Biografi KH. Sulaeman

 
Biografi KH. Sulaeman

Daftar Isi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Riwayat Keluarga
1.3       Wafat

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1       Mengembara Menuntut Ilmu
2.2       Guru-guru Beliau
2.3       Mendirikan dan Mengasuh Pesantren

3          Penerus Beliau
3.1       Anak-anak Beliau

4          Karier
4.1       karier Beliau

5          Referensi

1 Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1  Lahir
KH. Sulaeman dilahirkan pada tahun 1871 di Kampung Kelapadua, Desa Kagungan, Kecamatan Serang, Kota Serang Banten. Dari pasangan  H. Madiereu Bin Mahrum dan Nyi Arsiyah binti Ki Kam bin Ma’wun bin Muhammad bin Naim bin Ki Damang, setelah menikah dan tinggal di Kampung Kelapadua, pasangan H. Madiereu memiliki tujuh orang putra dan putri, empat laki-laki dan tiga perempuan. KH. Sulaeman merupakan anak bungsu dari ke-tujuh bersaudara, di antaranya:
1. H. Adam
2. Nyi, Hj. Bah
3. H. Khotib
4. Nyi Juleha
5. H. Musthofa
6. H. Ja’far
7. KH. Sulaeman

1.2  Riwayat Keluarga
KH. Sulaeman kemudian menikah dengan istri pertamanya yang bernama Aisyah dari Sukalila dan istri keduanya Asyikoh dari Cantilan. Istri pertama mempunyai dua orang anak yaitu:
1. H. Ishaq bin KH. Sulaeman
2. H. Adra’i bin KH. Sulaeman
Istri kedua mempunyai lima orang anak empat peremuan dan satu laki-laki, yaitu:
1. Hj. Hamdanah binti KH. Sulaeman
2. Hj, Ruhanah binti KH. Sulaeman
3. Hj. Hasanah binti KH. Sulaeman
4. Hj. Rohayah binti KH. Sulaeman
5. H. Sunal Murad bin KH. Sulaeman

Dari ke tujuh anaknya tersebut, KH. Suleaman mengharapkan anaknya menjadi anak yang mempunyai Ilmu Agama dan mencari ilmu
di pesantren. Dalam memberikan pendidikan agama pada putra-putrinya banyak yang ditangani sendiri. Sejak mereka kecil sudah
terbiasa mengaji dan mempelajari ilmu. Perhatian itu juga dirasakan oleh cucu-cucunya yang juga banyak diajarkan ilmu agama seperti belajar Al-Quran dan ilmu-ilmu lainnya.

1.3  Wafat
KH. Sulaeman meninggal dunia pada tanggal 2 Jumadil Akhir tahun 1362 H di usia 70 tahun, beliau berpesan makamnya kelak agar tidak
dikurung dan dikeramatkan sebab beliau tidak mau seolah-olah makamnya milik sendiri. Hai ini membuat kesedihan yang mendalam bagi
keluarga dan khususnya masyarakat Serang, karena KH. Sulaeman dalam kehidupan sehari-harinya beliau selalu berbincang-bincang dengan masyarakat. KH. Sulaeman di kebumikan di Kampung Cantilan tepatnya dimakam keluarga.

2  Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau

2.1   Mengembara Menuntut Ilmu
Sejak kecil KH. Sulaeman telah mendapatkan pendidikan pertama yaitu pengajaran mengenai ajaran-ajaran agama Islam tingkat dasar seperti membaca Al-Quran, fiqih, akhlak, dari ayahnya sendiri yaitu H. Madiereu. Meski ayah beliau bukan seorang kiyai besar, KH. Sulaeman tetap mendapatkan pengajaran agama, karena beliau ingin KH. Sulaeman menjadi anak yang pandai dalam bidang agama. Berkat kecerdasannya dan keuletan beliau dalam belajar KH. Sulaeman semakin menguatkan tekadnya lebih rajin dan tekun ibadah. Setelah belajar dari ayahnya sendiri, KH. Sulaeman melanjutkan pendidikannya ke pesantren Syekh Asnawi Caringin.

Setelah mendapatkan pengajaran dari ayahnya KH. Sulaeman melanjutkan pendidikannya sebagai santri di pesantren Syekh Asnawi
Caringin, beliau termasuk santri yang cerdas dan sangat patuh serta berakhlak tinggi. Apa pun perintah guru selalu dikerjakannya dengan baik, pengabdian kepada guru tanpa pamrih materi pelajaran dikuasainya dengan cepat. Namun diusia yang ke-17 tahun pada masa Geger Cilegon 1888 bersama istri beliau Aisyah, berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji selepas itu mukim disana untuk menuntut ilmu.

Selama di Mekkah seperti diceritakan oleh KH. Zaenal Arifin, KH. Sulaeman sedang tafakkur di Masjidil Haram, tiba-tiba datanglah seseorang laki-laki berbadan tinggi besar hitam merangkulnya, kamu mau bisa ngaji?, buka mulutmu, lalu Ia meludahinya, tiba-tiba laki-laki itu menghilang meninggalkannya. Tidak diketahui persis kegiatan KH. Sulaeman di sana sebelum mengaji, namun beliau yang kala itu belum pandai mengaji berguru kepada Ulama terkenal dari Banten Syekh Nawawi Al-Bantani.

Banyak dari murid Syekh Nawawi Al-Bantani, termasuk KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Chasbullah dari Jombang Jawa Timur, kemudian menjadi ulama besar di Indonesia. Selama berguru kepada Syekh Nawawi Al-Bantani, beliau mengaji beberapa kitab, salah satunya kitab yang pernah dibimbing oleh Syekh Nawawi adalah Tafsir Munir, beliau menuliskan coretan-coretan kecil di dalam bukunya.

KH. Sulaeman selama berguru termasuk santri “usil”, keinginan tahuannya terhadap gurunya sangat besar sekali, seringkali beliau
mengintip apa yang sedang dikarang oleh Syekh Nawawi, beliau melihat kamar gurunya terang benderang, padahal dulu tidak ada lampu, pulpen seolah-olah jalan sendiri, beliau melihat gurunya itu sangat teliti dalam mengarang kitab, kebiasannya setelah menyelesaikan penulisan kitab, Syekh Nawawi selalu sholat istikhoroh, oleh sebab itu karyanya masih terpakai hingga saat ini.

Setelah belajar di Mekah selama 3 tahun, pada tahun 1891 beserta istri dan anaknya Adra’i, kembali ke kampungnya di Sukalila
yang saat itu tidak terlalu jauh dari pusat Pemerintahan Resident Banten, kemudian seperti kebiasaan para santri saat itu, beliau pergi
bersama dengan KH Abdul Latief Cibeber melanjutkan berguru kepada KH. Abdul Karim Tanara yang pada saat itu baru saja kembali dari
Mekah, kemudian beliau pulang ke negerinya di Banten pada tahun 1872

2.2  Guru-guru Beliau
Guru-guru beliau ketika menuntut ilmu adalah:

  1. H. Madiereu
  2. Syekh Asnawi Caringin
  3. Syekh Nawawi Al-Bantani
  4. KH. Abdul Karim Tanara

2.3  Mendirikan dan Mengasuh Pesantren
Setelah berguru kepada ulama Banten yang cukup berpengaruh pada saat itu Syekh Asnawi Caringin dan Syekh Abdul Karim Tanara,
KH. Sulaeman kemudian kembali ke Kampung Sukalila serta mendirikan Pesantren, namun tidak diketahui secara persis cerita tentang gagasan pendirian pesantren ini, apakah merupakan keinginan dari ayahnya H. Madiereu atau meneruskan pesantren yang sudah ada
sebelumnya yang dikelola oleh KH. Abdurrahman.

Dalam catatan Sejarah sebelum Pesantren KH Sulaeman berdiri, terlebih dahulu berdiri Pesantren KH. Abdurrahman, beliau seorang ulama yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama namun, KH. Abdurrahman juga mengembangkan kesenian Rudat Sukalila kepada santri-santrinya sebagai antisipasi terhadap kaum penjajah. Setelah beliau wafat tahun 1770, Rudat Sukalila diteruskan kepada KH. Sulaeman dan H. Bani.

3  Penerus Beliau            

3.1  Anak-anak Beliau
Anak-anak beliau yang meneruskan perjuangan keagamaan adalah:
Istri pertama mempunyai dua orang anak yaitu:
1. H. Ishaq bin KH. Sulaeman
2. H. Adra’i bin KH. Sulaeman
Istri kedua mempunyai lima orang anak empat peremuan dan satu laki-laki, yaitu:
1. Hj. Hamdanah binti KH. Sulaeman
2. Hj, Ruhanah binti KH. Sulaeman
3. Hj. Hasanah binti KH. Sulaeman
4. Hj. Rohayah binti KH. Sulaeman
5. H. Sunal Murad bin KH. Sulaeman

4  Karier      

4.1  Karier Beliau
Karier sesuai dengan keilmuan beliau, posisi karier yang diduduki di antaranya:
    1. Menjadi hakim anggota Landraad pertama kali diangkat pada sekitar tahun 1930
 

5  Referensi 

BIOGRAFI KH. SULAEMAN

 

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya