Kisah Seorang Guru Menutup Aib Muridnya

 
Kisah Seorang Guru Menutup Aib Muridnya
Sumber Gambar: Foto (Ist)

Laduni.ID, Jakarta - Sekelompok anak muda menghadiri resepsi pernikahan. Salah seorang di antaranya melihat guru nya. Murid itu menyalami gurunya dengan penuh penghormatan, seraya berkata; "Masih ingat dengan saya, pak guru?” Gurunya menjawab; “wah maaf, tidak tuh."

Murid itu bertanya keheranan. "Masa sih, Pak Guru tidak ingat saya. Saya kan murid yang dulu mencuri jam tangan punya salah seorang teman di kelas. Ketika anak yang kehilangan jam itu menangis, Pak Guru menyuruh kita untuk berdiri semua, karena akan dilakukan penggeledahan saku murid semuanya," timpal sang murid kepada gurunya, seraya memastikan sebuah peristiwa di sekolah yang tidak akan mungkin dilupakan dirinya. 

"Saat itu saya berfikir, bahwa saya akan dipermalukan dihadapan para murid dan para guru, dan akan menjadi tumpahan ejekan dan hinaan, mereka akan memberikan gelar kepada saya: "pencuri" dan harga diri saya pasti akan hancur, selama hidup saya," gumam sang murid dalam benaknya. 

"Bapak menyuruh kami berdiri menghadap tembok dan menutup mata kami semua. Bapak menggeledah kantong kami, dan ketika tiba giliran saya, Bapak ambil jam tangan itu dari kantong saya, dan Bapak lanjutkan penggeledahan sampai murid terakhir," kata sang murid kepada gurunya. 

"Setelah selesai, Pak guru menyuruh kami membuka penutup mata, dan kembali ke tempat duduk masing-masing. Saya takut Bapak akan mempermalukan saya di depan murid murid lain yang semuanya  teman teman saya," tutur murid itu. 

"Bapak tunjukkan jam tangan itu dan bapak berikan kepada pemiliknya, tanpa menyebutkan siapa yang mencurinya. Selama saya belajar di sekolah itu, Bapak tidak pernah bicara sepatah kata pun tentangkasus jam tangan itu, dan tidak ada seorang guru maupun murid yang bicara tentang pencurian jam tangan itu," sambung sang murid. 

"Bapak masih ingat saya kan  pak? Bagaimana mungkin Bapak tidak mengingat saya? "Saya adalah murid Bapak, dan cerita itu adalah cerita pedih yang tak akan terlupakan selama hidup saya. Saya sangat mengagumi Bapak. Sejak peristiwa itu saya berubah menjadi orang yang baik dan benar hingga sekarang saya jadi orang sukses. Saya  mencontoh semua akhlak dan sikap, juga perilaku Bapak," tukas murid itu seraya tidak lelah untuk meyakinkan gurunya untuk mengenali dirinya. 

Sang Guru itu pun menjawab; "Sungguh aku tidak mengingatmu, karena pada saat menggeledah itu, aku sengaja menutup mataku, agar aku tidak mengenalmu."
"Karena aku tidak mau merasa kecewa atas perbuatan salah satu muridku, aku sangat mencintai semua murid-muridku," jawab sang guru kepada muridnya itu. 

Sobat pembaca yang budiman, pendidikan memerlukan akhlak yang mengajari bagaimana menutup segala keburukan orang lain. Seperti kisah di atas bagaimana akhlak seorang guru terhadap muridnya dan juga murid terhadap gurunya. Pada hakikatnya setiap kita adalah guru, dan setiap kita adalah murid. Tutuplah aib saudaramu, tahanlah lisanmu, dan jangan menyebarkannya.

Aib yang nyata saja diperintahkan Allah untuk ditutup, apalagi aib yang belum tentu benar/salahnya, atau masih simpang siur kabarnya. Tutupi aib saudaramu di dunia maka Allah SWT akan menutupi aibmu di akhirat. Memaafkan, memaklumi, dan berempati adalah sikap orang yang berjiwa besar. Guru memiliki tugas mulia, yakni mendidik muridnya memiliki jiwa besar. Semoga kita senantiasa bisa mengikuti proses pendidikan kehidupan sepanjang hayat. (Disadur dari postingan Kyai Tubagus Salim Idrus di twitternya @tubagussalim ; 19 Mei 2021 yang bersumber dari tulisan di media perpesanan WAG)