Munculnya Ilmu Kalam pada Aliran Asy’ariyah

 
Munculnya Ilmu Kalam pada Aliran Asy’ariyah
Sumber Gambar: Ilustrasi/Pixabay

Laduni.ID, Jakarta – Perkembangan islam memunculkan berbagai kepercayaan dan pemahaman dari berbagai aliran dan madzhab. Munculnya madzhab Asy’ariyah menjadi penengah dari permasalahan pemikiran dan pendapat yang sedang berkembang di lingkungan umat islam diantaranya madzhab Khawarij, Murji’ah, Qadariyah, Jabariyah, dan Mu’tazilah.

Madzhab Asy’ariyah merupakan madzhab dengan faham Ahlul Sunnah wal Jama’ah. Dalam teologi Islam, bagi pengikut Abu Hasan Ali bin Isma'il al-Asy’ariy berarti mengikuti ajaran dan ber-madzhab Al-Asy’ariyah (al-Syahrastani, 1986:94). Tokoh Al-Asy’ariy hidup pada tahun 260-324 Hijriyah atau akhir abad ke III dan awal abad IV.

Pembela aliran Asy'ariyah yang paling berpengaruh sepanjang sejarah yaitu Abu Hamid al-Ghazali yang lahir pada tahun 1058 H. Imam Al-Ghazali menjadi seorang tokoh dalam menyebarkan agama Islam. Beliau menyebarkan agama islam dari negeri Andalusia (Spanyol) sampai ke Indonesia, dan pernah menjabat sebagai seorang guru Madrasah Nizamiyah. Ajaran Islam yang disebarkan pada saat itu, sekarang dikenal dengan aliran Asy’ariyah. Madrasah Nizamiyah memiliki cabang di berbagai wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah.

Imam al-Ghazali memiliki pengaruh dan peran yang cukup besar, beliau pun dikenal sebagai “Hujjatul Islam”. Tokoh yang bernama Ahmad Mahmud Shubhi mengatakan bahwa Imam Al-Ghazali termasuk tokoh dalam mewakili peradaban penyebaran agama Islam. Imam al-Ghazali memiliki kedudukan dan fungsi ilmu dari berbagai sudut pandang. Beliau pun menganjurkan kepada seluruh umat muslim untuk memiliki kehidupan sederhana dan memiliki akidah Islam yang kuat.

Imam Al-Ghazali sebagai tokoh terpenting dalam teologi al-Asy’ariyah. Beliau mengajarkan berbagai paham yang kemudian dikembangkan dengan paham al-Asy’ariyah. Tatkala itu, argumen beliau sama dengan golongan al-Asy’ariyah. Dalam teologi Harun Nasution pada kitab al-Iqtishadfi al-I'tiqad, menjelaskan bahwa Tuhan memiliki sifat-sifat qadim yang mempunyai wujud diluar zat.

Tahun 1427 M lahir seorang tokoh aliran Asy'ariyah yang bernama Abu Abdullah Muhammad bin Yusuf as-Sanusi. Beliau termasuk orang yang memiliki pengaruh besar di Indonesia. Ciri khas beliau dalam menyebarkan islam yaitu konsep keilmuwan terkait sifat Allah dan Rasul-Nya.

Awalnya, perkembangan Islam dirumuskan oleh Al-Imam Ahmad bin Hanbal pada aliran Salafiyah. Aliran salafiyah berkonsep tekstual dan menjadikan nash sebagai pemahaman aqidah Islam berdasarkan akal dan dalil naql sebagai sumber ilmu pengetahuan. Sementara pada aliran Mu'tazilah sebuah aliran Islam berdasarkan antara akal dan naql yang digabungkan bersama dengan tetap sebagai penentu bila nash bertentangan dengan kebenaran akal (Imarah, 1991: 165).

Pengikut aliran Asy’ariyah memiliki ciri-ciri khusus yaitu berpikir dan mempelajari sesuai dengan Undang-Undang. Menurut mereka, iman merupakan sebuah keyakinan dalam hati, sedangkan amal perbuatan merupakan sebuah hasil dalam melakukan perbuatan.

Para pengikut Asy-ariyah yakin adanya kehadiran Tuhan terletak pada kehendak mutlak-Nya. Menurut aliran Asy’ariyah, perkataan Tuhan merupakan sebuah larangan, perintah, berita, dan istikhbar, serta janji dan ancaman. Perkataan Tuhan diturunkan kepada Rasul dan Nabi dalam menyebarkan agama Islam.

Dilihat dari aspek objek ilmu kalam, filsafat, dan tasawuf membahas masalah yang berkaitan dengan ketuhanan. Serta ketiga ilmu tersebut berurusan dengan hal realitas kesungguhan. Ilmu Filsafat menjelaskan secara detail terkait wataknya, serta berusaha menjelaskan adanya kebenaran alam dan kehidupan manusia.

Ilmu ajaran Asy’ariyah bersumber dari Alqur`an dan sunnah yang berdasarkan kepada kaidah-kaidah ilmu kalam. Oleh sebab itu, muncul beberapa penilaian terhadap konsekuensi penggunaan ilmu kalam saat mendahulukan akal daripada naql. Rujukan hadis masalah keyakinan kepada Tuhan (akidah) ditolak oleh aliran Asy’ariyah. Menurut mereka, hadis yang perawinya tidak mencapai (hadis ahad) tidak menetapkan keyakinan pada ilmu.

Abu al-Hasan menyarankan dalam penafsiran Al-Quran lebih merujuk kepada ketetapan ajaran Rasulullah SAW. Beliau juga menetapkan penafsiran yang mutawatir di kalangan sahabat. Jika ditinjau lebih lanjut antara ilmu kalam, filsafat, dan tasawuf mempunyai kemiripan objek kajian.

Tujuan dan arah pengetahuan ilmu kalam akan bersifat ketuhanan dan mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Selain itu, objek ilmu kalam juga meliputi masalah alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada di muka bumi.


Editor: Daniel Simatupang