Islam Datang sebagai Penyempurna, Bukan Penghilang yang Ada

 
Islam Datang sebagai Penyempurna, Bukan Penghilang yang Ada

LADUNI.ID, Jakarta - Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta Prof. Nasaruddin Umar menegaskan bahwa saat ini telah terjadi krisis pemahaman agama di kalangan umat. Menurutnya, banyak orang menjadikan agama Islam sebagai alat untuk Arabisasi, dan itu disebutnya sebagai krisis pemahaman Islam.

"Sekarang itu kan krisis. Bahkan dengan istilah saya itu, deindonesianisasi pemahaman keagamaan," ujar Imam Masjid Istiqlal, Prof Nasaruddin.

Padahal, kata Nasaruddin, Nabi Muhammad sendiri pernah mengatakan bahwa Dirinya diutus untuk menyempurnakan. Bukan memulai dari nol.

"Kita harus belajar kembali. Nabi Muhammad SAW itu mengatakan bahwa 'Kami diutus hanya untuk menyempurnakan'. Bukan untuk membuldozer yang sudah ada. Bukan dari nol," ujar dia.

Beliau menyatakan bahwa menjadi umat Islam yang baik tidak harus kearab-araban, dalam artian tidak perlu menjadi seperti orang Arab atau mengikuti budaya Arab. Mengikuti budaya Indonesia juga bisa menjadi umat muslim yang baik.

“Tidak mesti mirip Arab. Kita bisa menjadi orang Indonesia, orang Jawa, tetapi juga the best muslim," tutur Nasaruddin.

Apa yang diungkapkan oleh Prof Nasaruddin lantaran beliau merasa risau. Menurutnya, belakangan ini terjadi 'deindonesiasasi' dalam pemahaman keagamaan di Indonesia. Deindonesiasasi yang dimaksud yakni memahami agama tanpa menyesuaikan budaya yang ada di Indonesia.

Nasaruddin menyampaikan bahwa, hal itu tidak seperti di zaman dulu. Dia mengatakan bahwa para pendahulu menyebarkan agama setelah melalui proses penyesuaian dengan budaya Indonesia terlebih dahulu. Dengan kata lain, tidak menyebarkan atau mengajarkan agama secara mutlak seperti asalnya. Baik itu Islam, Katolik, Kristen dan seterusnya.

"Sehingga membuat semua agama bersahabat satu sama lain," jelas Nasaruddin.

Lebih, dari itu Prof Nasaruddin kemudian mengatakan dirinya tidak cemas dengan berkembangnya paham terorisme di Indonesia di kemudian hari. Dia mengaku lebih risau dengan perkembangan paham radikalisme.

Terorisme, menurut Prof Nasaruddin, lebih merupakan spontanitas. Seseorang melakukan tindakan teror lantaran ada perasaan ketidaksenangan yang terakumulasi lalu memuncak. Kemudian mendidih hingga meletup dan melakukan tindakan teror.

Hal tersebut memiliki perbedaan dengan radikalisme. Menurut Nasaruddin, radikalisme lebih berbahaya karena benar-benar ingin meninggalkan budaya khas Indonesia dalam memahami agama. Akibatnya, tidak ada rasa kebersamaan dengan agama-agama lain.