Biografi KH. Mandhur Temanggung

 
Biografi KH. Mandhur Temanggung
Sumber Gambar: foto istimewa

Daftar Isi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Riwayat Keluarga
1.3       Wafat

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1       Mengembara Menuntut Ilmu
2.2       Guru-guru Beliau
2.3       Mendirikan dan Mengasuh Pesantren

3          Penerus Beliau
3.1       Anak-anak Beliau
3.2       Murid-murid Beliau

4          Jasa, Organisasi dan Karier
4.1       Jasa Beliau
4.2       Organisasi Beliau
4.3       Karier Beliau

5          Mursid Tarekat

6          Chart Silsilah
6.1       Chart Silsilah Sanad

7         Referensi

1 Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1  Lahir
KH. Mandhur lahir di Parakan, Temanggung, pada 1862 M. Ayah beliau, Joyo Jendul, merupakan salah seorang pengikut Pangeran Diponegoro.

1.2  Riwayat Keluarga
Setelah merasa cukup mencari ilmu, KH. Mandhur muda kembali ke kampung halamannya. Beberapa waktu kemudian, beliau menikah. Setelah berumah tangga, beliau menetap di Dusun Ngebel, Desa Kedungumpul, Kandangan, Temanggung.

1.3  Wafat
Beliau wafat pada 4 Rabiul Awal atau bertepatan pada 18 Februari 1980, jenazah beliau dimakamkan di Desa Kedungumpul, Kandangan, Temanggung.

2  Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau

2.1   Mengembara Menuntut Ilmu
Sejak kecil, beliau dididik untuk belajar ilmu-ilmu agama. Joyo Jendul ayah beliau menggembleng beliau agar pandai mengaji Alquran dan mencintai Islam. Tidak hanya di rumah, masjid menjadi tempatnya menimba ilmu. Khususnya selepas waktu Subuh dan Maghrib, anak lelaki ini selalu mengaji. Di luar jam-jam belajar, dia juga kerap membantu orang tuanya membuat keranjang, yang kemudian dijual di pasar.

Beliau memiliki semangat tinggi dalam mengaji ilmu-ilmu agama. Karena itu, beliau pernah meminta kepada ayahnya untuk didaftarkan pada sebuah pesantren. Lembaga tradisional ini berlokasi cukup jauh dari kediamannya. Joyo Jendul lantas memasukkan anaknya ke Pondok Pesantren Punduh, Magelang.

Usai belajar di sana, KH. Mandhur meneruskan menempa keilmuan beliau ke pondok pesantren yang lebih besar di Jawa Timur. Hingga akhirnya, ia berguru kepada Syaikhona Kholil Bangkalan, Madura. Pemuda ini juga sempat berbaiat kepada seorang mursyid Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah di Magelang, yaitu KH. Umar.

2.2  Guru-guru Beliau
Guru-guru beliau saat menuntut ilmu, di antaranya:
  1. Joyo Jendul
  2. Syaikhona Kholil Bangkalan
  3. KH. Umar

2.3  Mendirikan dan Mengasuh Pesantren
Sekitar tahun 1924, area sekitar Masjid at-Takwa telah berfungsi sebagaimana lingkungan pesantren. Maka, KH. Mandhur membangun sejumlah bangunan kamar tempat tinggal para santri.

Untuk itu, masyarakat setempat bersedia membantu secara gotong royong. Kebersamaan itu pun membuahkan hasil. Dari bulan ke bulan, kawasan tersebut semakin menunjukkan kekhasan pesantren. Akhirnya, berdirilah lembaga yang bernama Pondok Pesantren al-Falah di sana.

Keberadaan institusi itu tidak hanya membawa berkah bagi penduduk Dusun Ngebel, tetapi juga masyarakat Temanggung pada umumnya. Santri-santri yang belajar di pondok tersebut berasal dari berbagai daerah. Selama beberapa lama, Kiai Mandhur menjadi pengasuh pesantren itu. Kesehariannya dijalani dengan mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam kepada para santri dan penduduk Muslim setempat.

Pada 1950, KH. Mandhur hendak kembali memulihkan Pondok Pesantren al-Falah yang dibangunnya dahulu. Akan tetapi, niat Kiai Mandhur belum terlaksana. Sebab, dia terlebih dahulu mendapatkan surat perintah dari menteri agama RI saat itu, KH. Abdul Wahid Hasyim. Dari Jakarta, surat itu berisi ajakan agar sang kiai bersedia menerima amanah sebagai Imam Masjid Agung Darussalam Temanggung. Dengan berat hati, dia pun menyanggupi permintaan itu.

Sejak itu, KH. Mandhur pindah dari tempat tinggalnya semula ke pusat Kabupaten Temanggung. Hal itu lantaran dia lebih mudah dalam menjalankan pelbagai tugas selaku imam besar. Di sana, mubaligh kelahiran tahun 1862 ini menetap di rumah bekas orang Prancis. Letaknya persis di seberang Masjid Agung Darussalam.

Sebagai imam besar, ia kemudian menghidupkan kembali kegiatan pengajian jamaah tarekatnya. Biasanya, pengajian atau majelis zikir digelar di serambi masjid tersebut. Waktu pengajian digelar setiap malam Jumat. Adapun pengajian umum diadakan setiap hari Rabu.

Bersama jamaah tarekatnya, KH. Mandhur dapat mendirikan pondok pesantren sendiri. Lokasinya terletak tidak jauh dari tempat tinggalnya di pusat Temanggung. Lembaga ini kemudian dikenal sebagai Pondok Pesantren Mujahiddin.

3  Penerus Beliau            

3.1  Anak-anak Beliau
Anak-anak beliau yang menjadi penerus perjuangan keulamaan di antaranya:
KH. Ahmad Bandanuji

3.2  Murid-murid Beliau
Murid-murid beliau adalah para santri di pesantren Al Falah dan Pesantren Mujahidin Temanggung

4  Jasa, Organisasi, dan Karier    

4.1  Jasa
4.1.1  Membentuk Barisan Pemuda Bambu Runcing

KH. Mandhur merupakan salah satu ulama yang hadir dalam musyawarah pembentukan Barisan Muslimin Temanggung atau Barisan Bambu Runcing. Rapat ini dihadiri para kiai sedaerah Temanggung pada 30 Oktober 1945.

Dalam perkumpulan musyawarah tersebut, para alim ulama yang dituakan diminta untuk melakukan penyepuhan senjata para laskar. Harapannya, itu akan berdampak positif bagi perjuangan mereka dalam melawan penjajah NICA. Dengan adanya perkumpulan kiai tersebut, terbentuklah Barisan Bambu Runcing di Parakan.

Dalam musyawarah ini, KH. Mandhur ditunjuk sebagai pemimpin. Namun, ia menyadari bahwa di dalam forum tersebut ada yang lebih sepuh darinya. Ia pun sempat merasa kurang berhak atas kepemimpinan tersebut.

Karena itu, kepemimpinan atas Barisan Bambu Runcing disarankannya untuk KH. Subkhi. Pada waktu itu, umur dai kelahiran Parakan Kauman itu memang paling sepuh. Akhirnya disepakati, KH. Subkhi-lah yang memimpin Barisan Muslimin Temanggung.

Walaupun secara tertulis tidak mendapatkan tugas dalam penyepuhan bambu runcing, KH. Mandhur tetap berperan dalam menyumbangkan doa-doa kepada para laskar. Bacaan munajat itu digunakan untuk menyepuh senjata bambu runcing. Sang kiai bahkan termasuk yang paling banyak dalam memberikan doa-doa untuk keperluan itu.

Pengaruh doa dari para kiai Bambu Runcing menjadi daya tarik tersendiri bagi para pemuda untuk datang ke Parakan. Kereta api luar biasa (KLB) jurusan Parakan bahkan penuh sesak oleh para laskar. Mereka ingin meminta doa dan wejangan dari para kiai setempat.

Dengan begitu, KH. Mandhur bersama para kiai lainnya menjadi sibuk. Pada saat itu, pemberian doa dan wejangan dibagi beberapa tempat yang mana masing-masing dipimpin oleh KH. Mandhur, KH. Ali, KH. Nawawi dan pemimpin Barisan Bambu Runcing yaitu KH. Subkhi. Salah seorang peserta yang datang ke Parakan ialah Sudirman. Pria ini di kemudian hari menjadi jenderal besar TNI.

Kemudian KH. Mandhur yang melihat hal itu menyuruh KH. Saifuddin Zuhri untuk melihat dari dekat kegiatan gemblengan yang dilakukan Barisan Bambu Runcing. Karena, KH. Mandhur merasa khawatir akan adanya fitnah oleh orang-orang yang tidak menyukai dan tidak mendukungnya.

Di waktu lain, Kota Parakan juga pernah kedatangan tiga tokoh yang sangat berpengaruh terhadap kemerdekaan Indonesia yaitu KH. A Wahid Hasyim, KH. Masykur, dan KH. Zaenul Arifin. Para tokoh tersebut didampingi oleh KH. Saifuddin Zuhri untuk bertemu dengan KH. Subkhi.

Pengaruh doa dari para kiai Bambu Runcing menjadi daya tarik tersendiri bagi para pemuda untuk datang ke Parakan. Kereta api luar biasa (KLB) jurusan Parakan bahkan penuh sesak oleh para laskar. Mereka ingin meminta doa dan wejangan dari para kiai setempat.

Dengan begitu, KH. Mandhur bersama para kiai lainnya menjadi sibuk. Pada saat itu, pemberian doa dan wejangan dibagi beberapa tempat yang mana masing-masing dipimpin oleh KH. Mandhur, KH Ali, KH. Nawawi dan pemimpin Barisan Bambu Runcing yaitu KH. Subkhi. Salah seorang peserta yang datang ke Parakan ialah Sudirman. Pria ini di kemudian hari menjadi jenderal besar TNI.

Kemudian KH. Mandhur yang melihat hal itu menyuruh KH. Saifuddin Zuhri untuk melihat dari dekat kegiatan gemblengan yang dilakukan Barisan Bambu Runcing. Karena, KH. Mandhur merasa khawatir akan adanya fitnah oleh orang-orang yang tidak menyukai dan tidak mendukungnya.

Di waktu lain, Kota Parakan juga pernah kedatangan tiga tokoh yang sangat berpengaruh terhadap kemerdekaan Indonesia yaitu KH. A Wahid Hasyim, KH. Masykur, dan KH. Zaenul Arifin. Para tokoh tersebut didampingi oleh KH. Saifuddin Zuhri untuk bertemu dengan KH. Subkhi. Salah seorang peserta yang datang ke Parakan ialah Sudirman. Pria ini di kemudian hari menjadi jenderal besar TNI.

Setelah KH. Wahid Hasyim meninggalkan Kota Parakan, KH. Mandhur yang waktu itu menjadi pemimpin Sabilillah tetap berada di Parakan untuk memusyawarahkan tentang hari-hari mendatang bagi Parakan. KH. Saifuddin Zuhri kemudian mengusulkan bahwa penyepuhan tidak harus dilakukan oleh KH. Subkhi dikarenakan umurnya yang sudah 90 tahun lebih.

Hal itu juga dapat menganggu kesehatan KH Subkhi kalau setiap hari harus menemui ribuan tamu yang datang. Dengan begitu diusulkan agar KH. Mandhur dan KH. Nawawi yang melakukan penyepuhan.

Menurut buku yang ditulis oleh KH. Istachori Syam’ani, KH. Mandhur dulu menjabat sebagai pemimpin BMT Daerah Temanggung, yang mana pada waktu itu dibentuk perwakilan-perwakilan BMT disetiap daerah untuk memudahkan para pejuang.

Walaupun sudah ada perwakilan disetiap daerah seperti Jawa Timur, Pati, Krapyak, dan Cepiring, tapi para pejuang tetap datang ke Parakan Kabupaten Temanggung yang dipimpin oleh KH. Mandhur. KH. Mandhur turut menggembleng para pejuang di Parakan dengan mengambil hikmah dari Alquran, yaitu surah al-A’raf ayat 171.

Artinya, “Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu, serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya agar kamu menjadi orang-orang bertakwa.”

4.2  Riwayat Organisasi
Rais Suriah NU Cabang Temanggung.

4.3  Karier Beliau
Karier sesuai dengan keilmuan beliau, posisi karier yang diduduki di antaranya:
1. Pengasuh pesantren Al Falah dan Pesantren Mujahidin
2. Imam Masjid Agung Darussalam Temanggung

5  Mursid Tarekat

Mursid Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah di Magelang, dari guru KH Umar. Sebagai imam besar, beliau kemudian menghidupkan kembali kegiatan pengajian jamaah tarekatnya. Biasanya beliau dalam pengajian atau majelis zikir digelar di serambi masjid tersebut. Waktu pengajian digelar setiap malam Jumat. Adapun pengajian umum diadakan setiap hari Rabu.

6  Chart Silsilah

6.1   Chart Silsilah Sanad
Berikut ini chart silsilah sanad guru KH. Mandhur Temanggung dapat dilihat DI SINI.

7  Referensi 

Biografi KH. Mandhur Temanggung


Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 17 Juni 2022, dan terakhir diedit tanggal 13 September 2022.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya