Tak Perlu Khawatir, Unair dan Jepang Kerja Sama Ciptakan Alat Deteksi Coronavirus

 
Tak Perlu Khawatir, Unair dan Jepang Kerja Sama Ciptakan Alat Deteksi Coronavirus

LADUNI.ID, Surabaya - Masyarakat kini tidak perlu khawatir lagi mengenai virus corona. Pasalnya, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya kerja sama dengan Jepang melalui Kobe University Jepang telah menciptakan alat pendeteksi novel corona virus (nCov) atau virus corona.

Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Rektor Unair, Prof Mohammad Nasih, Selasa (4/2), bahwa pihaknya dengan Kobe University sudah menemukan reagen virus corona. Ketersediaan alat pendeteksi yang ada di Indonesia tersebut diharapkan dapat mengurangi kekhawatiran masyarakat.

Selain itu, Nasih mengakui kemampuan Unair dalam menemukan reagen ini tak lepas dari kerja sama Kobe University dan relasi di Jerman. Kerja sama ini dalam mengakses data dan gen virus corona dari bank virus.

"Bahan untuk membuat reagen ini baru Sabtu (1/2) datang di Unair setelah disiapkan di Kobe university. Sebelumnya kami masih memakai kit deteksi yang lama," terang Nasih, sebagaimana dikutip Laduni.id dari laman detik.com.

Dengan adanya identifikasi ini, Nasih berharap ke depannya pihaknya bisa menghasilkan riset terkait penanganan virus Corona. Nasih juga ini ada langkah pencegahan akan virus ini.

"Sekarang di Indonesia mau menemukan obatnya masih susah karena kami belum mengetahui jenis mutasi virus ini seperti apa," harap Nasih.

Selain itu, Nasih menambahkan selain di Unair, reagen ini juga telah dimiliki Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Balitbangkes.

Alat temuan Unair ini juga dapat mengidentifikasi pasien yang sudah disuspect terjangkit virus asal Wuhan ini. Bahkan, Nasih menyebut proses identifikasi ada tidaknya virus ini cukup cepat. Yakni dalam hitungan jam saja.

"Masyarakat yang ingin kepastian, bisa memanfaatkan lembaga kami untuk mengkonfirmasi ada atau tidaknya virus. Identifikasinya tidak lama, hanya dalam hitungan jam, tetapi mekanisme sudah sesuai dengan standar kesehatan dunia WHO (World Health Organization)," papar Nasih.

Nasih menyatakan akurasi dari reagen ini mencapai 99 persen. Nantinya, pemeriksaan akan dilakukan dari dahak. "Jadi pemeriksaannya dari dahak, kalau memang hasilnya sama dengan parameter yang positif maka akan dilakukan penanganan khusus," ungkapnya.