Bukti Karomah KH. Siradj Payaman Dapat Mengalahkan Penjajah Hanya dengan Bambu Runcing

 
Bukti Karomah KH. Siradj Payaman Dapat Mengalahkan Penjajah Hanya dengan Bambu Runcing

LADUNI.ID, Jakarta – Sebelum terjadi penyerangan Umum pada 1 Maret 1949, KH. Muhammad Siradj atau yang kerap disapa dengan panggilan KH. Siradj Payaman memerintah santrinya KH. Subkhi untuk mencari bambu sebanyak-banyaknya dan diruncingkan untuk menjadi senjata melawan Belanda.

Setelah bambu tersebut sudah terkumpul dan diruncingkan, KH. Sirajd kemudian membacakan doa ke bambu tersebut. Setelah dibacakan doa, para santri kemudian pergi berjihad melawan penjajah pada 1 Maret. Dan akhirnya, walaupun para santri hanya berbekal bambu runcing mereka memenangkan pertempuran dengan mengalahkan para tentara Belanda yang bersenjata lengkap.

Sebagai pimpinan perang, santri beliau, KH. Subkhi, berkat karomah KH. Sirajd juga dapat mendirikan Pondok Pesantren. Pondok tersebut diberi nama Pondok Pesantren Bambu Runcing, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah yang masih berdiri kokoh dan eksis sampai sekarang. Selain itu, di Ambarawa berdiri kokoh sebuah monumen sebagai simbol agresi militer dengan nama Museum Palagan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Karomah KH. Sirajd yang lain adalah beliau dapat mencegah bencana letusan dan erupsi Gunung Merapi. Berkat karomahnya menghalau erupsi, beliau diberikan gelar kehormatan Romo Agung oleh Belanda.

Terlebih beliau juga diberi karomah dengan kebal terhadap senjata. Keampuhan kebal yang dimiliki beliau terbukti saat terjadi agresi militer Belanda pertama. Saat itu Masjid Agung Payaman diserang Belanda pada tahun 1948 dengan membabi buta. Belanda selalu mencari sosok KH. Sirajd yang dikenal sebagai pimpinan para santri pejuang.

Pencarian dilakukan mulai masjid sampai di beberapa kampung di Payaman, Magelang. Namun, hanya pohon-pohon sekitar yang terbakar karena penjajah tidak dapat membakar dan menembaki KH. Sirajd dan santri yang sedang berada di dalam Masjid Agung Payaman, Magelang.

Pada masa penjajahan juga, hanya KH. Sirajd yang diberikan kebebasan oleh Belanda untuk berdakwah ke berbagai daerah. Hal itu karena Belanda merasa segan dengan Karomah dan kesaktian yang dimiliki KH. Siraj.