Pesan-Pesan Pernikahan, dari Resep Rumah Tangga Bahagia Hingga Tatacara Bercinta

 
Pesan-Pesan Pernikahan, dari Resep Rumah Tangga Bahagia Hingga Tatacara Bercinta

LADUNI.ID - Di antara kunci rumah tangga bahagia menurut para leluhur adalah apabila suami-istri dapat menciptakan rumah tangga yang “Guyup-Rukun”, “Adem-Ayem”, dan “Mudah Sandang Pangan”.

Pertama, prinsip guyup-rukun, yaitu prinsip yang tidak berhubungan dengan keimanan dan ibadah, melainkan berhubungan dengan kesamaan pendapat dan tujuan antara suami dan istri.

Tentang Guyup rukun ini, ada contoh pasangan suami istri di daerah Malang, di mana yang suami suka adu ayam jago, sementara istrinya suka memandikan dan merawat ayam jago. Walapun keduanya termasuk pasangan yang jarang bahkan tidak beribadah sekalipun, tapi mereka tetap guyup dan rukun karena kesamaan pendapat dan tujuan.

Ada lagi, pasangan suami istri, yang suaminya gemar menjadi bandar togel sementara istrinya hobi pasang nomor togel. Walapun keduanya tidak konsisten beribadah tetapi rumah tangga mereka selalu terlihat guyup rukun.

Inilah contoh bahwa di dalam prinsip guyup rukun yang diutamakan adalah kesamaan pendapat dan tujuan bersama.

Jadi suami-istri, walaupun berbeda pendapat usahakan untuk sama atau tidak jauh-jauh beda, lebih utama salah satunya untuk mengalah agar rumah tangga senantiasa utuh.

Di dalam suatu riwayat diceritakan bahwa pada masa Sayiddina Umar ada seorang warga biasa yang setiap hari dimarahi oleh istrinya sehinga munculah inisiatif untuk mengadu kepada Sayidina Umar Sang Khalifah. Ketika warga yang ingin mengadu itu telah sampai di pintu masuk rumah Sayidina Umar, alangkah kagetnya ia bahwa Sayidina Umar yang seorang khalifah sekalipun, ketika berada di dalam rumah, tetap kena marah istrinya.

Mendengar Sayina Umar dimarahi Istrinya, warga yang akan mengadu kepada Sayidina Umar pun urung mengadu dan bertanya kepada Sayidina Umar kenapa ketika dimarahi istrinya, beliau diam?

Kepada warga tersebut Sayidina Umar berkata bahwa sebab istrikulah aku selamat dari api neraka karena aku terhindar dari maksiat dan perzinaan, istrikulah yang menjaga harta bendaku di rumah, istriku yang menyetrika baju-bajuku (padahal di dalam kitab-kitab fikih menyetrika masuk dalam tugas suami, bahkan di dalam kitab “Tukhfatul Arusyain” karya Syekh Abdul Manan al-Tayibi disebutkan tugas suami kepada istrinya berjumlah 100 lebih seperti masak dan menyetrika, begitu juga kewajiban istri terhadap suaminya yang ada 100 lebih), istriku yang merawat anak-anakku dan memasak untukku, sehingga walaupun aku (Umar) dimarahi oleh istriku aku tetap diam dan sabar.

Prinsip kedua di dalam rumah tangga adalah Ayem-tentrem yang prinsip ini, tidak bisa dipisahkan dengan ibadah dan keimanan kepada Allah. Jika untuk guyup rukun saja, cukuplah suami istri untuk menyamakan visi-misi berumah tangga. Tetapi agar rumah tangga ayem-tentrem suami dan istri harus istiqomah beribadah kepada Allah.

Di dalam Alquran setidaknya di dalam kamus “al-Mukjam al-Mufahras li Alfadzil al-Quran” disebutkan bahwa shigat makna sakinah ada enam dan kesemuanya tidak berhubungan dengan pangkat, harta dan kekayaan, melainkan dengan ibadah kepada Allah.

Perumpamaan ketenangan adem tentrem di dalam rumah tangga dengan cara ibadah kepada Allah diibaratkan seperti burung yang lebih menyukai hidup di hutan belantara daripada di dalam sangkar emas. Kenapa? Karena fitrah burung bisa tenang apabila bisa terbang di alam bebas. Begitulah sebenarnya manusia yang memiliki fitrah beribadah dan mengakui Allah sebagai Tuhannya.

Oleh karena itu, sekaya dan setinggi apapun pangkat seseorang tidak akan bisa tenang apabila tidak ibadah kepada Allah. Karena telah menjadi nalurinya untuk bneribadah dan bersaksi mengakui Allah sebagai tuhan, laksana burung di alam bebas, harimau di hutan belantara dan ikan yang hidup di lautan.

Prinsip yang ketiga adalah mudah sandang pangan, ada satu hadist qudsy di dalam kitab “al-Tibyan fi Adabi Hamalati Quran” yang cocok digunakan sebagai pedoman bagi para santri yang telah menikah yaitu :

‎عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ مَنْ شَغَلَهُ الْقُرْآنُ وَذِكْرِي عَنْ مَسْأَلَتِي أَعْطَيْتُهُ أَفْضَلَ مَا أُعْطِي السَّائِلِينَ

Artinya : "Barangsiapa disibukkan oleh Al Quran dan berdzikir kepadaku untuk memohon kepadaKu, maka Aku akan memberikan kepadanya sesuatu yang terbaik dari yang Aku berikan kepada orang-orang yang memohon, "

Maksudnya adalah mengaji dengan bersungguh, sekaligus mengurus perjuangan di dalam agama Allah (nhajar diniyah , madrasah dan TPQ) dengan sebenar-benarnya dan maksimal, sampai tidak sempat lagi untuk berdoa meminta kepada Allah rizki, maka Allah akan memberi kepadanya sesuatu yang lebih baik daripada orang yang meminta-minta.

Selain guyup-rukun, adem-tentrem, dan gampang sandang pangan sebagai prinsip sosial rumah tangga, ada satu term fikih yang mengatakan bahwa mawadah di dalam rumah tangga adalah jimak (bersenggama) sementara rahmah adalah keturunan. Keduanya adalah prinsip privat berumah tangga dan sangat penting sehingga harus diperhatikan oleh suami dan istri.

Sumber dari makna jima’ yang berakar dari keterangan fukoha ini juga memiliki kandungan bahwa diantara “maqasidun nikah” (tujuan dari pernikahan) adalah untuk mengeluarkan air sperma, yang air ini apabila tidak dikeluarkan akan menimbulkan penyakit. Bahkan Syekh Fatkkhurazi dan Dr. Jalainus memberi jadwal jimak bagi para “manten anyar” untuk melakukannya tiga kali dalam satu minggu, lebih dari itu afdhol, kurang dari itu kurang afdhol. Apabila telah ada perkembangan waktu satu dua tahun, diusahakan untuk tetap melakukan jima’ rutin satu kali dalam satu minggu.

Terkait dengan pentingnya jima’ sebagai ejawantah dari mawadah, ada kolerasi hadist yang menyebutkan pentingnya mata pencaharian suami berada di daerhanya agar suami dan istri tetap bisa berkumpul setiap hari. Bahkan pernah diuji secara medis, seorang yang secara konsisten bersenggama satu kali dalam satu minggu dengan istrinya selama satu tahun, manfaatnya setara dengan olahraga lari sejauh 70 mil serta menyehatkan jantung dan napas.

Sebaliknya apabila tidak rutin melakukan jimak, beberapa dokter ahli menulis dalam kitab tajribahnya, seseorang tersebut akan terkena tiga penyakit yang datang secara serta merta yaitu (1) mudah marah, (2) mudah gugup dan tidak bisa tenang karena sarafnya tegang, dan (3) “al-taqalus dzakaru” (akan mungsret burung cicak rowonya). Oleh dokter spesialis di Malang keterangan tiga penyakit tersebut ditambah dengan terkena penyakit pastat.

Adapun al-Rohmah yang dimaknai keturunan, disebut sebagai tujuan pokok dari pernikahan. Tata cara untuk menghasilkan anak yang shalih/hah dapat dimulai dari waktu dan cara senggama. Waktu yang baik untuk melakukan jima’ adalah malam Kamis, malam Jumat dan malam Senin. Sedangkan sebelum memulai senggama, dianjurkan suami istri untuk :
1. Wudlu terlebih dahulu
2. Ketika masuk kamar untuk mengucakan salam kepada para malaikat dengan ucapan “Asalamualaikum min ibadis sholihin” agar ada perbedaan antara tempat melampiaskan nafsu dan tempat ibadah
3. Kemudian shalat sunat dua rakaat
4. Suami istri saling bersalaman, dengan telapak tangan suami yang kiri diletakan di kepala istri sembari membaca berdoa:

‎اللهم إني أسألك من خيرها وخير ما جبلتها عليه 
وأعوذ بك من شرها وشر ما جبلتها عليه

5. Setelah itu, jangan dimulai dulu, usahakan dengan membuka baju suami membaca surat yasin 
6. Agar Istri tidak menunggu maka sambil membuka baju istri dianjurkan membaca surat al-Waqiah (agar rizki anak kelak diberikan kelancaran)
7. Setelah baru dimulai dengan membaca “alam nasroh” sebanyak 313 kali, apabila keberatan ya 101, bila masih berat kurangi 91, 41, 21, 11, 7, 3, 1 agar anak yang kelak dilahirkan memiliki Lathifatul Qalbi (Kelembutan Hati)
8. Dilanjutkan dengan membaca surat al-Ikhlas dan Muawidain
9. Lalu mulailah pertandingan (90 menit Red)
10. Kemudian ketika orgasme untuk mengingat-ingat Allah di dalam hati, dan jangan sampai dilafalkan apalagi diteriakan.

Oleh: Kiai Nurhadi via Fb Yusuf Suharto

 

 

Tags