Wisata Religi dan Berdoa di Makam Keramat Mbah Wali Tanduran Pekalongan

Memperoleh Donasi Sebesar : Rp 0. Donasi Sekarang
 
Wisata Religi dan Berdoa di Makam Keramat Mbah Wali Tanduran Pekalongan

Sepintas Sejarah

Ketika Prabu Siliwangi bertahta di Tatar Sunda, ia berkuasa atas wilayah dari Ujung Kulon hingga Cipamali (Kali Pemali). Dari salah seorang Prameswarinya yang beragama Islam, yaitu Nyai Putri Subanglarang, ia berputra tiga orang yaitu (1) Pangeran Walangsungsang ; (2) Nyai Putri Larasantang ; (3) dan Raja Sangara.

Ketiga putranya itu diijinkan untuk mengikuti agama Ibunya yang Islam. Namun sebagai putra raja, Pangeran Walangsungsang tidak merasa puas belajar mengaji dari ibunya saja. Ia menjadi “”Satria Pengembara” mencari guru-guru agama yang dianggapnya memiliki Ilmu Islam yang tinggi.

Dalam suatu pengembaraannya di Gunung Merapi, dari orang-orang tua di sana memberikan wejangan “Kalau ingin menemukan guru agama yang baik dan tinggi ilmunya, temui saja Syekh Datuk Kahfi di Pesantren Amparan Jati Cirebon’.

Pangerang Walangsungsang berangkat dari Gunung Merapi ke Cirebon dengan cara jalan memintas. Dalam perjalanannya menuju Cirebon, berkali-kali Pangeran Walangsungsang berhenti dan beristirahat di berbagai tempat. Di setiap persinggahan, Pangeran Walangsungsang mengajarkan berbagai ilmu, diantaranya Ilmu Agama Islam, Ilmu Bertani dan Berladang, juga ilmu berburu binatang buas. Ilmunya itu dipelajari oleh masyarakat yang disinggahinya.

Di sebuah Pedukuhan, Pangeran Walangsungsang dikenal sebagai ahli bertani. Ilmu bercocok tanam ini dinamakan masyarakat dengan sebutan “Tanduran” oleh karena Pangeran Walangsungsang tak pernah memberitahukan nama aslinya (sedang menyamar) sehingga oleh masyarakat dan murid-muridnya hanya dikenal sebagai “Mbah Wali Tanduran”.

Kegemarannya sebagai pemburu Binatang Buas, sehingga oleh masyarakat setempat dikenal juga sebagai “Paninggaran” hingga kini sebutan itu melekat erat dan dijadikan nama desa yang juga Kecamatan, yaitu Desa Paninggaran dan Kecamatan Paninggaran.

Selama Pangeran Walangsungsang tinggal di Dusun yang sekarang dikenal “ Paninggaran” adiknya, Nyai Putri Larasantang mencarinya, dikawal ketat oleh pasukan Khusus Pajajaran yang terdiri dari “Harimau Lodaya”.

Nyai putri Larasantang singgah dan beristirahat di sebuah Puncak Gunung, sambil berdzikir memohon kepada Allah SWT, agar kakaknya yang ia cari dapat diketemukan. Setelah berhari-hari beristirahat di Puncak Gunung, ia mendapat petunjuk dari Alam Ghaib bahwa kakaknya itu berada di sebuah Dusun di kaki gunung yang dipakainya beristirahat.

Di sebuah bukit, yang sekarang disebut Dukuh Cokrah, Nyai Larasantang menemukan “Petilasan” yang terdiri dari hamparan batu-batu bekas tempat bertapa. Di Petilasan itu ia mendapatkan petunjuk, bahwa tempat tersebut asalnya tempat Mbah Wali Tanduran mengajarkan berbagai ilmunya. Namun sangat disayangkan, mbah Wali Tanduran yang rambutnya suka digelung (Magelung) itu, talah berangkat tapa meninggalkan pesan apa-apa, dan tidak memberitahukan kemana Mbah Wali Tanduran pergi.

Dengan rasa kecewa, akhirnya Nyai putri Larasantang meneruskan perjalanannya, bertanya-tanya ke setiap penduduk. Di sebuah tempat, tepatnya di Puncak  Bukit, Nyai Larasantang menemui para pengawalnya yang terdiri dari “Harimau Lodaya”.  Ia dengan pasukannya, beristirahat kembali di puncak bukit itu, semacam pesanggrahan yang dihampari batu-batuan yang juga disebut “Pesarean” yang juga berfungsi sebagai tempat bertapa, berdzikir memohon petunjuk dari Allah yang Maha Kuasa.

Dalam dzikirnya itu, Nyai Putri Larasantang mendapatkan petunjuk gaib, bahwa kakaknya yang ia cari sudah berada di Pesantren Amparan Jati Cirebon. Akhirnya Nyai Putri Larasantang bertemu dengan kakaknya di Pesantren Amparan Jati, yaitu Raja Sangara. Setelah menamatkan Ilmu Agama Islamnya, ketiga putra-putri Prabu Siliwangi itu, pergi menunaikan Ibadah Haji ke Mekkah.

Dukuh Cakal-bakal (Pertama) tempat murid-muridnya Mbah Wali Tanduran disebut “Dukuh Pesantren” yang hingga kini terdiri dari Sebelas Rumah, dikenal sebagai “Kampung Pesantren”.

Puncak gunung tempat pertapaan (Peristirahatan) Nyai Putri Larasantang yang pertama, kemudian dikenal sebagai Gunung Pajajaran. Sedangkan bukit tempat peristirahatan yang kedua dikenal sebagai Gunung Santri.

Wallahuallam bishawab.

 

Lokasi Makam

Makam Keramat Mbah Wali Tanduran berada di desa Paninggaran, Kecamatan Paninggaran Kabupaten Pekalongan