Proyek Membakar Hutan Demi Cuan, Pemerintah dan Rakyat Dirugikan

 
Proyek Membakar Hutan Demi Cuan, Pemerintah dan Rakyat Dirugikan

Foto: Jokowi ditengah lokasi kebakaran (Alifurrahman. Minggu, 22/9)

LADUNI.ID, Jakarta - Kebakaran hutan di Riau menjadi masalah klasik bagi pemerintah Indonesia. Sejak Jokowi dilantik menggantikan SBY, permasalahan kebakaran hutan selalu menjadi momok menakutkan. Jokowi yang dianggap mampu memberikan perubahan, dituntut untuk bekerja lebih baik dari SBY. Minimal, Indonesia tak menjadi olok-olok negara tetangga. Karena asap dari Riau, berhasil menumbangkan segala aktifitas di Malaysia dan Singapura.

Setiap tahun, setiap musim kemarau, selalu ada kebakaran hutan. Kebakaran terburuk terjadi pada tahun 2015. Mencapai 2.6 hektar lahan terbakar. Kemudian membaik di tahun 2016 dan seterusnya. Barulah kemarin, kita kembali dihebohkan dengan kebakaran hutan. Asap lagi. Ribut-ribut lagi.

Sebenarnya, 7 Agustus lalu Presiden sudah menghubungi Kapolri dan Panglima TNI untuk segera berkoordinasi melakukan pencegahan. Bahkan ada instruksi keras, untuk segera mencopot Kapolda, Kapolres ataupun Kapolsek yang tak mampu mengatasi masalah kebakaran hutan.

Tapi nampaknya, semua jajaran di Riau tak berkutik. Mungkin juga karena mereka bukan eksekutif dan harus kerjasama dengan pemda. Sementara Gubernur Riau dan Walikota Pekanbaru ‘kabur’ ke luar negeri secara bersamaan. Sehingga masalah kebakaran hutan ini terus terjadi.

Dan karena kabut asap terus memburuk, publik sudah ribut, akhirnya Presiden Jokowi harus turun tangan. Datang langsung ke wilayah kebakaran, bersama Kapolri, Panglima TNI, Menteri LHK, Menkopolhukam, Kepala BNPB.

Dari sekian banyak foto kunjugan Presiden, dengan segala ceritanya, gambar yang saya pilih sebagai ilustrasi artikel ini menurut saya sangat menyedihkan. Foto tersebut seolah mengatakan, mereka baru mau memadamkan kebakaran kalau ada Presiden di sana. Dan kita mungkin akan bertanya tentang kenapa Presiden harus turun tangan? Kenapa kebakaran yang selama 3 tahun terakhir berhasil diminimalisir, kini terjadi lagi? dan seterusnya.

Bagi saya, kebakaran hutan ini sudah seperti proyek. Bisnis. Ada penyedia jasa membakar hutan, ada perusahaan yang melakukan order. Membakar hutan atau lahan, adalah cara termurah untuk menyiapkan lahan pertanian atau perkebunan baru. Dilakukan bersamaan di puncak musim kemarau, untuk berlindung di balik alasan cuaca. Menutupi fakta bahwa kebakaran memang dicipta.

Maka jangan heran kalau Kominfo melakukan kampanye SawitBaik saat kita sedang sibuk melawan asap. Septriana Tangkary yang menjabat sebagai Direktur Pemberdayaan Informatika Kominfo, beserta buzzer binaannya, melakukan pertemuan di Financial Club Jakarta. Kampanye ini bahkan secara terbuka mengklaim merupakan kampanye nasional Kominfo.

Saya yakin apa yang dilakukan oleh Kominfo bukan sebuah kebetulan. Mereka sengaja melakukan kampanye SawitBaik saat terjadi kebakaran hutan, untuk counter narasi, agar publik tak menyalahkan lahan sawit atau perusahaan-perusahaannya.

Begitupula dengan pimpinan daerah yang mendadak ke luar negeri saat terjadi kebakaran. Itu pun pasti bukan kebetulan. Kepergian mereka adalah untuk menciptakan kekosongan sementara, agar acara bakar-bakaran bisa terus dilaksanakan sampai tuntas tanpa protes. Ya gimana, kepala daerahnya lagi ke luar negeri!

Jokowi, sebagai Presiden harus datang langsung ke lokasi kebakaran, untuk memastikan terjadi penanganan serius. Menambah pasukan hingga 5.600 orang. Menciptakan hujan buatan, bahkan shalat meminta turun hujan. Lahir bathin beliau lakukan untuk memadamkan kebakaran.

Secara bisnis, perusahaan-perusahaan itu sudah untung. Lahan berhasil dibakar, dibantu pemadaman pula. Gratis, karena semua biaya ditanggung pemerintah. Soal masyarakat yang terdampak, mereka peduli apa?

Secara politik, kejadian ini menunjukkan betapa menteri dan jajaran di bawah Presiden, belum mampu maksimal memberikan intruksi dan menggerakkan. Entah apakah karena tak terlalu serius menangani, atau memang kurang didengar oleh pemda setempat. Sehingga harus Presiden yang turun, baru pemda mau bergerak.

Dan, jika melihat kembali 3 tahun belakangan, tentang kebakaran hutan yang selalu berhasil dicegah, kalau sekarang terjadi lagi, bukankah ini artinya ada satu dua pencegahan yang tidak berjalan seperti biasanya?

Pada akhirnya, hanya inilah catatan yang bisa saya uraikan. Meski sebenarnya saya ingin sekali menyebut lebih banyak nama. Tapi tak masalah, pada intinya, kita melihat Presiden seperti sedang dikerjai bawahannya. Menciptakan kekacauan untuk meningkatkan posisi tawar. Dibuat ribet oleh perusahaan-perusahaan pemilik lahan, yang rata-rata dikuasai oleh para elite.

Memang ada kebakaran yang terjadi secara alamiah. Tapi ada juga yang dicipta.

Tabik,
===================
Alifurrahman
(Artikel ini sebelumnya telah tayang di Seword)