Biografi Al-Habib Hasan bin Abdullah Asy-Syathiri

 
Biografi Al-Habib Hasan bin Abdullah Asy-Syathiri

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Nasab
1.3  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-Guru

3.    Penerus
3.1  Murid-Murid

4.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1  Menjadi Pengajar saat Muda
4.2  Perjalanan Dakwah

5.   Teladan
6.    Referensi

1. Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
Al-Habib Hasan lahir pada tanggal 7 Jumadi Tsaniah 1346 H / 2 Desember 1927 M, di kota Tarim Hadramaut Yaman Selatan. Beberapa saat setelah kelahirannya, ketika kakek beliau dari jalur ibu Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Haddad hendak memberinya nama beliau berkata ”Hasan memiliki sirr (rahasia keagungan) Syekh Abu Bakar As Sakran”.

1.2 Nasab

  1. Rasulullah Muhammad SAW,
  2. Ali bin Abi Thalib dan Sayyidatina Fatimah Az-Zahra,
  3. Husein As-Sibth,
  4. Ali Zainal ‘Abidin,
  5. Muhammad Al-Baqir,
  6. Ja’far As-Shadiq,
  7. Al-imam Ali Al-‘Uraidhi,
  8. Muhammad,
  9. Isa Al-Muhajir,
  10. Ahmad,
  11. Ubaidillah,
  12. Alwi,
  13. Muhammad,
  14. Alwi,
  15. Ali (Khali’ Al-Qasam),
  16. Muhammad (Shahib Al-Mirbath),
  17. Ali,
  18. Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad,
  19. Ali,
  20. Hasan At-Turabi,
  21. Muhammad Asadullah,
  22. Ahmad,
  23. Faqih Ali Al-Qadhi,
  24. Alwi (Asy-Syathiri),
  25. Umar,
  26. Ahmad,
  27. Muhammad,
  28. Husein,
  29. Ali,
  30. Ahmad,
  31. Umar,
  32. Ahmad,
  33. Umar,
  34. Ahmad,
  35. Umar,
  36. Al-Habib Abdullah,
  37. Al-Habib Hasan,

1.3 Wafat
Pada waktu Dzuhur hari Jum’at, 11 Rabi’ul Awwal 1425 H / 30 April 2004 Allah mengambil kekasih-Nya, Al-Habib Hasan wafat tepat ketika adzan jum’at berkumandang di Abu Dhabi. Beliau wafat di rumah putranya, Sayyid Muhammad bin Hasan Asy syathiri.

Sesuai wasiat Habib Hasan, pada dzuhur keesokan harinya jenazah beliau dipindahkan menuju Kota Tarim untuk dimakamkan di sisi para leluhurnya, diantara kedua orang tua dan guru-gurunya.

Dan selepas Ashar 12 Rabi’ul Awwal 1425 H, jenazah Habib Hasan dishalatkan untuk kedua kalinya di “Jabbanah Tarim”, tempat menshalatkan jenazah yang terkenal di dekat pemakaman Furait. Sholat jenazah diimami oleh putra beliau, Sayyid Muhammad bin Hasan As-Syathiri. Jenazah Habib Hasan yang suci dimakamkan di sisi Ayah beliau, Al-lmam Abdullah bin Umar Asy Syathiri di pemakaman “Zambal”.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
Beliau tumbuh dan dibesarkan di Kota Tarim, sejak kecil telah diasuh dan dibimbing oleh ayahnya dengan didikan islami di tempat yang lingkungannya sangat baik dan dikawasan pergaulan yang suasananya sangat kental dengan nuansa keilmuan yang penuh dengan keberkahan di zaman yang tampak jelas dinaungi oleh para sholihin dan ulama besar.

Serta terkenal yang mahir dalam bidang ilmu sehingga pada umur yang masih cukup muda yaitu 11 tahun beliau telah menghapal Al-Qur’an seluruhnya, dan beliau banyak mempelajari berbagai bidang ilmu seperti: Tafsir Al-Qur’an, Hadis An Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam, Fiqih Syafi’i, Nahwu (Kaidah Bahasa Arab), Tasawwuf dan lain sebagainya.

Al-Habib Hasan banyak belajar ilmu dari banyak guru (masyayikh) dizamannya, baik di Kota Tarim ataupun yang lainnya dan kebanyakan dari guru-guru beliau adalah para murid utama ayahanda beliau yaitu Al Imam Al ‘Allamah Syaikhul islam Al-Habib Al-Qutub Abdullah Asy Syathiri yang merupakan salah seorang Syaikhul Ulama (gurunya para guru) di Negeri Hadramaut pengasuh Rubath Tarim.

Al-Habib Hasan belajar ilmu dari ayahandanya Al-Habib Abdullah bin Umar Asy Syathiri, serta maha guru beliau Al-Arifbillah Al-Quthb Al-Muhab Al-Habib Alwi bin Muhammad bin Syahab. Selain itu Al Habib Hasan juga sempat berguru kepada murid-murid senior ayahanda beliau, antara lain Syekh Mahfudz bin Ustman, Syekh Umar ‘Awadh Haddad dan Syekh Salin bukair ba ghaitsan.

Saat Habib Hasan masih berusia 14 tahun, ayahandanya wafat. Namun, sebelum sang ayah wafat, Habib Hasan sering ditunjuk untuk menggantikan ayahnya sebagai imam shalat 5 waktu di Masjid Babtneh. Ayah beliau dan para ulama di zamannya berada di belakang sebagai makmum. Ini merupakan isyarat bahwa beliau akan menjadi pemegang maqom sang ayah.

Dalam bimbingan dan didikan ayahandanya yang sangat disiplin, beliau acapkali diajak menghadiri majlis–majlis ilmu dan disetiap penghujung malam beliau diajak ayahandanya pergi ke masjid-masjid Tarim yang berjumlah kurang lebih 360 masjid guna melaksakan qiyam lail (Shalat sunnah dimalam hari).

Dan berziarah ke Zanbal makam Auliya’ dan ‘Inat makam Syekh Abu Bakar bin Salim. Setiap kali berziarah kemakam Syekh Abu Bakar bin Salim, ayahnya selalu berkata: “Wahai Syekh Abu Bakar, sungguh aku telah mendidik dan membimbing putramu Hasan bin Ismail, karena itu kumohon didik dan bimbinglah putraku Hasan”.

Tatkala ajal ayahnya Al-Habib Abdullah bin Umar Asy Syathiri telah dekat dan usia beliau (Al-Habib Hasan) kala itu sekitar 14 tahun, ayahandanya (Al-Habib Abdullah bin Umar Asy Syathiri) mengumpulkan seluruh anggota keluarganya seraya berwasiat “Wahai Mahdi… aku serahkan padamu tanggung jawab kepemimpinan Rubath ini. Wahai Hasan… dan aku serahkan tanggung jawab kepemimpinan Rubath ini setelah kakakmu Mahdi dan jangan pernah kau tinggalkan Al-Qur’an”.

2.2 Guru-Guru

  1. Al-Habib Abdullah bin Umar Asy Syathiri (ayah),
  2. Al-Habib Alwi bin Muhammad bin Syahab,
  3. Syekh Mahfudz bin Ustman,
  4. Syekh Umar ‘Awadh Al-Haddad,
  5. Syekh Salim Bukair ba Ghaitsan,
  6. Al-Habib Ja’far bin Ahmad Alaydrus,
  7. Sayyid Alawy bin ‘Abbas Al-Maliki Makki Al-Hasani,
  8. Al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafiidz bin Syekh Abu bakar bin Salim,
  9. Al-Habib Umar bin ‘Alawy Al-Kaff.

3, Penerus

3.1 Murid-Murid

  1. Habib Husein bin Muhammad Al-Haddad, Mufti kota Al-Baidho’ Yaman,
  2. Habib Umar bin Muhammad bin Hafidz BSA, pendiri Darul Musthafa Hadramaut,
  3. Habib Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Al-Atthas (Pekalongan),
  4. Habib Abdullah bin Alwi “Mufti” Johor Al-Haddad,
  5. Sayyid Mahdi bin Al-Habib Abdullah Syami Al-Atthas (Jakarta),
  6. Prof. Dr. Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki (Makkah), dan lainnya.

4. Perjalanan Hidup dan Dakwah

4.1 Menjadi Pengajar saat Muda
Ketika usia 17 tahun, Habib Hasan sudah mengajar di Rubath Tarim serta tampil di depan memimpim Madras ‘Am (pengajian umum) di Rubath Tarim setiap Rabu dan Sabtu.

Setelah ayahandanya wafat, kemudian disusul kakaknya, Habib Muhammad Al-Mahdi wafat, maka beliaulah yang memimpin Rubath Tarim dengan didampingi guru senior, seperti Habib Alwi Syihab, dan dikemudian hari juga didampingi adik beliau, Habib Salim bin Abdullah Asy-Syathiri

4.2 Perjalanan Dakwah
Penyebaran ilmu dan dakwah beliau bukan tanpa rintangan, Rubath Tarim ditutup oleh pemerintahan komunis pada tahun 1401 H. Maka Habib Hasan pindah ke Haramain dan menetap di kota Makkah kurang lebih 3 tahun sambil berdakwah di Abu Dhabi, sampai kemudian menetap di Abu Dhabi, sekalipun demikian beliau tetap mengajar di Masjidil Haram-Makkah.

Setelah perang dunia kedua beliau masuk ke Indonesia dan menetap selama kurang lebih 5 bulan di kediaman salah satu murid kesayangan beliau di Bilangan Asembaris, Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan. Selama di Indonesia beliau sempat berdakwah di Jakarta, Sukabumi, Bogor, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Surabaya, Pasuruan, Purwakarta, Bondowoso dan Banjarmasin.

Habib Hasan kembali ke Tarim setelah berubahnya undang-undang hukum di Yaman. Kemudian bersama saudaranya, Habib Salim dan para muridnya, beliau pun membuka kembali Rubath Tarim pada tahun 1412 H dan kegiatan belajar-mengajar di Rubath Tarim kembali berlangsung seperti sedia kala.

Dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan berda’wah beliau sangat berpegang dengan metode para salafus shaleh. Hasil dari metode tersebut sangat bermanfaat bagi para pelajar, para ulama dan masyarakat umum.

Dalam metode tersebut, para pelajar membaca kitab tertentu di hadapan guru, kemudian guru menjelaskan kata perkata dari setiap ibarat-ibarat kitab beserta contohnya, serta menaikkan pelajaran yang telah ditetapkan dengan melihat kemampuan para pelajar.

Beliau selalu menekankan kepada para pelajar agar mementingkan ilmu syari’at, terutama fiqih dan bahasa Arab baik dengan menghafal, mempelajari, memahami untuk kemudian menyebarluaskannya.

5. Teladan
Habib Hasan merupakan sisa-sisa orang salaf, panutan bagi orang-orang sekarang baik dalam akhlak, suluk, ilmu dan amal. Beliau selalu menjaga fardu dan ibadah-ibadah sunnah dan menampakkan kecintaan pada Nabi dengan mengikuti sunnah beliau Shallallahu alaihi wa Sallam dalam masalah ibadah, muamalah dan suluk.

Orang yang baru pertama kali melihatnya akan gemetar, pandangan beliau tajam dan firasatnya tepat. Dari wajahnya memancar cahaya kakeknya, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam serta cahaya ilmu dan takwa. Namun, beliau menemui semua yang datang dengan senyum yang selalu melekat di wajahnya.

Inilah yang menghilangkan penghalang antara beliau dengan tamunya, sehingga orang yang hadir merasa seakan-akan telah akrab dengannya bertahun tahun. Beliau juga dikenal sangat tawadhu’, menjauhi ketenaran dan sempurna kasih sayangnya terhadap anak kecil maupun orang dewasa.

Banyak guru-guru Habib Hasan yang mengisyaratkan bahwa beliau akan mendapat maqom tinggi, diantaranya, Habib Ja’far bin Ahmad Alaydrus, beliau berkata “habib Hasan bin Abdullah adalah Kholifah salaf di Tarim, dan Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf adalah Kholifah salaf di Seiwun. “Habib Ja’far juga memberi julukan Habib Hasan sebagai “Malikul Qulub“ (Raja pemilik sanubari).

Habib Alwi bin Syahab, guru utama Habib Hasan berkata, “Dua orang semenjak dulu telah dicintai oleh Allah SWT, Habib Hasan bin Abdullah As Syathiri dan Habib Ahmad bin Alwi bin Ali Al Habsyi. ”Sekalipun demikian, dihadapan para gurunya, Habib Hasan tidak pernah mengangkat kepala, seakan-akan di atas kepala beliau terdapat seekor burung.

Beliau adalah pendidik jiwa orang-orang yang menuju Allah, Allah telah memberi Habib Hasan keistimewaan-keistimewaan besar yang tidak dimiliki oleh ulama-ulama lainnya. Di antaranya, firasat yang tepat dan tajam, berani menyampaikan nasehat dan berucap dengan yang haq, tak segan segan beliau menegur muridnya yang tidak bersiwak atau shoaat duha kurang dari 8 rakaat.

6. Referensi
cahayanabawiy.com

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya