KH. Cholik Hasyim: Santri, Belajar Butuh Waktu Lama, 8 Tahun Baru Level Kecamatan

 
KH. Cholik Hasyim: Santri, Belajar Butuh Waktu Lama, 8 Tahun Baru Level Kecamatan

LADUNI.ID, Jakarta - Melihat kiai Kholik Hasyim dalam poto terlihat besar dan tinggi orangnya. Sosok Kiai Cholik Hasyim yang kita kenal sebagai salah satu putra Hadratussyaikh KH. M. Hasyim, pernah menjadi Pengasuh Tebuireng, pendiri partai AKUI,  pejuang kemerdekaan,  anggota PETA, BKR-TKR- TRI-TNI dan lain-lainnya.

Kiai Cholik lahir pada tahun 1916. Sejak kecil belajar kepada Hadratussyaikh. Beliau juga belajar di sejumlah pesantren. Misalnya, Pesantren Kasingan, (Rembang) Pesantren Kajen, (Pati) Pesantren Sekarputih, (Nganjuk), dan tanah suci, 'Makkah dan Madinah.'

Kiai Cholik juga sangat menyukai dunia mesin. Mobil andalannya saat itu, Jeep Wilis. Dengan mobilnya itu beliau berkeliling 'bersilaturahim' , dll ke sejumlah daerah dengan menyetir sendiri. Dengan membawa surat sakti bertanda tangan sang jendral, kiai Kholik bawa jalan kemana-mana.

Beliau bersahabat baik dengan Panglima Besar Jenderal Soedirman.

Ayah Gus Hakam ini juga termasuk salah seorang Kiai Waskita. Saat menjadi pengasuh Tebuireng beliau pernah dawuh, "Kalau ke makam Hadratussyaikh beliau menganjurkan kepada para santrinya selepas Ashar." Kenapa? "Alasan beliau waktu menjelang terbenamnya matahari adalah salah satu waktu mustajabah' dikabulkannya doa." Beliau juga dawuh, kalau ke makam Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari, "jangan meminta-minta sama beliau." Mintalah kepada Allah SWT. Beliau hanya perantara. Ya, setengah jam, sudah cukup."

Beliau juga sering berpesan kepada para santrinya, "kalau kamu mondok harus mau belajar mandiri, kalau tidak bisa bertanyalah kepada gurumu." "Mengandalkan guru ia, tapi juga harus mau belajar mandiri." Dalam hal ini mengingatkan kita akan sosok KH. Abd. Wahid Hasyim. Beliau selain belajar dengan tekun kepada Hadratussyaikh juga membaca buku apa saja. Dari perpustakaan pribadi ayahnya ini beliau menikmati asyiknya membaca.

Selanjutnya juga mengingatkan kita, akan model belajar yang diterapkan kiai Idris Kamali, setiap santri yang mau mengaji kepada beliau, kitab yang mau dingajikan harus dibaca, dihafal dulu, baru boleh mengaji kepada beliau. Itu syarat utamanya, selain itu juga harus disiplin tidak boleh absen tanpa alasan yang jelas. Kalau sampai tidak masuk setelah itu harus meminta maaaf kepada orangtua baru bisa mengaji kembali. Dan sejumlah persyaratan lain.

Kiai Kholik sebagai kiai juga terkenal sangat disiplin. Saat menyeleksi para calon guru beliau sering melihat dua sisi. Pertama, sisi spiritual. Kedua, sisi intelektual. Beliau juga mewanti-wanti kepada para calon guru, jangan sampai saat mengajar hanya karena melihat imbalan materinya saja. Niatlah semata-mata karena Allah untuk mengamalkan ilmu. Dengan niat ikhlas menjadi syarat utamanya. Allah pasti akan memberikan kecukupan.

Kiai Kholik juga sangat tegas, siapapun yang melanggar tak terkecuali putra beliau sendiri akan dijatuhi hukuman. Salah satu pesan lain yang sangat bermakna dari Kiai Kholik Hasyim yakni, "kamu para santri dalam menuntut ilmu sebaiknya tidak kurang dari 8 tahun. Beliau menganalogikan, jika santri hanya mondok 8 tahun, maka dia akan menguasai satu kecamatan. Kalau mondoknya 15 tahuh, maka bisa menguasai satu kabupaten. Jika 25 tahun, maka dia akan menguasai propinsi." Maksud kata-kata Kiai Cholik di atas ialah, mencari ilmu harus ditempuh dalam kurun waktu yang lama. Sebagaimana dilakukan oleh para ulama terdahulu, agar ilmu didapat bisa mencapai taraf kematangan.

Dalam banyak cerita kaum sarungan, orang menyantri di pesantren memang tidak dibatasi mau sampai kapan. Ada santri baru mondok sehari, seminggu, sebulan, setahun, dan seterusnya oleh kiainya dianggap cukup lalu disuruh pindah. Tentu saja pindahnya bukan karena perilaku kurang terpujinya. Dalam hal ini, para kiai  punya cara sendiri. Orang belajar di pesantren atau dimana pun terpenting sungguh-sungguh mencari ilmu karena Allah. Orang belajar bukan karena ingin populer, meraih pangkat, dan lain-lain.

Membaca, merenungkan, dan menghayati kembali pesan-pesan para kiai kita sungguh membuat kita dapat mengambil pelajaran penting dari kiai kita. Meskipun pesan-pesan itu buat santri terdahulu namun kita sebagai generasi yang sangat jauh bahkan tak melihat secara langsung serasa ada getaran, dan tidak salah juga mau mendengar dan mengikuti, buat pribadi supaya tidak sembrono, dll.

Al Fatihah.

Oleh, Ahmad Faozan, LH 03.


Disarikan dari Buku karya Muhammad Yahya, Dawud Ubaidillah, dan Habibi, Pahlwan Yang Tak Terlupakan, Sang Kiai Kadigdayan, Jombang: Pustaka Tebuireng, 2011.