Cuti dan Liburan dalam Sudut Pandang Syari'at Islam

 
Cuti dan Liburan dalam Sudut Pandang Syari'at Islam
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Liburan merupakan suatu masa atau fase di mana seseorang sejenak menyisihkan kesibukannya, menghapus letih dan memberi ruang pikirannya untuk beristirahat, guna mengisi kembali energinya untuk menghadapi kesibukan serta beban hidup yang bertubi-tubi menerkam.

Syaria't sendiri telah menerapkan cuti atau liburan dalam setiap ajarannya. Bukankah ibadah puasa merupakan waktu cuti bagi perut, dari kesibukannya tuk mencerna makanan? Tidakkah disunnahkannya qailullah (tidur sejenak, sebelum waktu dhuhur) merupakan cuti bagi mata, guna kuat menghadapi kesibukannya bangun di sepertiga malam?

Maka sungguh liburan ataupun cuti merupakan anjuran dari Rasulullah saw. kepada seluruh umatnya, agar sedikit meluangkan waktu untuknya. Dalam haditsnya, Rasulullah saw. bersabda:

لكل عامل شرة ولكل شرة فترة فمن كانت فترته إلى سنتي فقد اهتدى.

"Setiap pekerja pastilah berapi-api (semangatnya di awal kerja), dan setiap yang bersemangat pastilah ia akan melemah dan butuh akan istirahat sejenak, maka sungguhlah beruntung jika istirahatnya digunakan tuk melakukan kesunnahanku." (HR. Ahmad dan Thobroni, dari: Sy. Abdullah bin Amr. Dan berkata Al-Imam At-Turmudzi: Hadits Hasan Shohih)

Sayydina Ali bin Abi Thalib pun menganjurkan kepada kita tuk meluangkan sejenak waktu untuk bercuti, dalam perkataannya:

روحوا القلوب ساعة فإنها إذا أكرهت عميت

"Luangkanlah waktu sejenak bagi hati (perasaan) kalian tuk bercuti, karena jika terus dipaksa (melakukan kesibukan) ia akan buta (sumpek dan galau)." (dikutip dari: Ihya' Ulum Ad-Diin, 2/30)

Mengisi waktu cuti bisa dilakukan dengan cara melakukan berbagai kegiatan, baik berupa: edukasi, kuliner dan touring. Sungguh hal ini dibolehkan dalam syaria't islam, selama tak menerjang rambu serta norma agama dengan melakukan kemaksiatan.

Al-Imam Al-Ghozali menjelaskan manfaat atau faidah dari bercuti, dalam tuturnya:

ومهما كان الغرض اللعب والتلذذ باللهو فذلك إنما يباح لما فيه من ترويح القلب إذ راحة القلب معالجة له في بعض الأوقات لتنبعث دواعيه فيشتغل في سائر الأوقات بالجد

"(Selama hal-hal mubah, semisal: touring atau wisata) bertujuan untuk hiburan atau bersenang-senang atas sesuatu yang dibolehkan, maka hal tersebut dibolehkan oleh syaria't. Karena mengambil cuti, berguna tuk memicu semangat seseorang agar melakukan aktivitas sehari-harinya (setelah cuti) dengan lebih sungguh-sungguh dan optimal." (Ihya Ulum Ad-Diin, 2/283)

Bahkan, cuti tak hanya dianjurkan untuk para pegawai, ataupun pekerja saja, Al-Imam Ghozali pun sangat menganjurkan para siswa, mahasiswa atau santri untuk setidaknya menyisihkan waktu luangnya tuk bercuti.

فالمواظب على التفقه مثلا ينبغي أن يتعطل يوم الجمعة لأن عطلة يوم تبعث على النشاط في سائر الأيام

"(Liburan atau cuti tak hanya dianjurkan dalam perkara mubah saja, bahkan hal tersebut tetap dianjurkan dalam urusan ibadah) Semisal santri atau siswa yang disibukkan dengan pelajaran, hendaknya ia mengambil cuti di hari Jum'at. Karena cukup dengan 1 hari tuk liburan, bisa meningkatkan barometer semangatnya di sisa harinya." (Ihya' Ulum ad-Diin, 2/290)

Maka, jangan lupa untuk ambil cuti sejenak, yah. Ingat! beri hak fikiran untuk beristirahat dari kejenuhan yang menghantui. Isilah waktu liburan kalian dengan hal-hal yang positif, terlebih lagi jika hal tersebut bernilai sunnah, semisal: silaturahim ke teman dan sanak-famili, atau membaca Al-Quran.

Setiap orang pastinya punya cara masing-masing untuk mengisi waktu cutinya. Ada yang menghabiskan waktu liburnya dengan wisata ke pantai atau gunung. Ada juga yang lebih memilih bersantai ria di rumah sambil ditemani musik yang mengalun.

Maka yang perlu diperhatikan, selama kegiatan ataupun tindakan tersebut masih dalam rambu-rambu agama, tanpa ada unsur kemaksiatan di dalamnya maka Syaria't membolehkannya. Karena syari'at dibuat untuk mengatur seorang hamba, bukan untuk mengekangnya. Rasulullah saw. bersabda:

إن الدين يسر ولن يشاد الدين أحد إلا غلبه فسددوا وقاربوا وأبشروا

"Sesungguhnya agama (syaria't) itu mudah. Maka tidaklah seseorang yang mempersusah (syaria't) sungguh pastilah ia akan merasa tak sanggup. Maka Mudahkanlah, Luruskanlah dan Berikanlah kabar gembira." (HR. Bukhori, no: 39, dari: Sy. Abu Hurairoh).

Wallahu A'lam bis Showab.

Referensi:

1. Al-Quran Al-Karim.

2. Shohih Al-Bukhori, karya: Al-Imam Al-Bukhori.

3. Ihya Ulum Ad-Diin, karya: Al-Imam Muhammad bin Muhammad Al-Ghozali.

4. Muhadoroh Wakil Rektor Univ. Imam Syafi'i-Mukalla: Dr. Salim bin Abubakar Al-Haddar.

Oleh: Sibt Umar


Editor: Daniel Simatupang