabandiyyah".

Selain di Pesantren Futuhiyyah, beliau pernah nyantri di salah satu Pondok Pesantren di daerah Sarang Rembang, dan juga di Pare Kediri Jawa Timur. Setelah di pandang oleh gurunya (simbah KH. Muslih) syari'ahnya sudah mampu dan cukup, beliau mendapat restu untuk menghafalkan Al-Qur'an, kemudian beliau di dawuhi menghafalkan di hadapan Mbah KH. Arwani Kudus, yang paling terkesan oleh beliau sebelum berangkat ke Kudus, beliau sowan dulu ke Simbah Kiai Siroth Solo yang masyhur ke'arifannya.

Beliau mendapat dawuh “Sliramu ngapalke Qur’an sepuluh wulan opo sepuluh tahun ( kamu menghafal qur’an sepuluh bulan apa sepuluh tahun)”. Akhirnya beliau pun berfikir, sepuluh bulan berat, sepuluh tahun juga berat, sama-sama berat. Singkat cerita beliau mendapat pertolongan dari Allah SWT. yakni dalam kurun waktu sepuluh bulan, beliau bisa menghafal al-Qur’an dan di lanjutkan Qira'ah Sab'ah dua tahun di hadapan Simbah KH. Abdul Wahab Kudus atas restu Simbah KH. Arwani.

Mendirikan Pesantren

Dari Kudus inilah, beliau mulai berjuang untuk menegakkan agama Islam. Perjuangan tersebut di awali dengan mendirikan Pondok Pesantren di Jragung Demak, konon beliau berkeinginan mendirikan Pondok Pesantren di Sumatera, namun Simbah KH. Arwani tidak merestui sehingga beliau mendirikan Pondok Pesantren di Jragung dengan diberi nama "Raudlathuth Thalibin" dan Alhamdulillah atas restu sang guru, perjuanganpun sampai di Sumatera.

Dari Pondok Pesantren inilah, beliau mulai dikenal masyarakat luas, dari kalangan awam hingga pejabat, semuanya menaruh hormat kepada beliau, karena ilmu dan amalnya yang ikhlas semata - mata karena Allah, beliau juga terkenal karena tawadlu'nya bahkan setiap ngaji beliau sering berkata/dawuh :

"Rendahkan dirimu maka engkau laksana bintang yang bersinar bagi orang yang memandang, seperti hamparan air yang selalu diatas walaupun mengalir ke bawah".

Janganlah kamu seperti asap yang membumbung tinggi dengan sendirinya ke angkasa sedangkan asap itu rendah tak punya arti. Dengan tawadlu', seorang berilmu mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah, dan seperti itulah kepribadian beliau mendapat sanjungan "Ora ono kiai seng tawadlu' zaman saiki, koyo tawadlu'e simbah kiai Marwan (Tidak ada kyai yang tawadlu’ pada zaman ini seperti tawadlunya simbah kiai Marwan)" (Dawuh KH. Achmad Muthohar Mranggen).

Semangat perjuangan yang dimiliki beliau sangat besar, tak pernah surut walau banyak aral yang melintang, banyak sudah buah karya dan pemikiran-pemikiran beliau untuk mengibarkan bendera Islam serta ikut andil dalam mencerdaskan bangsa. Dalam bidang pendidikan formal beliau merintis berdirinya yayasan Miftahul 'Ulum (MI, Madin, Mts) dan sebelum naik haji beliau mendirikan SMU, yang kesemuanya di persembahkan untuk masyarakat Jragung Demak khususnya, kaum muslimin pada umumnya.

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya