Memperkenal Masjid Sejak Dini Kepada Anak sebagai Generasi Penerus

 
Memperkenal Masjid Sejak Dini Kepada Anak sebagai Generasi Penerus

LADUNI.ID, KOLOM-Anak merupakan amanah dan anugerah Allah Swt. Kita sebagai orang tua hendaknya sejak harus menanamkan nilai Islam kepada anak kita sebagai generasi penerus. Diantaranya memperkenalkan kepada mereka masjid sebagai tempat ibadah.

Kita sering membawanya untuk berjamaah bersama atau sekedar bermain yang memang tidak diarang dalam perspektif syariat.

Sejarah telah mencatat para sahabat dan Rasulullah sangat mencintai anak-anak dan kerap membawanya ke masjid. Fenomena ini sebagaimana disebutkan dalam hadist.

Abdullah bin Syaddad meriwayatkan bahwa ayahnya berkata : ”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam menemui kami saat hendak mengerjakan salah satu shalat malam (yaitu maghrib atau ’isya’) sambil membawa Hasan atau Husain. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam maju dan meletakkan cucunya tersebut lalu mengucapkan takbiratul-ihram dan memulai shalat.

Di tengah shalat, beliau sujud cukup lama”. Ayahku berkata : ”Maka aku mengangkat kepala, lalu tampaklah cucu beliau yang masih kecil itu sedang bermain di tas punggung beliau, sedangkan beliau tetap sujud. Maka akupun sujud kembali.

Setelah selesai shalat, para shahabat bertanya : ’Wahai Rasulullah, engkau sujud terlalu lama di tengah-tengah shalat tadi, sehingga kami mengira telah terjadi sesuatu, atau engkau sedang menerima wahyu”.
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Semua dugaan kalian tidaklah terjadi. Akan tetapi cucuku ini sedang naik ke punggungku seperti sedang menunggang kendaraan. Aku tidak ingin menyudahinya sampai ia benar-benar berhenti sendiri”
[HR. Nasa’i dalam Ash-Shughraa no. 1141; shahih.

Sahabat Nabi Yang Bernama Rabi’ menceritakan bahwa pada suatu pagi hari Asyura Rasululah mengirim pesan ke kampung-kampung sekitar kota Madinah, yang bunyinya 
وعن الربيع بنت معوذ رضي الله عنها قالت: أرسل رسول الله صلى الله عليه وسلم غداة عاشوراء إلى قرى الأنصار التي حول المدينة: “من كان أصبح صائماً فليتم صومه، ومن كان أصبح مفطراً فليتم بقية يومه” فكنا بعد ذلك نصومه ونصوم صبياننا الصغار منهم إن شاء الله، ونذهب إلى المسجد فنجعل لهم اللعبة من العهن، فإذا بكى أحدهم على الطعام أعطيناها إياه عند الإفطار (رواه مسلم)

“Barang siapa yang sudah memulai puasa dari pagi tadi maka silahkan untuk menyelesaikan puasanya, dan bagi yang tidak puasa juga silahkan terus berbuka”. Sejak saat  itu kami senantiasa terus berpuasa pada hari Asyura, begitu juga anak-anak kecil kami banyak yang ikutan berpuasa dengan kehendak Allah, dan kami pun ke masjid bersama anak-anak. Di masjid kami menyiapkan mainan khusus buat anak-anak yang terbuat dari wool. Kalau ada dari anak-anak itu yang tidak kuat berpuasa dan menangis minta makan maka kamipun memberi makanan bukaan untuknya”. (HR. Muslim)

Melihat fenomena sekarang, adakah anak-anak sekarang berani menunggangi punggung imam? Kita yakin gak ada yang berani. Mereka hanya bergurau dengan temannya, itupun kadang masih sungkan jika dipisahkan orang dewasa diantaranya. Si kecil yang berlarian di antara shafpun karena mereka masih belum mengerti tentang larangan melewati orang shalat.

Tapi ketika melarang, apalagi menghardik mereka di masjid, satu hal yang pasti, kita sudah menciptakan seorang pembendlci yang merupakan pembenci mesjid di masa depan. Secara tidak langsung kita telah mengajarkan bahwa masjid adalah tempta terlarang. Na’udzubillah. Mari kita perkenalkan mesjid kepada anak kita sejak  dini dengan mengajaknya berjamaah dan sejenisnya.

***Helmi Abu Bakar El-Langkawi, penggiat Literasi asal Dayah MUDI Samalanga