Dialog Peradaban Lintas Agama: Memperkokoh Persatuan Kesatuan Bangsa atas dasar Rahmat Kemanusiaan

 
Dialog Peradaban Lintas Agama: Memperkokoh Persatuan Kesatuan Bangsa atas dasar Rahmat Kemanusiaan

LADUNI.ID, Jakarta - Atmosfer penuh kehangatan dan keramahan langsung terasa begitu memasuki ruang acara pertemuan tadi pagi. Wajah-wajah penuh kedamaian dihiasi senyum ramah benar-benar menghadirkan satu suasana yang begitu nyaman.

Hari ini, Sabtu, 13 Oktober 2018 di Hotel Aryaduta Jakarta berkumpul para pemuka  agama, akademisi, perwakilan organisasi masyarakat hingga mahasiswa dalam satu acara bertajuk “DIALOG PERADABAN LINTAS AGAMA : MEMPERKOKOH PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA ATAS DASAR RAHMAT KEMANUSIAAN”.

Hadir sebagai pembicara yaitu Hb. Umar bin Hafidz, seorang ulama Islam moderat dari Yaman, Romo Franz Magnis Suseno mewakili umat Katolik, Pdt.Dr. Martin Lukito Sinaga dari Kristen Protestan dan Bikkhu Dammashubo Mahathera dari agama Budha. Selain itu, dihadiri pula oleh perwakilan dari Hindu dan Konghucu sebagai peserta. Acara ini diselenggarakan oleh Majelis Muwasholah Indonesia bekerja sama dengan PBNU dan Majelis Dzikir Hubbul Wathon.

Dalam sambutannya, Hb. Hamid Al Qadri sebagai Ketua Majelis Muwasholah Indonesia menyebutkan bahwa tujuan diadakannya pertemuan ini adalah untuk mengharapkan perbaikan di Indonesia sehingga bisa membangun peradaban bersama-sama dan bisa hidup dengan damai. Selain itu, ditegaskan pula bahwa perbedaan keyakinan yang ada tidak menghalangi untuk hidup damai di Indonesia.

Indonesia sebagai tanah air dan bumi pertiwi telah bertahun-tahun hidup dalam kedamaian, oleh karenanya penting sekali untuk mencintainya. Sebagaimana disampaikan oleh KH. Musthofa Aqil Sirodj (Rais Syuriah PBNU) bahwa Rasulullah saw juga sangat mencintai tanah airnya. Diceritakan ketika Rasulullah hendak pergi meninggalkan Makkah, beliau berkata kepada Makkah,”Wahai Makkah, engkau adalah bumi yang paling aku cintai, kalau bukan karena aku diusir, maka akan tidak akan meninggalkan engkau”.

Ratusan peserta tampak khidmat menyimak paparan pembicara yang mayoritas menyampaikan pesan-pesan kesejukan dan kedamaian. Bahkan Romo Franz Magnis mengatakan bahwa ia terharu dengan pertemuan semacam ini. Beliau lantas bercerita bahwa selama kurang lebih 60 tahun hidup di Indonesia, dirinya sebagai bagian dari agama minoritas, belum pernah mengalami suatu sikap yang tidak mengenakkan dari umat Islam sebagai mayoritas. Menurutnya, minoritas di Indonesia juga bisa beribadah dan beraktivitas dengan tenang. Lebih lanjut, beliau menyampaikan bahwa pertemuan ini sangat penting di tengah situasi yang penuh ketegangan saat ini.

Romo Magnis kemudian berpesan bahwa hendaknya bangsa ini bisa saling menghormati dan hendaknya mengabaikan permasalahan-permasalahan politik yang bisa menciptakan ketegangan. Bangsa Indonesia yang begitu luas dengan berbagai macam suku yang berbeda ini hendaknya terus bisa bersatu.

Satu hal yang bisa menyatukan banyaknya perbedaan terutama perbedaan agama, menurut Bikhhu  Dammashubo Mahathera adalah adanya rasa, dan salah satu dari jiwa bangsa Indonesia adalah rasa tolong menolong. Sementara itu, Pdt. Dr. Martin Lukito Sinaga menyoroti tentang pentingnya antar agama ini harus saling belajar. Hal ini beliau dasarkan pada pendapat Gus Dur bahwa sebuah peradaban bukanlah saling berbenturan sebagaimana pendapat Samuel Huntington, tapi justru harus saling belajar. Semangat ini sejalan dengan konsep Dialog  sebagai side by side, bahwa dialog itu bermakna bergandengan tangan untuk mendatangkan kemaslahatan bersama.

Menurut Hb. Umar bin Hafidz, setiap agama memiliki peran dalam kehidupan manusia. Semua agama juga sepakat untuk menjaga hak-hak kemanusiaan dengan sebenar-benarnya.  Setiap orang yang mengganggu orang lain walaupun atas nama agama, sejatinya dia telah menjelekkan agamanya sendiri. Semua agama juga menyepakati untuk menjaga kedamaian dan keharmonisan masyarakat dan negara. Namun satu hal yang perlu dicatat adalah dimanapun, permasalahan yang sering dihadapi adalah bagaimana mempraktekkan nilai-nilai agama tersebut dalam kehidupan nyata.

Hb. Umar bin Hafidz juga mengingatkan potensi konflik yang bisa muncul pada situasi saat ini di Indonesia. Menghadapi situasi tersebut, beliau berpesan bahwa kita dituntut untuk tidak ikut serta dalam hal-hal yang bisa menimbulkan perpecahan dan kerusakan. Tugas kita adalah memberikan manfaat dan menjaga kerukunan serta sebisa mungkin mengajak orang lain untuk berbuat baik, saling mengasihi, saling menjaga dan saling menebarkan manfaaf, tidak boleh ikut memprovokasi dengan cara apapun serta berusaha mencabut sumbu-sumbu perpecahan tersebut. Tidak dibenarkan pula untuk menggunakan cara-cara yang tidak baik untuk mencapai suatu kedudukan, misalnya dengan memecah belah umat dan menimbukan kerusakan. Pertemuan ini akan sangat bermanfaat dan akan menjadi penangkal yang kuat bagi isu-isu yang mencoba memprovokasi dan memecah belah umat. Manfaat itu akan kembali kepada kita dan akan menjadi berlipat ganda jika kita ikut menyebarkan pesan ini dan melaksanakannya.

Acara dialog ini memberikan harapan besar kepada kita bahwa Indonesia sebagai negeri yang besar akan tetap bisa mempertahankan semua nilai-nilai kebaikan di dalamnya di tengah berbagai upaya perusakan dan penghancuran yang kita hadapi saat ini.

 

Oleh : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, M.Psi