Penjelasan Mbah Sholeh Darat tentang Keutamaan Bulan Rajab

 
Penjelasan Mbah Sholeh Darat tentang Keutamaan Bulan Rajab
Sumber Gambar: aleqaria.com.eg, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Bulan Rajab adalah bulan mulia yang dinanti oleh banyak orang Islam. Hal ini dikarenakan bulan ini menandai semakin mendekatkan hadirnya bulan Ramadhan yang sangat agung dan mulia. Oleh sebab itu, menarik untuk kita kembali menelaah bagaimana KH. Sholeh bin Umar As-Samarani (Mbah Sholeh Darat) menjelaskan tentang fadhilah bulan Rajab ini.

Dalam Kitab Lathaifut Thaharah wa Asrarus Shalat karya Mbah Sholeh Darat, halaman 83-88 dituliskan bab khusus tentang "Bab Fadhilah Rajab". Kitab yang ditulis dengan pegon dan diterbitkan oleh Thoha Putra Semarang itu sangat detail dalam menjelaskan keutamaan bulan Rajab dengan merujuk pada sejumlah keterangan dari Hadis Nabi SAW.

Dalam kitab tersebut Mbah Sholeh Darat menjelaskan:

"Nabi bersabda: 'Barang siapa yang mengucapkan kalimat سُبْحَانَ الْحَيِّ الْقَيُّوْمِ sebanyak 100 kali tiap hari pada sepuluh hari awal Rajab,  mengucap سُبْحَانَ الْاَحَدِ الصَّمَدِ sebanyak 100 kali tiap hari pada sepuluh hari kedua, dan mengucap سُبْحَانَ الرَّؤُوْفِ sebanyak 100 kali tiap hari pada sepuluh hari ketiga, maka tidak ada orang yang bisa menghitung pahalanya".

Hadis ini memberikan pengertian tentang bacaan atau wirid yang perlu dibaca secara rutin setiap hari di bulan Rajab. Dan bahwa pahala yang didapatkan sangat banyak sekali, sehingga tidak bisa dihitung.

Selanjutnya, dijelaskan bahwa Rasulullah SAW juga pernah menyampaikan bahwa bulan Rajab adalah bulannya Allah SWT, sedangkan bulan Sya'ban adalah bulannya Rasulullah, sementara bulan Ramadhan merupakan bulannya umat Muhammad. Maka Nabi SAW selanjutnya menegaskan bahwa siapa saja yang menjalankan puasa sehari di bulan Rajab murni karena Allah tanpa niat lainnya, maka akan selalu mendapatkan ridho agung Allah dan dijanjikan tempat surga Firdaus.

Sedangkan pahala puasa Rajab dua hari akan mendapatkan kelipatan dua kali hitungan semua gunung di dunia. Puasa tiga hari mendapat pahala penghalang neraka. Puasa empat hari mendapat pahala diselamatkan dari segala bala' yang akan menimpa, semacam junun (gila), judzam (lepra) dan barash (kusta) serta diselamatkan dari fitnah Dajjal.

Sedangkan pahala puasa selama lima hari akan selamat dari siksa kubur. Pahala puasa enam hari adalah jaminan wajahnya bersinar saat keluar dari kubur sebagaimana sinar rembulan tanggal empat belas.

Adapun puasa tujuh hari adalah ditutupnya tujuh pintu neraka. Untuk pahala puasa delapan hari adalah dibukakan delapan pintu surga. Pahala puasa sembilan hari adalah akan bangun dari kubur dengan “memanggil” kalimat لَا اِلَهَ اِلَّا الله dan langsung masuk surga. Dan pahala sepuluh hari berpuasa adalah dimudahkan secara mulus dapat melalui jembatan Shirathal Mustaqim.

Mbah Sholeh Darat masih melanjutkan keteangannya, bahwa pahala puasa sebelas hari di bulan Rajab adalah tidak akan mendapat tandingan pahala kecuali orang yang sama menjalankan puasa yang sama. Lalu pahala puasa dua belas hari adalah mendapatkan pengakuan sebagai hamba yang mulia, dan kemuliaan itu melebihi dunia dan seisinya.

Sedangkan untuk amaliyah di bulan Rajab memang banyak sekali. Itu dikarenakan betapa mulianya bulan Rajab, sebagaimana dikehendaki oleh Allah SWT.

Dalam memberikan pemahaman amaliyah di bulan Rajab ini, Mbah Sholeh Darat menyebutkan amalan istighfar yang perlu dibaca setiap pagi dan sore sebanyak 70 kali agar terbebas dari neraka.

Perintah membaca istighfar itu sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam Hadisnya:

"Barangsiapa yang mengucapkan dalam bulan Rajab, Sya'ban dan Ramadhan pada waktu di antara Dzuhur dan Ashar kalimat berikut;

اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِيْ لَا اِلَهَ اِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ تَوْبَةَ عَبْدٍ ظَالِمٍ لَا يَمْلِكُ لِنَفْسِهِ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا وَلَا مَوْتًا وَلَا حَيَاتًا وَلَا نُشُوْرًا

(Saya memohon ampun kepada Allah, yang tiada Tuhan selain Dia, yang Maha Hidup, yang Maha Berdiri Sendiri, dan saya bertaubat kepada-Nya dengan taubat hamba yang dzalim yang tidak memiliki pada dirinya sendiri manfaat, mudarat, kekuatan, kehidupan dan kematian.)

maka Allah akan memerintahkan dua malaikat untuk membakar buku tulisan amal jeleknya."

Istighfar tersebut dibaca oleh Ibnu Abbas selama bulan Rajab sebagaimana keterangan yang terdapat di dalam Kitab Al-Adab fi Rajab.

Selanjutnya, Mbah Sholeh menjelaskan bahwa Allah bahkan menegaskan, setiap malam Rajab adalah malam milik Allah yang penuh rahmat. Dan adalah termasuk kemuliaan, jika seorang hamba berada pada kekuasaan Allah SWT dan tentu diberikanlah ampunan pada setiap hamba-Nya yang selalu memohon ampun.

Dalam sebuah Hadis dijelaskan bahwa barang siapa melaksanakan puasa pada hari keduapuluh tujuh di bulan Rajab dan bersedekah, maka Allah akan menulis pahala puasa tersebut dengan seribu kebaikan dan setara dengan memerdekakan seribu budak.

Selain itu, Mbah Sholeh Darat juga menjelaskan tentang sebuah malam mulia di dalam bulan Rajab yang disebut sebagai Lailatu Raghaib (ليلة رغائب). Keterangan mengenai hal itu diambil dari Hadis yang mengatakan, "Janganlah Anda sekalian lupa bahwa dalam awal Jumat di bulan Rajab, malamnya itu disebut dengan Lailatu Raghaib, yang mana itu berada pada sepertiga malam. Saat itu para malaikat tujuh langit dan tujuh bumi berkumpul menjadi satu di kanan kiri Kakbah dengan disaksikan oleh Allah. Lalu saat melihat peristiwa itu, Allah menyampaikan bahwa apa yang diminta malaikat akan dikabulkan. Sementara malaikat meminta pada Allah untuk memaafkan hamba-Nya yang berpuasa Rajab. Dan Allah tegas menjawab telah memaafkan semua hamba-Nya itu". Wallahu A'lam bis Showab.

Demikianlah penjelasan seputar keutamaan bulan Rajab, sebagaimana yang disampaikan KH. Sholeh bin Umar As-Samarani atau yang terkenal dengan sebutan Mbah Sholeh Darat.

Semoga kita semua mendapatkan berkah keutamaan dan kemuliaan bulan Rajab dengan memperbanyak amal baik dan memastikan niat yang tulus dan bersungguh-sungguh dalam bertaubat. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 06 Maret 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: M. Rikza Chamami (Alumni Qudsiyyah dan Dosen UIN Walisongo)

Editor: Hakim