Jarang Ngaji Diri, Kaum Radikal Jadi Sok Suci

 
Jarang Ngaji Diri,  Kaum Radikal Jadi Sok Suci

LADUNI.ID, Jakarta -

Radikal yang dimaksud di sini adalah dalam konteks sosial dan politik bukan teologis dan filosofis. Sebab radikalisme yang mendorong aksi terorisme tidak memiliki basis teologis dan filosofis yang memadai pada semua agama.

Kaum radikal berpendapat, realitas sosial dan politik sekarang, “salah”, karena itu harus “dibenarkan” secara mendasar dan menyeluruh dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Motivasi mereka mau mengubah realitas sosial politik sekarang menjadi suatu realitas yang ideal diambil dari ajaran agama yang mereka terima.

Kaum radikal menyimpan konsepsi dan persepsi diri yang ditanamkan saat proses indoktrinasi yang mereka terima dalam per-halaqah-an. Tersimpan di alam bawah sadar. Lalu doktrin-doktrin itu menjelma menjadi dogma yang terpancar dalam jiwa, mendarah daging dan mengeluarkan aura khas radikal yang termanifestasi waktu mengeluarkan berpikiran, ketika bicara dan dari sorot mata.

Konsepsi dan persepsi diri mereka sendiri yang paling mendasar adalah, tidak ada kebenaran dan keselamatan di luar kelompok mereka. Semua anggota kelompok pasti benar dan selamat dunia dan akhirat. Tanpa melihat amal orang per orang, pokoknya langsung masuk surga tanpa hisab.

Doktrin dan perkataan tokoh-tokoh mereka menjadi pemahaman (mafahim) dan standar (maqayis) yang digunakan untuk menilai orang dan kelompok lain. Terlepas benar atau salah doktrin dan perkataan tokoh-tokoh radikal, pendapat orang dan kelompok lain, pasti salah, yang kesalahannya tidak perlu didiskusikan lagi. Titik.

Untuk mengokohkan konsepsi dan persepsi diri mereka, kaum radikal banyak membahas orang dan kelompok lain serta pemerintah dengan perspektif mereka. Semakin banyak kesalahan orang dan kelompok lain serta pemerintah yang mereke temukan, semakin yakin akan kebenaran dan kesalamatan kelompok mereka.

Kaum radikal banyak ngaji diri orang lain dan pemerintah dengan ilmu-ilmu syariat. Mereka lupa ngaji diri sendiri. Akibatnya borok-borok hati yang mengeluarkan darah hitam dan nanah busuk dalam diri mereka, tidak mereka sadari. Makin sering berdebat dengan pihak lain, dengan ilmu-ilmu syariat, makin tebal hijab yang menutupi borok-borok hati mereka.

Padahal ilmu yang sebenarnya adalah ilmu yang menjadi cahaya yang menerangi hati. Dengan cahaya itu, seseorang tahu apa saja borok, darah hitam dan nanah busuk yang menempel di hatinya. Ilmu yang menyibukkan orang untuk ngaji dirinya sendiri.

Kata Syaikh Ibnu ‘Athaillah: “Tempat terbitnya cahaya adalah hati dan sir. Cahaya yang tersimpan dalam hati sumbernya adalah cahaya yang datang langsung dari gudang-gudang kegaiban. Cahaya yang dengannya Dia menyingkapkan ciptaan-Nya kepadamu dan cahaya yang dengannya Dia menyingkapkan sifat-sifat-Nya kepadamu”

Konsepsi dan persepsi diri kaum radikal yang merasa paling suci, paling benar, paling syar’i, paling shahih dan paling rajih, sirna jika dihadapkan dengan sifat-sifat kesempurnaan Allah Swt. Syaikh Zarruq menerangkan, “jika kau disingkapkan kepada sifat-sifat-Nya, kau akan melihat kekurangan segala sesuatu dalam kesempurnaan-Nya.”

Sayangnya kaum radikal jarang ngaji diri sendiri. Lebih sibuk ngaji diri orang lain dan pemerintah.

Oleh Ayik Heriansyah
Pengurus LD PWNU Jabar