Perjuangan Sang "Mujahidin Muda" Meraih Sederet Prestasi

 
Perjuangan Sang

LADUNI.ID, TOKOH- Aceh merupakan tanah musafir Tgk. Jambi salah satu hal yang sering terganjal dalam komunikasi adalah bahasa, tentunya dalam pergaulan sehari-hari Tgk. Jambi disamping berjibaku dengan turast klasik alias kitab gundul juga belajar bahasa Aceh yang merupakan bahasa pengantar dalam keseharian walaupun guru kelas juga menyampaikan syarahan dalam bahasa nasional.

Ketekunan dan kegigihan Tgk. Jambi menuntut ilmu di kota santri Samalanga telah terlihat di awal duduk kelas satu dan dua telah mendapatkan juara kelas, bahkan tradisi itu bertahan hingga kelas aliyah.

Bukan hanya kejeniusan Tgk. Jambi sehingga mendapatkan juara lokal bahkan merdu dan syahdunya bacaan al-Quran dipercayakan menjadi imam oleh qismu ibadah (seksi jama'ah), fenomena ini penulis melihat sendiri saat masih menjadi makmum  shalat jama'ah di Masjid Po Teuemeureuhom yang terletak di tengah-tengah dayah tersebut.

Menjadi Imam Shalat di Masjid Po Teumeuruhom bukan sembarang orang tentunya mereka yang terpilih dan lewat seleksi yang ketat. Untaian qiraah dan doa khas dalam balutan irama serta merdunya suara "emas" Tgk Jambi selalu di kenang jamaah yang menjadi makmum shalat berjamaah termasuk penulis sendiri.

Saat ada acara resmi, bahkan kekosongan Imam, guru besar dan qasmi jamaah selalu menyebut nama Tgk. Jambi untuk menjadi Imam shalat berjamaah padahal penulis sendiri saat itu belun mengenal sosok beliau.

Pengumuman juara kelas saat Muharram, nama Tgk Jambi lengkap dengan alamatnya selalu menghiasi pentas Muharram hingga naik ke kelas tujuh (kelas tauthiah). Pergaulan yang luas dengan berbagai lapisan dan suku yang belajar di dayah MUDI juga komunikasinya mampu menjembatani berbagai persoalan, di percayakan di bidang Hubungan masyarakat (Humas) Dayah MUDI.

Salah satu kelebihan Tgk. Jambi menjadi moderator (MC) handal disetiap acara resmi terlebih aneka lomba Muharram, kemampuannya mampu menghidupkan suasana juga canda kocak membuat santriawan dan santriawati saat itu mengabadikannya MC terfavorit sepanjang masa.

Jak Beut Laju Mandum Meurumpok

Taslim dan takdhim merupakan ciri khas seorang santri, mereka yang melakoni dirinya dengan sifat tersebut biasanya sosok santri yang berhasil dan keberkahan akan menghampirinya. Salah satu untaian kalimat yang sering di ucapakan dan menjadi inti sari nasehat untuk santri MUDI dan itu berkali-kali diucapakn guru di dayah MUDI termasuk Tgk Jambi sendiri menyimpan nasehat tersebut dalam memorinya.

Tidak pernah menyangkal dan menafikannya (membantah) nasehat "keuramat" tersebut. Akankah itu benar terwujud atau hanya sugesti saja? Kita tinggalkan sejenak menjawabnya

Dayah MUDI sejak dulu selalu ada menyinpan banyak misteri dan teka teki dalam bahasa singkatnya disebut "keuramat", diantaranya saat hujan deras, umpamanya hujan dimulai sejak dhuhur atau bakda asar, namun tiba-tiba kala wirid selesai hujan reda. Biasanya waktu tersebut saatnya waktu belajar malam dan terkadang hujan kembali berlanjut pasca pengajian sudah dimulai. Kejadian tersebut bukan hanya sekali bahkan beberapa kali dan ini diceritakan oleh banyak santri dan dewan guru yang pernah nyantri di dayah tertua di Aceh itu.

Salah satu hal lainnya yang menjadi petuah kramat dan ini realita di dalam masyarakat, "Urueng Beut di MUDI, menyeu keun malem, kaya" (Siapa yang belajar agama di dayah MUDI kalau tidak 'alim pasti kaya). Untaian itu saat penulis melakukan observasi walaupun skala kecil benar realitanya bahkan ungkapan tsrsebut telah disebitkan para assabiqul Awwalun yang sempat nyantri di dayah tersebut.

Awal tahun 2003 merupakan mula sejarah baru di dunia dayah. Betapa tidak dulunya kuliah begitu kontradiksi dengan dunia dayah, namun oleh Almukarram Abu MUDI mencoba menghadirkan kuliah di lingkungan dayah tanpa mengurangi nilai dan tradisi lama yang telah mengakar di dayah. Abu melihat tanpa gebrakan integrasi ilmu semacam ini, para alumni dayah tidak mampu mewarnai kehidupan diluar konteks dayah dengan bekal ilmu di dayah.

Singkat cerita, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI)  al-Aziziyah Samalanga lahirnya di MUDI dan reformasi intelektual ini berprinsip dengan qaidah  ” Memelihara hal-hal lama yang bagus dan mengambil hal-hal baru yang lebih bagus”.  Dalam kaedah bahasa Arab dituliskan sebagai berikut.

المحُاَفَظَةُ عَلَى القَدِيْمِ الصَالِحِ وَالأَخْذُ باِلجَدِيْدِ الأَصْلَحِ

Tgk Jambi saat itu masih kelas enam, obsesi untuk melanjutkan ke dunia kuliah tidak pernah terlintas dan terbayangkan, namun saat itu harus ada mahasiswa untuk kuliah perdana, terpaksa mereka yang kelas enam dibolehkan untuk kuliah, kalau tidak, eksistensi dan keberadaan STAIA akan terganggu. Saat itu mereka yang kelas enam "diwajibkan" kuliah dengan banyak pertimbangan. Tgk Jambi akhirnya harus mengikuti ajakan tersebut.

Kuliah saat itu berbeda dengan beberapa tahun terakhir ini pasca 2010, mereka yang kuliah harus tamat kitab Ianah Ath-Thalibin. Hal ini tentunya dengan banyak pertimbangan dan bertolak belakang saat awal pendirian STAIA yang kini telah menjadi IAI al-Aziziyah Samalanga.

Kuliah dan aktifitas kampus bahkan sempat menjadi ketua BEM STAIA, Tgk Jambi tidak pernah terbawa dengan irama, qaidah yang menjadi landasan utama lahirnya kuliah seperti yang diungkapkan Abu MUDI sesuai dengan qaidah diatas, Tgk Jambi terus mengabdi diri mengajar dan awalnya mengajar di perbantukan di komplek putri, murid kala itu merupakan para dewan guru komplek putri, Letting Kak Siti Tiro, Tgk Fitri Padang Tiji dan lainnya.

Setelah selesai sarjana, kampus membutuhkan tenaga berpendidikan strata dua, saat itu pihak yayasan Al-Aziziyah berhasil memberikan beasiswa via pemerintah Aceh saat M. Nazar menjadi Wagub Aceh kepada beberapa dewan guru saat itu.  S-2 beasiswa Pemda Aceh tahun 2009 -2011di UIN Ar-Raniry, selama kurang dari 2 tahun berhasil diselesaikan dengan sempurna.

Dulunya ketika masih sarjana dan dosen masih dibolehkan strata satu, Tgk Jambi juga menjadi dosen dan staf akademik di kampus tersebut.
Jabatan akademis kala itu sebagai staf admistrasi STAIA 2007 dan Sekjur Tarbiyah 2008.

Masterpun diraih Tgk Jambi, saat itu Dayah Jami'ah Al-Aziziyah (DJA) Batee Iliek baru didirikan, Tgk. Muntasir A. Kadir yang juga ketua STAIA meminta beberapa guru untuk membantu mengajar dan menjadi guru serta kepala sekolah di dayah tersebut. Tgk Jambi dipercayakan menjadi Kepala SMPS DJA mulai tahun 2012 hingga saat ini. Ilmu yang didapatkan masih merasa kurang dan berbagai pertimbangan lainnya, akhirnya melanjutkan pemdidikan doktoral di UINSU mulai tahun 2014.

Kegigihan dan kejeniusan Tgk Jambi akhirnya strata tiga itu berhasil Di raihnya dalam masa yang tidak lama dan awal tahun 2018, doktor berhasil diraih di bidang ilmu syariah. Jabatan dan organisasi yang digelutinya sangat banyak, diantaranya terlibat dalam HMI hingga skala nasional, Direktur LSM Gasih Aceh, Direkrut CV. SABENA dan lainnya.

Apa yang beliau geluti di luar dayah persis sama jalurnya saat di dayah, memang benar apa yang dikatakan para guree terdahulu dan penulis menyimpan petikan nasehat itu dalam "peti emas" plastis hidup, "Kiban di dayah meunan di gampong" (Kebiasaan kita dalam masyarakat sama seperti kala kita Di dayah). Hal ini sama persis yang dialami Tgk Jambi, saat di dayah menjadi Humas bahkan Humas abadi, kala berkecimpung di gampong (maksudnya di luar Fatah) juga menjadi Humas dan ini masih dilakoninya menjadi Humas IAIA hingga saat ini.

Kita kembali ke pernyataan di awal "jak beut laju mandum merumpok", benarkah demikian? Ternyata dengan  taslim dan takdhim diringi kesabaran serta petunjuk dari sang guru juga pengabdian untuk dayah. Untaian tersebut terbukti, tanpa pernah di cita-citakan, baik meraih strata satu hingga doktor bahkan dosen sekalipun itu terjawab sudah dengan jak beut (mengejar akhirat), hal yang lain yang tidak pernah diprogramkan tercapai (mandum merumpok)  baik doktor dan dosen. Inilah dahsyatnya Di balik tanah MUDI dalam perspektif JBMM (Jam Beut Mandum Merumpok).