Waspada Narasi Jorok Nasjo

 
Waspada Narasi Jorok Nasjo

Oleh AYIK HERIANSYAH

LADUNI.ID, Jakarta - Media sosial menjadi media yang efektif bagi penulis-penulis siluman untuk menyebarkan opini tanpa ketahuan jati dirinya oleh publik. Penulis siluman sengaja menyembunyikan identitas demi menjaga keselamatan dan keamanan dirinya. Ini bentuk lain dari sifat pengecut. Sifat yang muncul dari perasaan bersalah. Penulis siluman sadar tulisannya hanya provokasi yang jauh dari bobot ilmiah dan syar'iyah.

Salah satunya adalah Nasrudin Joha (Nasjo). Nasrudin Joha itu nama fiktif. Joha kebalikan dari Hoja. Pembuat nama sepertinya terinspirasi oleh kecerdikan Nasrudin Hoja seorang sufi unik, nyentrik dan cerdik dari Turki yang melegenda karena ajaran-ajarannya yang sederhana dan lucu.

Sama dengan LBH Pelita Umat, nama Nasrudin Joha muncul di media sosial sebagai penulis artikel setelah badan hukum HTI dicabut. Isinya artikelnya membela HTI dan khilafah sambil menyerang NKRI dan pemerintah.

Saya jamin 100%, orang HTI di balik nama fiktif Nasrudin Joha. Diksi, istilah, rasa bahasa dan opini yang ingin dibentuk, HTI bangets. Nasrudin Joha menjadi Juru Bicara HTI Unofficial. Kader-kader HTI yang banyak memviralkan tulisannya.

Mencermati intensitas tulisannya, ada dua kemungkinan: ada satu orang khusus yang ditugaskan oleh DPP HTI untuk menulis lalu diposting atas nama Nasrudin Joha atau memang tulisan tersebut dari Lajnah Siyasiyah (Biro Politik) DPP HTI.

Lajnah Siyasiyah DPP HTI bertugas memonitor kebijakan, perilaku dan komentar pemerintah untuk dikritisi dalam bentuk tulisan. Mereka terdiri dari 5 orang. Ketua Lajnah Siyasiyah yang pertama (2004 - 2008) adalah M. Rahmat Kurnia. Kemudian Harits Abu Ulya. Harits Abu Ulya keluar dari HTI kemudian digantikan oleh Yahya Abdurrahman. Lajnah ini yang membuat naskah tulisan buletin jum'at Al-Islam yang sekarang ganti nama menjadi Kaffah. Besar kemungkinan tulisan yang mengatasnamakan Nasrudin Joha juga dari Lajnah Siyasiyah DPP HTI.

Narasi-narasi jorok Nasjo lahir dari kebencian HTI terhadap pemerintah dan NKRI. Nasjo ingin menularkan rasa bencinya itu kepada masyarakat dengan harapan masyarakat marah kepada pemerintah dan NKRI. Ini perwujudan doktrin HTI dharbu 'alaqah baina ummah wa hukkam (memutuskan hubungan umat dengan pemerintah).

Nasjo penulis siluman yang bodoh, dia tidak paham ikatan umat dengan penguasa adalah ikatan syar'i karena ikatan itu terbentuk dari akad bai'at yang syar'i. Ketaatan dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah adalah kewajiban syar'i. Sebagaimana firman Allah Swt:

Menjaga janji dalam baiat hukumnya wajib, Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

“Bahwa orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Muhammad), sesungguhnya mereka hanya berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan-tangan mereka, maka barang siapa melanggar janji, sesungguhnya dia melanggar janjinya sendiri dan barang siapa menepati janjinya kepada Allah, maka Dia akan memberinya pahala yang besar” (QS. Al Fath: 10).

Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

“Barangsiapa melepas tangannya (baiatnya) dalam mentaati pemimpin, ia akan bertemu dengan Allah di hari kiamat dengan tanpa memiliki hujjah, dan barangsiapa meninggal dalam keadaan tiada baiat di pundaknya maka matinya seperti mati jahiliyah.” (HR. Muslim no. 1851).

Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) rahimahullah, sebagaimana dalam Ushul As Sunnah hal. 64, berkata,

والسمع والطاعة للأئمة وأمير المؤمنين البر والفاجر، ومن ولي الخلافة واجتمع الناس عليه ورضوا به ومن غلبهم بالسيف حتى صار خليفة وسمي أمير المؤمنين

“Wajib mendengar dan menaati para pemimpin dan amirul mukminin yang baik maupun yang fajir (berbuat kerusakan). Wajib pula menaati pemegang kuasa suatu kekhilafahan, dan setiap pemimpin yang disepakati oleh masyarakat, ataupun penguasa yang mengalahkan suatu wilayah dengan pedang (peperangan) hingga ia menjadi khalifah yang disebut amirul mukminin di wilayah tersebut.”

Narasi-narasi jorok Nasjo bagian dari perjuangan HTI untuk menjadikan Amir mereka sebagai khalifah. Seharusnya menurut hukum syara',  Nasjo dipenggal lehernya, sesuai hadits yang diriwayatkan dari Abdullah ibn Amr ibn Al Ash dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda,

وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنْ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ الْآخَرِ

“Barangsiapa telah membai’at seorang imam lalu dia telah memberikan jabatan tangan dan kerelaan hatinya, maka hendaknya dia taat kepadanya dalam batas kemampuannya. Jika datang seorang yang mengaku pemimpin lainnya, maka penggallah leher yang lain itu.” (HR. Muslim no. 1844).

Tangkap Nasjo! Penggal lehernya! Agar media sosial bersih dari narasi-narasi jorok.

(Bandung, 18 Oktober 2019)