Kiai Abdul Wahab Ahmad: Imam Lupa Menambah Rakaat, Bolehkah Makmum Ikut?

 
Kiai Abdul Wahab Ahmad: Imam Lupa Menambah Rakaat, Bolehkah Makmum Ikut?
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Ada aturan umum bagi orang yang lupa jumlah rakaat shalatnya, yakni harus memakai jumlah terendah. Misalnya seseorang ragu apakah dia sudah mendapat dua atau tiga rakaat? Maka dia wajib menganggap masih mendapat dua. Ketika ragu apakah sudah tiga atau empat rakaat, maka wajib menganggap masih tiga. Kemudian di akhir tasyahhud (tahiyat), dia sangat dianjurkan sujud sahwi sebelum melakukan salam. Aturan ini berlaku pada siapa pun.

Bagaimana bila anggapan ini ternyata salah? Misalnya dianggap masih tiga rakaat ternyata belakangan terlihat di rekaman CCTV bahwa sudah empat rakaat sehingga total shalatnya menjadi lima rakaat? Tidak masalah, namanya saja lupa. Ikuti saja prosedur di atas secara kaku sebab itu adalah prosedur dari instruksi Nabi Muhammad sendiri. Pokoknya bila ragu jumlah bilangan rakaat, maka wajib ambil jumlah yang terkecil dan jangan dipaksa diyakin-yakinkan di jumlah yang lebih banyak. Kalau pun pada kenyataannya jumlah rakaatnya menjadi lebih maka tidak masalah.

Namun masalahnya, bagaimana bila imam lupa sehingga dia berdiri untuk melakukan rakaat kelima sedangkan makmum sadar akan hal itu, haruskah dia mengikuti imam? Bagi Imamnya, itu masih rakaat keempat sebab dia mengikuti aturan di atas, tetapi para makmum tahu dengan yakin bahwa jumlah rakaatnya sudah lengkap tetapi imam mau menambah. Apa yang harus dilakukan makmum? Jawabannya, makmum memilih dua opsi berikut:

1. Dia berniat mufaraqah (lepas dari jamaah) sehingga dia meneruskan tasyahhud lalu salam duluan.

2. Dia menunggu imam dalam posisi duduk tasyahhud. Setelah imam sampai di posisi tersebut, baru shalat dilanjutkan bersama imam.

Yang jelas, dalam kondisi ini makmum dilarang berdiri ke rakaat kelima mengikuti imam yang lupa tadi. Biarkan imam tersebut mengikuti prosedur orang yang lupa jumlah rakaat, tetapi makmumnya yang tidak lupa dilarang mengikuti. Jadi, shalatnya jalan sendiri-sendiri dengan prosedur yang berbeda dan semuanya sah. Imam mengikuti prosedur bagi orang lupa, sedangkan makmum mengikuti prosedur bagi orang yang tidak lupa. Ingat, fikih itu soal prosedur.

Jadi, makmum tidak perlu memanggil-manggil imam terus menerus dengan bacaan "subhanallah", malah bisa batal nanti makmumnya karena berniat komunikasi dengan Imam. Mengingatkan dengan bacaan "subhanallah" tidak perlu diulang ulang dan itu pun harus dengan disertai niat dzikir. Kalau berniat murni bicara pada Imam, maka batal shalatnya.

Sedangkan Sang Imam juga tidak wajib mengikuti hitungan makmum, kecuali bila makmumnya banyak dan mereka semua yakin rakaat imam sudah lebih. Jadi, meskipun makmum (yang sedikit) yakin bahwa rakaat imam lebih namun selama Sang Imam masih ragu, maka prosedur ambil jumlah terkecil di atas tetap harus dia lakukan. Bila Sang Imam memaksakan ikut hitungan makmum yang mengucap "subhanallah" mengingatkan tetapi hatinya sendiri masih ragu, maka dia salah prosedur sehingga shalatnya secara fikih kurang. Sekali lagi, fikih itu soal prosedur.

Semoga bermanfaat.

Sumber foto: SS kitab fathul muin di pinggiran i'anah


Editor: Daniel Simatupang