Taliban Sebagai Penguasa De Facto Afghanistan

 
Taliban Sebagai Penguasa De Facto Afghanistan
Sumber Gambar: Twitter/@Menlu_RI

Laduni.ID, Jakarta – Menteri Luar Negeri Indonesia menemui perwakilan Taliban di Doha (27/8). Tiga pesan penting yang disampaikan Bu Retno: 1) pemerintah inklusif di Afghanistan; 2) Menghormati hak-hak perempuan dan 3) Memastikan Afghanistan tidak menjadi tempat berkembang organisasi dan kegiatan teroris.

Apakah point-point dari Bu Retno itu merupakan syarat bagi Taliban untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Indonesia? Masih terlalu pagi untuk menjawabnya, karena Imarah Islam Aghanistan yang didirikan Taliban belum berumur sebulan. Dunia masih menunggu realisasi janji-janji Taliban terkait tiga hal tersebut.

Perjanjian Amerika dengan Taliban, pertemuan pejabat Cina dan pertemuan Menteri Luar Negeri Indonesia serta komunikasi-komunikasi informal negara lain, menunjukkan bahwa dunia internasional mengakui Taliban sebagai penguasa de facto di Afghanistan.

Tentang tiga pesan dunia kepada Taliban, rasanya tidak sulit dipenuhi. Tentang pemerintahan yang inklusif, sudah ditunjukkan oleh Taliban ketika akan menguasai satu per satu provinsi, dimana Taliban mendahuluinya dengan perundingan damai dengan Gubernur setempat.

Taliban membuka diri kepada semua faksi dan mantan petinggi Afghanistan untuk masuk dalam pemerintahan. Mereka mengunjungi mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai, pemimpin mujahidin Gulbuddin Hekmatyar, dan tokoh-tokoh faksi dan suku lainnya.

Hanya kelompok Islamic State in Khurasan (ISIK) yang berafiliasi ke ISIS yang tidak bisa dirangkul. Sedangkan al-Qaeda akan manut kepada Taliban, mengingat jasa Taliban yang telah pasang badan tidak mau menyerahkan Usamah bin Laden kepada Amerika, dan berani menantang Amerika agar Usamah bin Ladin diadili di negara yang netral.

Terkait terorisme, Taliban bukan kelompok teror seperti al-Qaeda dan ISIS. Pada periode pertama pemerintahannya (1996 -2001), Amerika bekerjasama dengan Taliban. Amerika tidak menyebut Taliban sebagai teroris.

Sebutan teroris pasca serangan 11/9 ditujukan kepada al-Qaeda yang dituding sebagai pelaku. Masalahnya, Taliban melindungi Usama bin Ladin pemimpin al-Qaeda, sehingga Taliban dianggap melindungi teroris.

Taliban tidak punya agenda meluaskan wilayahnya dengan maksud mendirikan khilafah global. Mereka juga tidak berkeinginan menyerang kepentingan-kepentingan Amerika di negara lain layaknya al-Qaeda. Taliban memusuhi pendudukan Amerika di negaranya saja.

Justru Taliban yang mendapat ancaman teror dari ISIK. Ancaman tersebut dibuktikan dengan serangan bom di bandara Kabul yang menewaskan belasan tentara Amerika dan puluhan pasukan Taliban serta warga sipil. (26/9).

Bagaimana hubungan Taliban dan al-Qaeda sekarang? Apakah al-Qaeda masih ada di sana seizin Taliban? Apakah al-Qaeda menjadikan Afghanistan di bawah Taliban sebagai tempat persembunyian, tempat pelatihan dan pusat komando al-Qaeda internasional? Inilah yang menjadi kekhawatiran dunia.

Adapun masalah hak-hak perempuan, Taliban berjanji akan memenuhinya menurut adat, budaya, tradisi dan pendapat fiqih yang mereka yakini. Tidak realistis, jika kita menginginkan hak-hak perempuan yang dimaksud sama persis dengan perempuan di negara-negara Barat yang sangat liberal dan cenderung liar.

Oleh: Ayik Heriansyah


Editor: Daniel Simatupang