Ketika Dua Orang Muslim Bertikai, Bagaimanakah Nasib yang Terbunuh?

 
Ketika Dua Orang Muslim Bertikai, Bagaimanakah Nasib yang Terbunuh?
Sumber Gambar: pngtree.com, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam sebuah pengantar Buku Memahami Pembunuhan, Eko Haryanto, pakar kriminologi UI, menyatakan bahwa pembunuhan di kebanyakan masyarakat dianggap sebagai tindakan pelanggaran norma yang sangat serius dibandingkan tindak kejahatan lainnya. Hal ini lantaran pembunuhan banyak meninggalkan dampak yang ditimbulkan, di antaranya adalah berikut ini:

Pertama, hilangnya nyawa orang. Padahal, hak hidup adalah merupakan hak asasi manusia. Kedua, hilangnya sumber penghasilan keluarga korban, bilamana kemudian ternyata korban adalah tulang punggung ekonomi keluarganya. Ketiga, dampak psikologis yang sangat traumatis yang akan dialami oleh anak-anak korban, terutama dalam kasus pembunuhan dalam keluarga. Berikutnya adalah berdampak timbulnya keresahan dan ketakutan di tengah-tengah masyarakat, seperti pembunuhan yang terjadi dengan cara mutilasi yang menggemparkan di suatu tempat. Oleh sebab itu, wajar bilamana pembunuhan menjadi salah satu masalah sosial yang sangat serius.

Secara etimologi, pembunuhan merupakan tindakan-tindakan penyerangan antara pribadi dan tindakan-tindakan lainnya yang langsung diarahkan kepada orang lain, contohnya peracunan yang terjadi di luar konteks peperangan, dan tindakan tersebut ternyata mencelakakan orang lain. Juga ada yang mengatakan pembunuhan adalah pengambilan kehidupan orang lain secara tidak benar atau tidak sah, dengan tujuan yang jelas dan terang untuk membunuh atau membuat luka-luka jasmaniah yang menimbulkan kematian.

Oleh karena besarnya dampak dari pembunuhan ini, tentu tidak mengherankan jika tindak pembunuhan tersebut secara tegas dilarang oleh hukum positif yang berlaku. Pelakunya akan mendapat hukum pidana yang sangat berat. Seperti di Indonesia misalnya, yang ditetapkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), salah satu contoh dalam pasal 338, menyebutkan, bahwa barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, dengan ancaman, atau karena pembunuhan, akan dipidana dengan penjara paling lama lima belas tahun.

Kebijakan dalam hukum tersebut dinilai karena sangat besarnya dampak yang dibawa akibat kasus pembunuhan ini. Maka tidak hanya negara, melainkan juga agama pun turut menyorotinya, sebagaimana di dalam agama Islam.

Islam sangat mengecam keras pelaku pembunuhan. Allah SWT mengancam orang yang membunuh seorang Mukmin secara sengaja dengan ancaman neraka, sebagaimana dalam firman-Nya, Surat An-Nisa’ ayat 93:

وَمَنْ يَّقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاۤؤُهٗ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيْهَا وَغَضِبَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهٗ وَاَعَدَّ لَهٗ عَذَابًا عَظِيْمًا

“Siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, balasannya adalah (neraka) Jahanam. Dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, melaknatnya, dan menyediakan baginya azab yang sangat besar.”

Ancaman serupa juga terdapat dalam Hadis Rasulullah SAW, jika ada dua orang Islam yang bertikai dan salah satunya terbunuh, maka baik yang membunuh maupun yang terbunuh, sama-sama mendapatkan ancaman neraka.

Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا الْتقَى الْمُسْلِمَانِ بسيْفيْهِمَا فالْقاتِلُ والمقْتُولُ في النَّارِ، قُلْتُ: يَا رَسُول اللَّهِ، هَذَا الْقَاتِلُ فمَا بَالُ الْمقْتُولِ؟ قَال: إِنَّهُ كَانَ حَرِيصاً عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ

“Apabila dua orang muslim bertemu, dengan membawa pedang (bertengkar hingga salah satunya terbunuh), maka orang yang membunuh dan yang dibunuh masuk neraka”, Aku (Nufail) berkata; “Ya Rasulullah, si pembunuh (layak masuk neraka), maka bagaimana dengan orang yang dibunuh (mengapa juga masuk neraka)?” Rasulullah SAW menjawab; “Karena ia juga ingin membunuh (berniat atau sengaja membunuh saat bertengkar) temannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Seorang pembunuh telah melakukan dosa besar, ia pun diancam neraka. Demikian juga orang yang memiliki niatan untuk membunuh namun terlebih dahulu terbunuh juga dapat ancaman neraka. Ia dihukum lantaran niatnya. Yang perlu dibedakan adalah, bilamana orang terbunuh atau membunuh lantaran memperjuangkan dirinya, harta, dan keluarga, maka dalam konteks ini orang tersebut dikategorikan sebagai syahid.

Ada beberapa hal penting yang perlu dicatat terkait Hadis tersebut, di antaranya:

Pertama, amal itu tergantung niatnya. Jadi yang terbunuh diklaim masuk nereka lantaran niatnya yang sebenarnya juga hendak membunuh, namun nasibnya kalah.

Kedua, seseorang memiliki niat membunuh namun terlebih dahulu terbunuh, maka ia diancam neraka, sehingga keduanya sama-sama masuk nereka. Berbeda dengan membela diri, harta, dan keluarga. Maka ia mati syahid dan masuk surga. Kasus awal berbeda dengan kasus yang kedua.

Pandangan tersebut juga mendapat penegasan dan pembenaran dari Gus Baha, bahwa jika dilatarbelakangi niatan seperti itu, maka keduanya masuk neraka. Akan tetapi, Islam adalah agama yang paling potensial memberi ampunan kepada para panganutnya. Sebesar apapun dosa yang pernah dilakukan, namun memiliki keinginan yang tinggi untuk menyesal dan memohon ampunan kepada Allah, maka hal tersebut sangat memungkinkan untuk menghapus dosa yang telah diperbuat.

Ketiga, asumsi perihal masuk neraka juga perlu perincian dan belum tentu kekal di dalamnya. Sebab dalam pandangan Ahlussunnah, dosa besar tidak membuat seseorang menjadi kafir.

Keempat, membunuh adalah dosa besar, di akhirat pelakunya di bawah kuasa Allah. Allah yang berhak memberi siksa ataupun memberi maaf.

Kelima, perkara yang masih samar perlu dilihat lebih dalam dengan melibatkan orang-orang yang berilmu, sebagaimana sahabat yang menanyakan kerancuan dalam pikiran mereka, “Mengapa yang terbunuh juga masuk neraka?” kesamaran seperti ini sudah terdapat jawabannya dalam Al-Qur’an dan Hadis, hanya saja terkadang terdapat kerancuan bagi mereka yang memiliki cara berpikir lemah dan berpandangan sempit.

Kelima, orang yang bertekad melakukan maksiat dan sudah menempuh sebabnya, maka dinilai sebagai pelakunya walau hanya baru niat. Hanya saja ada halangan yang membuat ia tidak dapat melakukan. Seandainya halangan tersebut hilang, maka niatnya pasti terealisasikan.

Keenam, Hadis ini yang dimaksud dalam membunuh dan dibunuh dari kalangan muslim yang dilatarbelakangi fanatisme golongan tertentu dan bukan karena alasan syar’i (seperti jihad).

Dalam skala luas, bisa dilihat bahwa sebenarnya tidak satu pun negara maupun agama yang mengahalalkan kejahatan bahkan pembunuhan, sebab tujuan dari agama adalah perdamaian, menyebar kasih sayang, dan mengatur tatanan sosial menjadi lebih baik. Begitu pula doktrin agama Islam yang sedari awal adalah mengemban visi kerahmatan (QS. Al-Anbiya’: 107), sehingga tidak ditemukan sama sekali pembenaran terhadap kejahatan. Oleh sebab itu, bilamana kemudian ditemukan kejahatan atas nama Islam, maka ketahuilah bahwa hal tersebut telah bertentangan dengan filosofi Islam itu sendiri. Walluhu A’lam. []


Penulis: Kholaf Al-Muntadar

Editor: Hakim