Tradisi Ziarah Kubur dalam Masyarakat Aceh

 
Tradisi Ziarah Kubur dalam Masyarakat Aceh

LADUNI. ID, KOLOM- Aceh menjadi salah satu pemenang wisata islami pada beberapa tahun yanglam ajang World Halal Tourism Award, hal tersebut tidak terlepas dari kuatnya tradisi masyarakat Aceh yang bermuara pada prinsip-prinsip halal.

Selain itu Aceh juga dikenal dengan budayanya yang beragam serta agama Islamnya yang masih sangat mendominasi. Aceh juga dikenal memiliki penduduk yang ramah dan memiliki banyak tempat wisata yang bisa dikunjungi, baik itu wisata islami maupun wisata religi.

Hal ini jelas terlihat melalui banyaknya peninggalan situs-situs sejarah pada masa perperangan dengan Belanda dan Jepang masa itu. Peninggalan ini terdapat dalam berbagai bentuk seperti, Gunongan, Kherkhop, Rumoh Aceh, dan Makammakam. Dijalan lintas Medan ke Banda Aceh, ujung timur kabupaten Bireun tepatnya di desa Blang Tambu, 100 m dari simpang Tambu terdapat area makam bukti peninggalan sejarah.

Makam yang dikenal dengan nama makam Tgk Syahid Lapan. Makam yang dulunya hanya memiliki luas sebesar areal makam saja setelah tsunami mengalami pemugaran dan pembesaran area lahan sehingga luas makam sekarang menjadi besar hingga beberapa ratus meter.

Aura sakral akan terasa saat melihat mobil atau kendaraan lainya melambatkan laju kendaraannya ketika akan mendekati area makam. Ada kendaraan yang hanya berhenti untuk sekedar mebmerikan sedekah pada kotak yang berada tepat didepan makam, ada juga yang khusus berhenti karna memiliki kepentingan pribadi.

Aura sakral makin terasa saat memasuki area makam. Dimana ada Sebagian pengunjung yang menunaikan shalat, serta ada yang sebagian berzikir. Lokasi makam inipun tidak sulit untuk dicapai, karena akses yang mudah tepat disamping jalan memudahkan para pengunjung untuk mencapai lokasi.

Dari jarak 100 m dari arah simpang tambu kita sudah bisa melihat ada dua komplek yang dipadati oleh pengunjung dari berbagai macam usia.

Dari arah Banda Aceh kita akan mendapati area makam terletak disebelah kanan dan tepat disebarang jalannya ada mushala yang khusus digunakan para pengunjung untuk sekedar beristirahat atau menunaikan shalat. Sedangkan di dalam area makam sendiri dari jauh kita sudah bisa melihat pohon besar yang menaungi area makam.

Ada sebagian pengunjung yang menunggu keluarganya di luar area makam, sambil menikmati semilir angin di bawah pohon yang dikenal dengan Sala Teungeut (teungeut dalam bahasa Aceh artinya tidur), sebab jika mendekati senja daun pohon ini menguncup selayaknya tidur.

Menurut informasi dari pengurus makam pohon ini telah berusia ratusan tahun dan telah tumbuh sebelum komplek makam berada. Pemugaran yang terjadi pada area makam bertujuan demi kenyamanan para pengunjung. Menurut penjaga makam para pengunjung datang dari berbagai daerah dan faktor- faktor yang berbeda.

Makam Tgk. Lapan menjadi salah satu objek wisata Islami yang popular di wilayah Bireun. Makam Tgk lapan memberikan suasana dan pengalaman yang berbeda untuk memperoleh nikmatnya wisata religius. Tidak jauh dari makam Tgk Lapan, 11 km sebelah barat terdapat satu lagi makam yang dikunjungi peziarah tepatnya di makam Teungku Abdul Aziz bin M.Shaleh atau yang lebih dikenal dengan makam Abon Aziz.

Makam ini berada dalam kawasan dayah salafi Mudi Mesra, akses ke makam untuk para pengunjung sangat mudah, dikarenakan adanya pemandu menuju ke area makam. Suasana sakralpun kembali terasa disini seperti di makam Tgk Lapan.

Pada hari biasa saat para santriwan aktif di dayah dari kejauhan kita sudah bisa melihat rutinitas seperti pembacaan ayat suci Al-Qur an oleh para santriwan yang setiap hari berubah. Pembacaan ayat suci Al-Qur an yang rutin menurut para santriwan selain sebagai amalan juga merupakan sebuah pengharapan dan doa untuk mendapatkan karamah dari Abon Aziz.

Makam Abon Aziz dikelilingi pagar serta bunga yang terdapat di area makam. Tepat disudut bagian kepala makam terdapat bunga khas Aceh, yaitu seulanga. Sesekali sambil membaca Al-Qur an kita bisa mencium wangi bunga seulanga.

Wangi yang khas dari bunga seulanga dan udara yang berhembus sejuk membuat pengunjung merasa nyaman. Diatas makam terdapat batu putih yang berukuran dari kecil hingga berukuran sedang yang sudah dipenuhi dengan tulisan-tulisan berisi permintaanpermintaan seseorang. Tepat disamping makam terdapat banyak balee (sebutan orang aceh untuk pondok atau serambi) yang dipakai para santriwan untuk belajar mengaji.

Balee tersebut juga biasa digunakan untuk acara-acara besar seperti peringatan hari besar Islam, maupun acara-acara besar dayah, seperti pertemuan-pertemuan dengan sesama anggota organisasi Islam yang besar. Dari kedua makam diatas ada perbedaan-perbedaan dalam masingmasing orang memperlakukan makam, di makam Tgk Lapan penulis melihat ada sebagian orang yang mensakralkan karena mengharapkan karamah dari orang-orang yang dikubur didalam makam tersebut.

Ada juga sebagian yang hanya penasaran dan memperlakukan makam tersebut seperti makam-makam biasa pada umumnya, dikarenakan rasa penasaran sehingga saat peziarah datang ketempat tersebut mereka hanya sekedar berhenti untuk memasukkan beberapa uang ke dalam kotak sedekah yang berada tepat di depan makam, atau berhenti untuk menikmati wisata kuliner yang berada dekat dengan makam.

Sedangkan di kuburan Abon Aziz, hampir semua pengunjung dan masyarakat sekitar mensakralkan makam Abon Aziz. Dikarenakan pengunjung dan masyarakat sekitar meyakini bahwa Abon Aziz mempunyai karamah, sehingga perlakuan istimewa seperti pemugaran dan adab-adab serta syarat mengunjungi makam pun berlaku.

Seperti adanya larangan bagi perempuan yang sedang dalam keadaan tidak suci (haid) untuk memasuki area makam. Perlakuan Istimewa juga kelihatan jelas ketika para pengunjung menulis keinginan dan harapannya di batu putih kecil yang terletak diatas makam.


Ada banyak teori tentang bagaimana orang memperlakukan makam, salah satunya teori yang dikemukakan oleh Henri Chambert-Loir, didalam bukunya yang berjudul The Potent Dead: Ancestors, Saints, and Heroes in Contemporary Indonesia dia mengatakan bahwa kematian merupakan fakta utama dari sebuah kehidupan dimana harapan dan ketakutan menjadi daya yang paling banyak dihabiskan saat kematian akan menjemput.

Ritual keagamaan menjadi salah satu upaya untuk mengatur dan mengatasi masalah tersebut dimana orang yang telah mati dikuburkan sehingga orang yang ditinggalkan bisa terus melanjutkan hidup. Disini dia mengatakan makam merupakan salah satu sebab penting untuk mengatasi harapan dan ketakutan manusia tentang kematian.

Ada juga teori yang mengatakan orang memperlakukan makam sebagai salah satu wisata, yaitu wisata ziarah, dimana wisata ini banyak dilakukan perorangan atau rombongan ke tempat-tempat suci, ke makam orang-orang besar atau pemimpin yang diagungkan, ke bukit atau gunung yang dikeramatkan, ketempat pemakaman tokoh atau pemimpin sebagai manusia ajaib penuh lagenda.

Wisata ziarah dimaknai sebagai kegiatan wisata ketempat yang memiliki makna khusus bagi umat beragama, biasanya merupakan tempat ibadah yang memiliki kelebihan. Kelebihan ini misalnya dilihat dari sisi 1 Henri Chambert- Loir, Anthony Reid, The Potent Dead: Ancestors, Saints, and Heroes in Contemporary Indonesia,(London: Allen and Unwin; 2002)

Sejarah, adanya mitos atau legenda mengenai tempat tersebut, ataupun keunikan dan keunggukan arsitektur bangunannya. Dari teori-teori diatas sangat jelas bahwa ada berbagai macam teori mengenai bagaimana orang memperlakukan makam, sehingga dari permasalahan diatas penulis ingin mengetahui dan meneliti mengenai bagaimana persepsi masyarakat terhadap ziarah kubur.

Dalam interaksi simbolik, kita juga dapat melihat orang mengartikan dan menafsirkan gerak-gerak orang lain dan bertindak sesuai dengan arti itu. Adapun menurut teoritis interaksi simbolik yang dipaparkan Dedi mulyana, Kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol yang mempresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga pengaruh yang ditimbulkan penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak 

***ZAFWIYANUR SAFITRI, 2017