Kajian Kitab Hikam Pasal 18, 'Fana dan Baqa Filah (Sirna dan Kekal Didalam Allah)

 
Kajian Kitab Hikam Pasal 18, 'Fana dan Baqa Filah (Sirna dan Kekal Didalam Allah)

LADUNI.ID, Jakarta - Kajian Kitab Al-Hikam Pasal 18, tentang 'Fana dan Baqa Filah (Sirna dan Kekal Didalam Allah)

Oleh : Asy-Syaikh Al-Habib Shohibul Faroji Azmatkhan

Asy-Syaikh Ahmad Ibnu Muhammad ibnu Atho'illah As-Sakandari dalam Kitab Al-Hikam pasal 18, berkata :

كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى ظهرفى كلّ شيىءٍ

"Bagaimana akan mungkin dihijab oleh sesuatu, padahal Dia [Allah] yang terlihat dalam tiap sesuatu."

Penjelasan (Syarah)
Dari segi bahasa al-fana’ berasal dari kata faniya, yang artinya musnah atau lenyap.

Fana’ mempunyai beberapa pengertian.
1. fana’ ash-shifat, yaitu lenyapnya sifat yang tercela, berganti dengan baqa’ tetapnya sifat yang baik.
2. fana’ al-iradah, yaitu fana’-nya manusia dari kehendak-Nya berganti dengan tetapnya kehendak Tuhan pada dirinya.
3. fana’ ‘an-nafs, yaitu hilangnya kesadaran manusia terhadap dirinya berganti dengan tetapnya kesadaran tentang Allah pada diri sufi.

Pemahaman Fana' ada 2 Pengertian:
1. Fana’ dalam pengertian mistik, yaitu hilangya ketidaktahuan dan tinggallah pengetahuan sejati yang diperoleh melalui intuisi tentang kesatuan esensial keseluruhan itu.

2. Fana’ dalam pengertian metaisika, yang berarti hilangnya bentuk-bentuk dunia fenomena dan berlangsungnya substansi universal yang satu.

Fana’ adalah sirnanya kesadaran manusia terhadap segala fenomena alam, dan bahkan terhadap nama-nama dan sifat-siat Tuhan (fana’’an shifat al-haqq), sehingga yang betul-betul ada secara hakiki dan abadi (baqa’) didalam kedasarannya adalah wujud mutlak.

Dalam sufisme, seseorang mngharapkan kematian sebelum datangnya kematian. Maksudnya adalah mematikan diri dari pengaruh dunia, sehingga yang tersisa hidup didalam dirinya hanyalah Tuhan semata, keadaan yang kedua ini dinamakan baqa’.

Fana’ berbeda dengan al-fasad (rusak). Fana’ artinya tidak tampaknya sesuatu, sedangkan rusak adalah berubahnya sesuatu kepada sesuatu yang lain.

Beberapa guru sufi menjelaskan sebuah pemusnahan yang dikenal dengan fana’ al-fana’ (puncak segala pemusnahan). Dengan cara ini mereka bermaksud memusnahkan sama sekali dirinya dihadapan keagungan Tuhan, melahirkan baqa’ yang benar-benar terlepas dari segala keterikatan, menghilangkan seluruh kepribadiannya, demi untuk mencapai al-fana’ fillah (pemusnahan diri menuu Tuhan).

Baqa’ berasal dari baqiya yang berarti tetap. Atau menentap dalam Allah SWT untuk selamanya.

Adapun dalam pemahaman dunia tasawuf adalah mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah.

Paham baqa’ tidak dapat dipisahkan dengan paham fana’. Keduanya merupakan paham yang berpasangan. Baqa’ merupakan tahap ketiga dan terakhir berupa fana’ diri (ta’alluq). Demikian kondisi seorang hamba (al-abd) dan seorang wali (wali).

Baqa’ merupakan istilah teknis dikalangan sufi. Menurut pandangan sufi, setelah melalui kegiatan spiritual, penghayatan zikir, pencurahan terhadap segala sifat kebajikan, pengabdian yang sebenarnya terhadap Tuhan, pemusnahan dan penghapusaan unsur-unsur kejiwaan (fana’) maka yang tersisa dalam diri sufi adalah sesuatu yang hakiki dan sesuatu yang abadi dibalik segala penampilan luaran.

Asal mula istilah baqa’ sebagaimana diungkapkan dalam Al Quran surah Ar-Rahman ayat 26-27.

Dalam jalan spiritual, sesudah tahap fana’ dalam Allah (fana’ fillah) Allah menetapkan hamba-Nya dalam kedudukan segala kedudukan (maqam al-maqamat), atau Dia menyuruh kembali kedunia untuk menyempurnakan mereka yang belum sempurna. Sehingga ada istilah al-baqa’ ba’da al-fana’ (keabadian sesudah ke-fana’-an).

Kaum arif menetapkan dalam Allah, tetapi pergi kembali kepada makhluk dengan cinta, kemurahan, kehormatan, dan kemuliaan.

Al-baqa’ ba’da al-fana’ ditunjukkan kepada manusia paripurna yang harus bekerja dan beramal di dunia supaya membimbing dan menyempurnakan mereka yang belum sempurna. Jika tidak ada yang harus dikerjakan, Allah menyibukkan hamba-Nya dengan diri-Nya sendiri dalam kedudukan segala kedudukan (maqam al-maqamat).

Sebagai akibat dari fana’ adalah baqa’ berarti kekal. Secara harfiah baqa’ berarti kekal, sedang menurut yang dimaksud para sufi, baqa’ adalah kekalnya sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia. Karena lenyapnya fana’ sifat-sifat basyariah, maka yang kekal adalah sifat-sifat ilahiah. Dalam istilah tasawuf fana’ dan baqa’ datang beriringan.

Baqa’ adalah kekalnya sifat-sifat ketuhanan, akhlak yang terpuji, ilmu pengetahuan dan kebersihan diri dari dosa dan maksiat. Untuk mencapai baqa’ ini perlu dilakukan usaha-usaha seperti:
1. bertaubat,
2. berdzikir,
3. beribadah, dan
4. menghiasai diri dengan akhlak terpuji.

Kesimpulan,
Yang dituju oleh fana’ dan baqa’ adalah mencapai persatuan secara rohaniah, dan batiniah dengan Tuhan, sehingga yang disadarinya hanya Tuhan dalam dirinya.

Referensi, Asy-Syaikh Ahmad ibnu Muhammad ibnu Atho'illah As-Sakandari,  Kitab Al-Hikam,  Pasal 18.
(*)