Info Harian Laduni: 28 November 2023

 
Info Harian Laduni: 28 November 2023

Laduni.ID, Jakarta - Bertepatan dengan tanggal 28 November ini menjadi momentum bagi kita semua  untuk mengenang kepergian KH. Ruhiat, dan KH. Ahmad Qusyairi.

KH. Ruhiyat wafat pada tanggal 28 November 1977 atau bertepatan pada tanggal 17 Dzulhijjah 1397, dan perhitungan menurut kalender Hijriah inilah yang dijadikan patokan peringatan haul-nya.

KH. Ruhiat atau yang kerap disapa dengan Ajengan Ruhiat (AR) lahir pada 11 November 1911, di Cipasung, Singaparna, Tasikmalaya.

KH. Ruhiat adalah tokoh terkenal pada zamannya karena dialah pendiri Pesantren Cipasung, Singaparna, Tasikmalaya. Namun generasi saat ini kurang lagi mengenal ketokohannya. Bahkan puteranya yaitu KH. Ilyas Ruhiat lebih dikenal apalagi setelah menduduki jabatan tertinggi di NU sebagai Rais Aam. 

Pesantren Cipasung saat ini merupakan pesantren terbesar dan paling berpengaruh di Jawa Barat. Perannya dalam penyiaran agama, pengembangan masyarakat dan menjaga harmoni sosial sangat besar. 

Kecintaan sang Ajengan pada NU sangat mendalam, oleh karena itu pada saat Ajengan Sukamanah berbulat tekad untuk melawan Jepang, keduanya membuat kesepakatan. Ajengan Sukamanah tidak akan melibatkan NU secara organisasi dan perjuangannya bersifat pribadi, agar NU tidak menjadi sasaran tembak tentara Jepang.

Kariernya di PBNU dibuktikan dengan menjadi A’wan (pembantu) Syuriah PBNU periode 1954-56 dan 1956-59, serta perkembangan NU di Tasikmalaya dan Jawa Barat yang ditunjang oleh para alumni Cipasung.

KH. Ahmad Quayairi menghembuskan nafas terakhir, yakni pada hari Selasa tanggal 22 Syawal 1392 H atau 28 November 1972 M. Beliau wafat di Pasuruan di rumah Kyai Hamid atau rumah yang ditempati Kyai Ahmad sewaktu masih tinggal di Pasuruan dulu.

KH. Ahmad Qusyairi lahir pada Sabtu Pon 11 Sya’ban 1311 H atau 17 Februari 1894 M di Lasem (Sumbergirang). Beliau adalah putra keempat dari 23 orang bersaudara, dari pasangan KH. Muhammad Shiddiq dengan Nyai Maimunah (Masmunah).

dari masa kecil KH. Ahmad Qusyairi. Tetapi yang pasti, sejak usia dini beliau sudah dikirim ke pesantren oleh ayahandanya. Beliau berpindah dari satu pondok ke pondok lainnya. Antara lain, pernah menimba ilmu di Pondok Pesantren Langitan (Tuban), di Kajen (Pati) semasih diasuh KH. Khozin, dan Semarang (Kiai Umar).

Tetapi yang paling fenomenal adalah belajar beliau di Bangkalan, yakni di pondok Syekhona KH. Kholil BangkalanKiai Kholil adalah ulama besar. Seorang waliyullah. Ada yang menyebut, beliau adalah wali kutub. Banyak santri beliau yang menjadi wali dan kiai besar. Kepada beliaulah ayahanda KH. Muhammad Shiddiq menimba ilmu dan amaliyah.

Selama di Pasuruan beliau tinggal di lingkungan Pondok Pesantren Salafiyah. Tepatnya di sayap kiri rumah mertua beliau, Kiai Yasin. Adalah Kiai Yasin yang menyuruh beliau supaya membangun “sayap” tersebut, yang menempel di rumah sang mertua. Kemudian pada dasawarsa 1930-an, beliau membangun rumah di sebelah kanan rumah Kiai Yasin, yakni rumah yang kelak ditempati oleh menantu beliau, KH. Hamid.

Menurut KH. Hasan Abdillah, Kiai Ahmad merupakan menantu yang disayang oleh Kiai Yasin. Maklum, antara keduanya ada kesamaan prinsip. Beliau tidak hanya disuruh membangun rumah yang menempel pada rumah Kiai Yasin, tapi juga dipercaya untuk mengajar di pondok. Peran sebagai pengajar dan pengurus pondok terus beliau pegang sepeninggal mertua beliau dan tongkat estafeta kepengasuhan pondok berpindah ke KH. Muhammad bin Yasin, putra Kiai Yasin.

Mari kita sejenak mendoakan beliau, semoga apa yang beliau kerjakan menjadi amal baik yang tak akan pernah terputus dan Allah senantiasa mencurahkan Rahmat-Nya kepada beliau.

Semoga kita sebagai murid, santri, dan muhibbin beliau mendapat keberkahan dari semua yang beliau tinggalkan.

Mari sejenak kita bacakan Tahlil untuk beliau: Surat Yasin, Susunan Tahlil Singkat, dan Doa Arwah