Biografi Sayyid Abdurrahman As-Segaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali

 
Biografi Sayyid Abdurrahman As-Segaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali

Daftar Isi Biografi Sayyid Abdurrahman As-Segaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat
1.3  Nasab
1.4  Keluarga

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Guru-guru
2.2  Murid

3.    Teladan
3.1  Sosok Imam Abdurrahman Dalam Menjaga Rutinitas Ritual
3.1  Kezuhudan, Kewara’an dan Perhatian
3.1  Derajat, Keutamaan, Ihwal dan Gelar Assegaf

4.    Keistimewaan
5.    Sekelumit Tentang Hadhrah Assegaf
6.    Nasehat
6.    Referensi

 

Laduni.ID, Jakarta – Beliau As Sayyid As Syarif, Al Ghautsus Syahir, Al Wali Al Fardur Rabbani Al Kamil, Al Imam Al Qudwah, Syeikhu Syuyukhil Auliya Al Arifin Al Mutamakkin Wajihuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Ali bin Alwy bin Sayyidunal Faqihul Muqaddam.

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
Beliau Imam Abdurrahman Assegaf lahir di kota Tarim pada tahun 739 H.

1.2 Wafat
Beliau meninggal pada hari Kamis tanggal 23 Sya’ban tahun 819 H, dimakamkan pada Jum’at pagi, kabar kematian beliau mengguncangkan lembah Hadhramaut, jenazah beliau diantar kekubur diiringi dengan banjir air mata dan suasana duka yang mendalam.

1.3 Nasab
Nabi Muhammad saw, Ali bin Abi Tholib dan Fatimah Al Zahra’, Al Husein, Ali Zainal Abidin, Muhammad Al Baqir, Jakfar Al Shadiq, Ali Al Uraidli, Muhammad, Isa Al Naqib, Ahmad Al Muhajir, Ubaidillah, Alawi, Muhammad, Alawi, Ali Khali’ Qasam, Muhammad Shahib Mirbat, Ali, Muhammad Faqih Al Muqaddam, Alawi, Muhammad Mauladawilah, Syekh Abdurrahman Assegaf, Ahmad Muhammad, Abu Bakar Al Sakran, Umar Al Muhdhar, Ali, Hasan, Aqil, Jakfar, Syekh, Alawi, Abdullah, Ibrahim.

1.4 Keluarga
Ibu beliau dan ibu saudara saudaranya adalah Aisyah binti Abu Bakar bin Ahmad bin Faqih Muqaddam, makamnya berada didaerah Qasam, adapun ibu dari saudara beliau Alwy adalah Zainab binti Hasan bin Ali bin Faqihul Muqaddam.

Syeikh Imam Abdurrahman Assegaf meninggalkan tiga belas anak laki laki dan tujuh anak perempuan, anak beliau Ahmad, Muhammad, Abu Bakar, Umar dan Maryam berasal dari ibu yang bernama Bahiyah binti Ali bin Abdullah Ba’alawy, adapun Hasan, Agil dan Ja’far, ibu mereka adalah puteri dari Salim bin Judail, kalau Syeikh, Abdullah dan Alwy ibu mereka adalah Aisyah binti Yahya Balqanin, Ali ibunya adalah seorang wanita dari Kabilah Batsabtan, Ibrahim ibunya adalah puteri dari Abdullah Ba Fadl Balhaj, Husain ibunya adalah seorang wanita dari Kabilah bin Ubaid.

Keempat anak beliau tidak memiliki keturunan yaitu Umar Muhdar, Hasan, Ahmad dan Syeikh, adapun yang kelima Ja’far memiliki keturunan tetapi kemudian terputus.

2.  Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Guru

Beliau belajar langsung dengan ayahnya, selain itu beliau juga mempelajari kitab Tambih dan Muhadzab karya Abu Ishaq, Kitab Al Basit, Al Wasit, Al Wajiz dan Al Khulasah karya Imam Ghazali, beliau juga mempelajari kitab Ihya Ulumuddin dan buku buku tasawuf lainya, di samping mempelajari kitab Al Aziz Syarah Al Wajiz dan Al Muharrar yang keduanya karya imam Rafi’i.

Beliau bersahabat erat dengan Sayyid Al Imam Al Faqih Muhammad bin Alwy bin Ahmad, keduanya seringkali mendiskusikan masalah ilmu, sama halnya dengan Syeikh Al Imam Muhammad bin Abu Bakar Ba Abad beliau juga sering mendiskusikan masalah masalah ilmu denganya bahkan Syeikh Muhammad ini lebih mendahulukan beliau dalam pelajaran daripada orang lain.

Untuk menambah bobot keilmuannya, beliau hijrah ke Ghail Ba Wazir (sekitar 50 kili meter dari kota Mukalla) untuk menimba ilmu dari Syeikh Al Faqih Al Imam Muhammad bin Sa’id Abu Syukail, disitu beliau mentahqiq kitab Ihya, Al Risalah Al Qusyairiyah, dan Al Awarif.

Beliau juga belajar dari Seikh Muhammad bin Abi Bakar Ba Abbad dan menemuinya selama bertahun tahun. Syeikh Ba Abbad saat itu sangat menghormati beliau, lalu hijrah ke Aden untuk belajar ilmu bahasa arab dari Syeikh Muhammad bin Said Kabin, di sana beliau mendalami ilmu usul, Balaghah, Tafsir, Hadis, tidak ada saat itu yang terlewatkan, meski begitu beliau tetap tawadhu’ dihadapan guru gurunya, beliau sangat mencintai dan memberikan hak hak mereka sebagai gurunya.

2.2  Murid
Seluruh para wali dan orang-orang shaleh sangat mengagungkan Imam Assegaf, mereka memandang beliau sebagai pemegang kewalian terbesar, di hadapan beliau mereka merendahkan hati dan mengakui keistimewaanya, di antara mereka adalah putera-puteri beliau yang menjadi wali qutub seperti : Abu Bakae Sakran, Umar muhdar dan Hasan, juga seperti imam Muhammad bin Abu Bakar Ba Abad, Syeikh Fadl bin Abdullah bin Ba Fadl, Syeikhah Al Arifah Sulthanah binti Ali Az Zubaidi, Al Faqih Al Arif Ali bin Salim, Imam Zahidin Sayyid Al Imam Hasan Al Wari’ bin Ali bin Ba’alawy, Syeikh Al Arif Billah Ali bin Sa’id Ba Shulaib, Syeikh Al Wali Bayazid (Shahib Wadi Amd), Syeikh Umar bin Sa’id Ba Jabir, Syeikh Muzahim Ba Jabir (Shahib Brum0 dan Syeikh Muhammad bin Sa’id bin Kabbin Al Adani.

Syeikh Ali bin Salim ini termasuk wali abdal, meski kedudukan beliau yang tinggi dan umur yang sudah lanjut, beliau trela belajar kepada Syeikh Abdurrahman Assegaf yang kala itu masih di permulaanya.

3.  Teladan

3.1 Sosok Imam Abdurrahman Dalam Menjaga Rutinitas Ritual
Dalam sehari semalam beliau mengkhatamkan Al Qur’an sebanyak delapan kali, empat di malam hari dan empat di siang hari, bila diperinci tepatnya dua kali khatam setelah shalat subuh hingga waktu dhuhur, sekali khatam antara dhuhur sampai ashar dalam dua rakaat shalat, dan sekali khatam setelah ashar.

Hal tersebut sangat sulit untuk diterima di masa kini, karena kondisi di zaman seperti sekarang ini untuk mengkhatamkan Al Qur’an dalam satu hari saja susahnya bukan main, namun kondisi yang ada saat itu juga usaha dan perjuangan orang orang shaleh untuk bisa kontinyu dan konsisten dalam membaca dan mengingat ayat ayat Al Qur’an sangatlah berbeda dengan kondisi kita sekarang, usaha dan perjuangan mereka itu menjadikan ayat ayat Al Qur’an seakan sambung menyambung di lidah mereka, hal ini dinamakan dengan istilah Thoy dikalangan ulama, yakni Allah swt menjadikan Al Qur’an sangat mudah di lidah sehingga dapat diselesaikan dalam waktu yang relative singkat, hal ini pun diriwayatkan dari orang orang terdahulu seperti shabat Utsman bin Affan yang mengkhatamkan Al Qur’an dalam Thawaf, begitu juga Al Imam Al Syafi’I dan lain lain.

Di malam hari beliau terlihat bagai tiang karena terlalu lama berdiri shalat, suatu kali beliau beribadah bersama Syeikh Fadl di kubur Nabi Hud as dalam jangka waktu sebulan, dua bulan terkadang sampai berbulan bulan, sebelumnya keduanya telah lama belajar ilmu ilmu yang bermanfaat dan selalu diskusi bersama.

3.2 Kezuhudan, Kewara’an dan Perhatian
Syekh Abdurrahman Assegaf terkenal Zuhud dan wara’ menjauhkan dari hatinya bersit-bersit dunia. Diriwayatkan beliau  membedakan antara zakat untuk orang fakir dan zakat untuk orang miskin sehingga tak sebiji kurma pun dari hak mereka yang tersisa di tangan beliau, bahkan senanatiasa mencuci kurma-kurma tersebut dengan air.

Beliau condong untuk menekuni profesi kerajinan tangan dan bertani, beliau memiliki kebun kurma banyak di Tarim, Masilah, dan lain-lain, jika menanam sebiji korma beliau iringi dengan bacaan surat yasin, namun bila di kebun beliau yang dinamai dengan Bahubaisyi setiap selesai tanam beliau mesti mengakhirinya dengan satu hataman Al Quran, lalu  kebun itu disedekahkan kepada anak-anaknya yang ada pada saat itu dengan syarat mereka mau untuk membaca Al Quran, tahlil, dan tasbih setiap malam dengan jumlah tertentu yang mana pahalanya dihadiahkan untuk beliau setelah meninggal nanti. Anak-anak beliau pada saat itu adalah delapan laki-laki dan enam perempuan.

Diantara kebajikan beliau lagi adalah membangun sepuluh masjid di Hadhramaut, dan membekali setiap masjidnya dengan wakaf bangunan dan tanah, sampai sekarang masjid-masjid itu termasuk masjid beliau yang ada di Tarim tetap makmur, di masjid itu setiap minggu diadakan Hadhrah,  dan madrasah tahfidz Al Qur’an di bawah asuhan Sayyid Muhammad bin Alawi Al Idrus yang terkenal dengan nama Syekh Sa’ad .

3.3 Derajat, Keutamaan, Ihwal dan Gelar Assegaf
Komunitas masyarakat pada zamannya sepakat memberikan gelar kepada beliau dengan Assegaf disebabkan oleh ketinggian tekad dan martabat beliau, sampai-sampai beliau ibarat atap bagi mereka, namun para ahli sejarah berselisih tentang asal penamaan beliau dengan hal itu, sebagian riwayat mengatakan  panamaan itu karena beliau menyembunyikan hakikat dirinya, maka beliau ibarat tertuup di bawah atap kerendahan diri dan jauh dari ketenaran, diriwayatkan pula beliau tidak pernah mengaku terjadinya haal (perubahan kepribadian buah keteguhan dalam mendekatkan diri kepada Allah) pada dirinya ataupun meminta dianggap pada derajat tertentu, bahkan beliau membenci hal tersebut, riwayat lain mengatakan dinamakan demikian sebab beliau mengayomi para wali di zamannya dengan haal  yang terjadi pada diri beliau maka beliau ibarat atap pelindung bagi mereka.

Tampaknya peningkatan derajat dan maqam (derajat kedudukan) beliau merupakan motivator terjadinya penamaan tersebut, sebab dari awal karakter yang tidak mau dikenal dan keistimewaannya kemudian ketika derajatnya diangkat oleh Allah SWT beliau menjadi atap bagi para wali.

Dalam beberapa nasihat beliau mengatakan, saya sudah berusaha namun Allah belum menganugerahkan Fath (pembuka hati) buat saya dengan fath yang besar sampai saya kembali mengkoreksi diri sendiri, lantas berkata Demi Allah hati ku tidak pernah menoleh kepada selain-Nya tidak kepada keluarga, anak, ataupun harta, aku tidak membangun rumah ataupun masjid kecuali aku telah diperintah sebelumnya.

Diantara kata mutiaranya adalah, obat hati adalah meninggalkan segala halangan dan petunjuk untuk mencapai segala kebaikan. Beliau berkomentar seputar popularitas seseorang dalam kewalian, saya mempelajari ihwal Hallaj, saya pikir dalam kacanya terdapat keretakan, namun setelah dipahami betul ternyata mengkilap dan tiada retaknya, saya pelajari ihwal Al Ghith bin Jamil saya dapati haalnya di atas ucapannya, saya pelajari ihwal Said bin Umar Balhaf saya dapati maqamnya sesuai dengan haalnya, saya pelajari ihwal Ahmad bin Abi Al Ja’ad kami dapati ucapannya melebihi haalnya.

Beliau juga mengatakan, jadilah orang zamanmu, jika kamu mendapati komunitas zamanmu itu srigala maka jangan kamu jadi domba sehingga mereka memangsamu,  jika kamu dapati mereka itu domba maka janganlah kamu menjadi srigala lalu memangsa mereka.

4. Keistimewaan

Sebelum kelahiran anaknya beliau sudah memberitahu akan kelahiran anaka anaknya sambil membedakan yang mana perempuan yang mana laki laki juga sipa yang akan meninggal terlebih dahulu.

Bahkan makanan satu gentong milik beliau bila ditimbang menjadi lebih berat sekitar Sembilan gentong, atas seizing Allah beliau dapat menampakkan buah kurma sebelum masa panennya, biji biji kurma itu oleh sebagian orang dijadikan tasbih dan tidak dapat terbakar oleh api, terkadang juga beliau menampakkan air, roti dan makanan yang semisalnya di tempat tempat yang biasanya hal itu tidak ada atas seizing Allah swt.

Terkadang suara beliau terdengar membenarkan orang yang salah membaca Al Qur’an di masjidnya sedangkan kala itu beliau berada di kota Ajiz, dan beliau menampakkan diri kepada orang yang memohon pertolongan beliau di tempat tempat yang jauh di lautan maupun daratan.

Terkadang terlihat menghadiri hadrah yang biasa beliau adakan secara rutin, hal ini setelah wafatnya begitu juga anak anak beliau juga terlihat hadir meski mereka telah meninggal dunia.

Banyak kalangan para wali dan malaikat menghadiri hadrah yang biasa beliau adakan semasa hidupnya maupun setelah wafatnya, bahkan salah seorang shalihin berkata : “hamper tidak tersisa tempat sejengkal pun lantaran ramai terisi oleh para rohaniyawan dari kalangan malaikat dan wali.”

Terkadang saat hadrah itu beliau terlihat di udara, bahkan para wali menyaksikan malaikat berduyun duyun turun dari langit untuk memperdengarkan tabuhan rebana dan suara seruling di suatu malam kala itu beliau meliburkan hadrahnya kemudian mereka terlihat naik kembali ke langit. Bila salah seorang Bani Alawy meninggal dunia beliau meliburkan hadrahnya sebanyak dua atau tiga kali.

Salah seorang wali berkata : “ Sesungguhnya doa dikabulkan saat dibukanya hadrah beliau, bahkan para ulama mengatakan : “Hal ini sudah banyak mujarab.”

Beliau seringkali berkumpul dengan Khidir as dan orang orang yang telah meninggal dunia, isteri beliau Bahiyah binti Ali bin Abdullah Ba’alawy pernah mendengar percakapan mereka dengan beliau bahkan hal ini menyebabkan isteri beliau ini jatuh sakit dan mengeluarkan darah hingga meninggal dunia hal ini seperti yang dikatakan oleh anaknya Muhammad, dan dijelaskan lagi saat itu ia mendengar percakapan mereka dikuburan.

Isteri beliau Aisyah binti Yahya berkata : “Dimalam sekembalinya beliau dari Jauf aku terbangun dan aku mendengarkan berbicara dengan beberapa orang, aku juga melihat tempat kami dipenuhi cahaya seperti bulan.”

5. Sekelumit Tentang Hadhrah Assegaf

Syekh Abdurrahman Assegaf membangun banyak masjid di Tarim dan sekitarnya, diantara masjid yang selalu dibina secara dzahir dan bathin oleh beliau selama hidup, dan masjid itu termasuk masjid pertama yang dibangun pada 768, beliau mengatakan pembinaan masjid ini diawali oleh empat orang imam mujtahid (imam empat madzhab) tiap-tiap mereka berdiri dipilar-pilarnya dan Nabi SAW berdiri di kiblatnya.

Syekh Abdurrahman beri’tikaf di masjid itu setelah isya’ tiap malam kamis dan senin untuk melaksanakan hadhrah tersebut, dan malam itu dinamakan lailatu alratib, jika salah satu keluarga Abi Alawi meninggal pernah beliau meninggalkan  dua atau tiga kali, lalu beliau diisyarati agar tidak perenah meninggalkan lailatu Al Ratib tersebut.

Hadhrah ini dibuka dengan fatihah, kemudian dengan tahlil lalu tasbih dengan membaca Subhana Rabika Rabbi Al ‘Izzati ‘amma yasifuun lalu Inna Allaha wa malaikatahu kemudia fatihah lagi.

Lalu dibuka dengan qasidah para salafu salih menurut susunan qasidah yang biasa dibacakan, dan disebutkan didalamnya kisa-salafu salih, tarim dengan pesantern-pesantren dan asas-asas ruhiahnya, sepeninggal Syekh Abdurrahman Assegaf ditambahkan qasidah-qasidah lain karangan putra-putra beliau dan beberapa pujangga dari salafu salih, Al Allamah Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al Masyhur mengumpulkan susunan qasidah-qasidah ini dalam satu buku dan dinamakan, Al Manhal Al ‘Ajib Al Shaf Fi Fadl Wa Kaifiyat Hadhrah Syekh Abdurrahman Assegaf (Sumber yang jernih tentang keutamaan dan tata cara Hadhrah Syekh Abdurrahman Assegaf).

6. Nasehat

Di antara nasehat beliau Imam Abdurrahman assegaf yaitu :

  • Obat hati ialah melepas segala ikatan selain Allah swt.
  • Barangsiapa yang tidak memiliki wirid tak ubahnya ia seekor monyet.
  • Barangsiapa yang tidak menela’ah kitab Ihya’ ia tidak punya rassa malu.
  • Seluruh manusia membutuhkan ilmu, ilmu butuh pengamalan, amalan butuh akal, nurani dan akal nurani membutuhkan taufik dari Allah swt.
  • Setiap ilmu yang tidak diamalkan merupakan kebatilan, setiap ilmu yang diamalkan tanpa diiringi niat adalah sia sia, setiap ilmu yang diamalkan dan diiringi niat tetapi tidak mengikuti sunnah ilmu itu tertolak, setiap ilmu, amalan, niat dan ibadah sunnah yang tidak disertai sikap wara’ merupakan kerugian, kelak saat pemiliknya ditimbang di khawatirkan ilmunya hilang tidak berarti sedikitpun.

7. Referensi

Riwayat hidup para wali dan shalihin (penerbit Cahaya Ilmu Publisher)

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya