Asal-usul Munculnya Istilah Aceh Serambi Mekah

 
Asal-usul Munculnya Istilah Aceh Serambi Mekah

LADUNI.ID, Jakarta - Aceh adalah nama sebuah provinsi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 1956 yang juga dikenal pertama kali sebagai Aceh Darussalam (1511-1945). Selanjutnya, pada tahun 1959-2001 Aceh disebut sebagai Daerah Istimewa Aceh, kemudian pada tahun 2001-2009 bernama Nanggroe Aceh Darussalam, dan sejak tahun 2009 kembali bernama Aceh.

Namun demikian, banyak kalangan menamai provinsi yang berpenduduk kurang lebih 5,2 itu dengan sebutan ‘Aceh Serambi Mekah’ atau ‘Aceh Serambi Arab’. Kenapa bisa demikian? Bagaimana latar belakang sejarah sehingga Aceh bisa diberi ‘gelar’ demikian.

Berdasarkan penelisikan sejarah yang dilakukan oleh Ahmad Baso pada naskah kuno Babad Cirebon (BR 75/PNRI) yang dibuat pada abad ke-19, negeri Aceh dulu dikenal dengan nama Pasai. Daerah tersebut merupakan basis kaderisasi para Wali Songo.

Setidaknya, terdapat tiga waliyullah yang dikader di sana dan ketiganya sangat ternama di kalangan muslim Indonesia. Ketiganya adalah Sunan Ampel, Sunan Giri dan Sunan Bonang. Oleh sebab itulah, Aceh memiliki nama terhormat terutama di kalangan wali dengna sebutan Serambi Mekah, Serambi Arab. Serambi Arab tidak dipakai oleh negeri-negeri Nusantara lainnya, melainkan hanya di Aceh saja.

Adapun naskah Babad Cirebon ini, BR 75/PNRI halaman 83, merupakan koleksi perpusnas RI. Di dalamnya, dijelaskan bahwa Arya Palembang (Raden Patah Demak) sebelum menjadi raja di Demak melakukan dialog dengan Syekh Jatiswara yaitu seorang pimpinan Pesantren Campa di Campa. Pesantren tersebut merupakan peninggalan Syekh Ibrahim Asmoro, ayah daripada Sunan Ampel.

Mereka berdua kemudian bertemu di Aceh. Keduanya, sebagaimana dijelaskan dalam naskah tersebut, baru saja menunaikan ibadah haji dari Mekah. Hal ini terlihat dari bagian naskah yang menyebutkan bahwa terdapat beberapa wali yang sempat naik haji, termasuk di dalamnya adalah Sunan Kudus dan Raden Patah. Mereka berhaji dengan menggunakan kapal, bukan terbang apalagi menggunakan pesawat.

Terdapat beberapa petikan bunyi dalam naskah tersebut, salah satunya adalah seperti yang terlihat pada halaman foto baris 1 dan 2 pada gambar. Kutipan tersebut berbunyi, “Ing nagara Aceh, murbangrai, amadega sultan sejati, kang dadi SURAMBI, ning ng-ARAB yaiku.” (dalam naskah lain terbitan DepDikbud 1980 disebutkan pula, dadi Surambi ngArab Mekah iku).

Kutipan tersebut setidakya memberikan penjelasan tentang dari manakah asal-usul penyebutan istilah Aceh Serambi Mekah, Aceh Serambi Arab, yang tidak lain sudah ada sejak masa Walisongo. Naskah-naskah sejarah semacam ini memang penting untuk diteliti secara serius tentang bagaimana Islam Nusantara berada.