Hasil Munas NU Dilaporkan kepada Nabi SAW

 
Hasil Munas NU Dilaporkan kepada Nabi SAW

LADUNI.ID, Jakarta - Kemarin malam saya menghadiri acara istighatsah kubro di kantor PBNU. Istighatsah malam itu terasa istimewa bukan hanya karena dihadiri ketum PBNU, KH Said Aqil Siroj, melainkan juga karena dikunjungi para kiai dan habaib dari berbagai daerah.

Salah satu kiai yang hadir sekaligus memberikan ceramah adalah kiai muda kharismatik asal Situbondo Jawa Timur, KH Ahmad Azaim Ibrahimy. Ringkas tapi padat, beliau menegaskan pentingnya memegang teguh Khittah NU 1926.

Mengutip Alm. Kiai Mujib Ridwan (Surabaya), Kiai Azaim menegaskan bahwa Kembali ke khittah 1926 merupakan salah satu keputusan Munas NU 1983 yang disetujui Baginda Nabi SAW.

Alkisah, setelah Munas dan Muktamar NU digelar tahun 1983 dan 1984, maka pada tahun 1987 Kiai As'ad Syamsul Arifin (Situbondo) meminta KH Mujib Ridwan untuk berangkat ke Mekah-Madinah, melaporkan hasil Munas dan Muktamar NU ke Baginda Nabi.

Dengan amalan tertentu yang diijazah Kiai As'ad, Kiai Mujib berjumpa dengan Nabi SAW. Dalam perjumpaan itu, Nabi SAW  menyetujui agar NU kembali ke Khittah 1926. Bahkan, Nabi menunjuk Syaikh Abdul Qadir Jailani dan Sunan Ampel untuk menindak-lanjuti keputusan Munas dan Muktamar NU itu.

Kisah di atas tentu bukan kisah spiritual satu-satunya yang hidup di lingkungan warga NU. Masih banyak kisah-kisah lain yang jika ditulis bisa menjadi satu buku tersendiri. Sebab, di NU ada konsep karomah dan kewalian

Namun, di benak orang-orang yang berfikir rasional murni, kisah di atas tampak naif dan menggelikan. Bagaimana mungkin Kiai As'ad yang hidup di abad 20, Sunan Ampel abad ke 15,  Syaikh Abdul Qadir Jailani abad ke 12, dan Nabi SAW di abad ke 6 bisa saling terhubung-berkomunikasi satu sama lain.

Tapi inilah uniknya NU. Bukan hanya kisah berdirinya yang mengandung kisah supra rasional, melainkan juga dalam setiap tahap perkembangannya selalu ada kisah-kisah spiritual yang menyertai.

Dan tampaknya jalur spiritual itu yang menyebabkan para kiai NU tak bisa berpisah dari khittah perjuangan para leluhurnya, dari dulu hingga sekarang. Salah satu khittah perjuangan leluhur itu adalah Khittah NU 1926.

Luwuk-Banggai, 30 Januari 2020

Salam,

(Abdul Moqsith Ghazali)