Keteladanan Ummul Mukminin, Sayyidah Khadijah

 
Keteladanan Ummul Mukminin, Sayyidah Khadijah
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Tak kuasa menahan air mata, banyak yang menangis haru membaca kisah Ummul Mukminin, Sayyidah Khadijah, Istri Rasulullah SAW. Sosok panutan dan merupakan perempuan yang sangat istimewa. Beliau adalah ibu orang-orang beriman yang selalu berjuang dengan tulus untuk membantu dakwah suaminya, Rasulullah SAW.

Diriwayatkan, bahwa Sayyidah Khadijah adalah istri pertama Rasulullah SAW yang memiliki dua pertiga (2/3) wilayah Makkah. Beliau adalah perempuan bangsawan yang menyandang kemuliaan akhlak dan kelimpahan harta kekayaan. Namun, ketika beliau wafat, tak selembar kafan pun dimilikinya. Bahkan baju yang dikenakannya di saat menjelang ajal adalah pakaian kumuh dengan 83 tambalan.

“Fatimah putriku, aku yakin ajalku segera tiba,” bisik Sayyidah Khadijah kepada Fatimah, sesaat menjelang ajalnya.

“Yang aku takutkan adalah siksa kubur. Tolong mintakan kepada ayahmu, agar beliau memberikan sorbannya yang biasa digunakan menerima wahyu untuk dijadikan kain kafanku. Aku malu dan takut memintanya sendiri,” pinta Sayyidah Khadijah.

Mendengar hal itu Rasulullah SAW lalu berkata, “Wahai istriku Khadijah, Allah menitipkan salam kepadamu, dan telah dipersiapkan tempatmu di surga.”

Setelah itu, Sayyidah Khadijah, Ummul Mu'minin (ibu kaum mukmin), tidak lama kemudian menghembuskan nafas terakhirnya di pangkuan Rasulullah SAW.

Didekapnya, sang istri itu dengan perasaan pilu yang teramat sangat. Tumpahlah air mata mulia Rasulullah SAW dan semua orang yang ada di tempat itu.

Dalam suasana duka, Malaikat Jibril turun dari langit dengan mengucap salam dengan membawa lima lembar kain kafan.

Rasulullah menjawab salam Jibril, kemudian bertanya, “Untuk siapa sajakah kain kafan itu, ya Jibril?”

“Kafan ini untuk Sayyidah Khadijah, untuk engkau ya Rasulullah, untuk Fatimah, Ali dan Hasan,” jawab Jibril yang tiba-tiba berhenti berkata, kemudian menangis.

Rasulullah bertanya, “Kenapa, ya Jibril?”

“Cucumu yang satu, Husain, tidak memiliki kafan. Dia akan dibantai, tergeletak tanpa kafan dan tak dimandikan,” jawab Jibril.

Rasulullah SAW lalu berkata di dekat jasad Siti Khadijah, “Wahai Khadijah, istriku tersayang, demi Allah, aku takkan pernah mendapatkan istri sepertimu. Pengabdianmu kepada Islam dan dirimu sungguh luar biasa. Allah Maha mengetahui semua amalanmu. Semua hartamu yang kau hibahkan untuk Islam, kaum Muslimin pun ikut menikmatinya. Semua pakaian kaum Muslimin dan pakaianku ini juga darimu. Namun begitu, mengapa permohonan terakhirmu kepadaku hanyalah selembar sorban?”

Tersedulah Rasulullah SAW mengenang istrinya semasa hidup. Jiwa, raga dan hartanya dipertaruhkan untuk kepentingan Islam seutuhnya.  

Tentang Kebesaran Hati Sayyidah Khadijah

Dikisahkan, suatu hari, ketika Rasulullah SAW pulang dari berdakwah, beliau masuk ke dalam rumah. Khadijah menyambut, dan hendak berdiri di depan pintu, kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Khadijah, tetaplah kamu di tempatmu.”

Demikianlah sikap Rasulullah yang melihatt ketika itu Sayyidah Khadijah sedang menyusui Fatimah yang masih bayi.

Saat itu, seluruh kekayaan Sayyidah Khadijah digunakan semuanya untuk kepentingan islam. Sehingga, sering kali makanan pun tak punya, bahkan dikisahkan dalam sebuah riwayat, bahwa ketika Fatimah menyusu, bukan air susu yang keluar akan tetapi darah. Ya, darah lah yang masuk dalam mulut Fatimah r.a.

Kemudian Rasulullah SAW mengambil Fatimah dari gendongan istrinya, dan diletakkan di tempat tidur.

Rasulullah yang lelah sepulang berdakwah dan menghadapi segala caci-maki serta fitnah manusia itu lalu berbaring di pangkuan Khadijah hingga tertidur.

Ketika itulah Khadijah membelai kepala Rasulullah SAW dengan penuh kelembutan dan rasa sayang. Tak terasa air mata Khadijah menetes di pipi Rasulullah SAW hingga membuat beliau terjaga.

“Wahai Khadijah, mengapa engkau menangis? Adakah engkau menyesal bersuamikan aku?” tanya Rasulullah dengan lembut.

“Dahulu engkau adalah perempuan bangsawan, engkau mulia, engkau hartawan. Namun hari ini engkau telah dihina orang. Semua orang telah menjauhi dirimu. Seluruh kekayaanmu habis. Adakah engkau menyesal, wahai Khadijah, bersuamikan aku, Muhammad?” lanjut Rasulullah tak kuasa melihat istrinya menangis.

“Wahai suamiku, wahai Nabi Allah. Bukan itu yang kutangiskan," jawab Sayyidah Khadijah.

Dahulu aku memiliki kemuliaan. Kemuliaan itu telah aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya. Dahulu aku adalah bangsawan. Kebangsawanan itu juga aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya. Dahulu aku memiliki harta kekayaan. Seluruh kekayaan itupun telah aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya.”

“Wahai Rasulullah, sekarang aku tak punya apa-apa lagi. Tetapi engkau masih terus memperjuangkan agama ini. Wahai Rasulullah, sekiranya nanti aku mati sedangkan perjuanganmu belum selesai, sekiranya engkau hendak menyeberangi sebuah lautan, sekiranya engkau hendak menyeberangi sungai namun engkau tidak memperoleh rakit atau pun jembatan, maka galilah lubang kuburku, ambillah tulang-belulangku, jadikanlah sebagai jembatan bagimu untuk menyeberangi sungai itu supaya engkau bisa berjumpa dengan manusia dan melanjutkan dakwahmu. Ingatkan mereka tentang kebesaran Allah. Ingatkan mereka kepada yang hak. Ajak mereka kepada Islam, wahai Rasulullah”.

Sayyidah Khadijah telah berpulang ke hadirat Allah SWT. Dan di samping jasad Sayyidah Khadijah, Rasulullah SAW kemudian berdoa kepada Allah, “Ya Allah, ya Ilahi Rabbi, limpahkanlah rahmat-Mu kepada Khadijahku, yang selalu membantuku dalam menegakkan Islam. Mempercayaiku pada saat orang lain menentangku. Menyenangkanku pada saat orang lain menyusahkanku. Menenteramkanku pada saat orang lain membuatku gelisah.”

Rasulullah SAW pun tampak sedih. “Oh Khadijahku sayang, kau meninggalkanku sendirian dalam perjuanganku. Siapa lagi yang akan membantuku?”

“Aku, ya Rasulullah!” sahut Ali bin Abi Thalib, menantu Rasullulah.

***

Semoga kita diberkahi rezeki berlimpah dan bisa sowan kepada Rasulullah SAW dan Ummul Mukminin, Sayyidah Khadijah. Dan semoga kita bisa dipertemukan kelak di akhirat. Amin. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 13 Mei 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Siti Arrahmah

Editor: Hakim