Ziarah di Makam KH. Nur Durya Walangsanga, Waliyullah yang Sederhana

 
Ziarah di Makam KH. Nur Durya Walangsanga, Waliyullah yang Sederhana

Daftar Isi

Laduni.ID, Jakarta - Memiliki nama lengkap KH. Nur Durya bin Sayyid atau orang biasa memanggilnya Mbah Nur. Kezuhudan dan kesederhanaan beliau tercermin dari tempat tinggal beliau yang sangat sederhana dipinggir sungai.

KH. Mbah Nur juga dikenal sebagai seorang yang zuhud dan tidak cinta dunia. dikisahkan ketika hendak mengambil air wudhu, beliau mendapatkan uang dengan jumlah yang cukup banyak yang tergeletak di samping tempat wudhu. Namun uang itu tidak beliau ambil karena bukan haknya.

Profil

KH. Nur Durya lahir pada hari Jumat Tahun 1873 M, akrab disebut dengan nama Mbah Nur Walangsanga.

Untuk kelanjutannya tentang Profil beliau silahkan baca di Biografi KH. Nur Durya Walangsanga

Guru-guru beliau selama menuntut ilmu adalah:

  1. Kyai Muslim (Bendakerep-Cirebon),
  2. Kyai Kaukab bin Kyai Muslim (Bendakerep-Cirebon),
  3. Kyai Wahmuka,
  4. Kyai Jami’ Banyumundang,
  5. Kyai Dahlan (Purbalingga).
  6. Syekh Armia (Cikura-Tegal),
  7. Kyai Said bin Syekh Armia (Talang-Tegal).

Lokasi Makam

KH. Nur Durya wafat pada 9 Jumadil Awal 1409 Hijriyah atau pada 17 Desember 1988 M, Pada saat itu terjadi cuaca mendung dan hujan deras selama tiga hari berturut-turut disekitar wilayah Moga mengiringi kepergian sang waliyullah, bahkan pohon besar di hutan Cempaka Wulung roboh waktu itu, Wallahu A'lam Bishawab.

Beliau dimakamkan di komplek pemakaman Desa Walangsanga Kecamatan Moga Kabupaten Pemalang. Dari semasa hidup beliau hingga setelah wafatnya tempat tinggal yang juga sekarang menjadi makamnya selalu banyak dikunjungi orang-orang yang berziarah ke makam beliau.

Haul

Haul KH. Nur Durya Walangsanga diselenggarakan setiap tanggal 09 jumadil 'Awal, Haul beliau di peringati di komplek pemakaman di Desa Walangsanga Kecamatan Moga Kabupaten Pemalang.

Motivasi Ziarah Menurut Syekh An Nawawi al Bantani

1. Untuk Mengingat mati dan Akhirat
2. Untuk mendoakan
3. Untuk mendapatkan keberkahan
4. Memenuhi hak ahli kubur yang diziarahi, seperti ke makam orang tua

Fadilah

Makam KH. Raden Zainuddin Syafi’i banyak dikunjungi para peziarah dan santri. Tak hanya datang dari wilayah Purworejo saja. Banyak peziarah yang datang dari luar kota dan bahkan dari luar Jawa yang berziarah di makam beliau yang berada di Komplek Pemakaman Dusun Solotiyang,  Purworejo, Jawa Tengah

Ada keyakinan dari masyarakat dan santri yang datang ke sana bahwa dengan berziarah, berdoa dan bertawassul di makam KH. Raden Zainuddin Syafi’i, dimudahkan dalam rezekinya, dimudahkan dalam hajatnya, dan dimudahkan dalam mendapatkan keturunan anak sholeh dan sholehah

Karomah

3.1 Melihat Sebelum Terjadi
Beliau salah satu Kyai yang dianugerahi Allah SWT weruh sadurunge winarah (melihat sebelum terjadi) menjadi bagian dari kemampuannya melihat yang tersurat dari yang tersirat. 

Alkisah, suatu ketika pada sekitar 1974, Haji Samsuddin dan istrinya yang berasal dari daerah Tegal hendak melaksanakan ibadah haji ke baitullah. Semua syarat dan berbagai macamnya sudah terpenuhi, tinggal menunggu keberangkatan.

Sambil menunggu keberangkatan, mereka sowan ke kediaman KH. Nur, untuk meminta doa dan berkah agar perjalanan haji mereka dilancarkan. "Mohon doa restu, Kyai. Tahun ini kami insya Allah akan melaksanakan ibadah haji. Doakan kami semoga lancar dan selamat". kata H. Samsuddin.

"Mau haji? haji Singapura?" ucap sang Kyai tanpa ekspresi sedikit pun.

Singkat cerita H. Samsuddin dan keluarganya pamit pulang, perkataan sang Kyai menjadi teka-teki dibenaknya. 

Suatu hari kemudian teka-teki perkataan KH. Nur terjawab, saat jadwal keberangkatan, H. Samsuddin dan istrinya harus membatalkan rencana pergi haji nya tahun itu, walau pun mereka telah berada di Jakarta. Baru, pada tahun-tahun setelahnya mereka bisa menunaikan ibadah hajinya.

Jawaban "Haji Singapura" dari KH. Nur, terbukti, kalau sang tamu tak bisa menunaikan ibadah haji pada tahun itu, seakan KH. Nur telah mengetahui peristiwa yang sebenarnya belum terjadi, weruh sadurunge winarah tadi.

3.2 Waliyullah yang Sakti
Saat KH. Mbah Nur sudah wafat, seorang santrinya, KH. Abdul Muid pergi berziarah ke makam KH. Mbah Nur.

Saat hendak pulang, mobil yang beliau bawa macet dan tidak bisa jalan hingga pukul 3 Pagi. Karena itulah beliau bersama rombongan memutuskan bermalam di makam KH. Mbah Nur. Setelah itu, tanpa diapa-apakan, mobil bisa nyala dengan sendirinya.

Ketika sampai di Pemalang kota, ternyata baru sadarlah KH. Abdul Muid bahwa jalan yang dilewatinya baru saja diterjang banjir bandang dan menyebabkan salah satu jembatan putus. Setelah peristiwa itu, ia menyimpulkan KH. Mbah Nur tidak ingin santrinya pulang karena bisa terkena musibah saat diperjalanan.

Selain itu, ada pula kisah rumah KH. Mbah Nur yang berada di pinggir sungai. Walaupun berdempetan langsung dengan aliran air sungai, namun saat banjir bandang datang, air sungai tidak pernah sekalipun merendam kediaman KH. Mbah Nur.

Air sungai seakan miring menghindari rumah yang hanya terbuat dari bambu itu. Dari serangkaian peristiwa ini, tak heran ada orang yang menyebutnya sebagai kiai paling sakti di Jawa Tengah.

Oleh-oleh

Oleh-oleh yang bisa dibawa pulang usai ziarah di Pemalang di antaranya:
Ogel-Ogel, Kamir, Apem Comal, Bongko Mento, Kraca, Tahu Pletok, Kepiting Lemburi, Kerupuk Useg.