Biografi Habib Idrus bin Salim Al-Jufri (Guru Tua)
- by Rozi
- 18.152 Views
- Selasa, 17 Januari 2023

Daftar Isi Biografi Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
1. Riwayat Hidup dan Keluarga Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
1.1 Lahir
1.2 Riwayat Keluarga Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
1.3 Nasab Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
1.4 Wafat
2. Sanad Keilmuan Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
2.1 Guru-guru Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
3. Penerus Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
3.1 Anak-anak Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
3.2 Murid Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
4. Perjalanan Hidup dan Dakwah Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
4.1 Habib Idrus bin Salim Al-Jufri Diangkat menjadi Mufti
4.2 Perjalanan Hijrah Habib Idrus bin Salim Al-Jufri ke Indonesia
4.3 Habib Idrus bin Salim Al-Jufri Mendirikan Madrasah Al-Khairaat
5. Teladan Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
6. Chart Silsilah Nasab dan Sanad
7. Referensi
1. Riwayat Hidup dan Keluarga Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
1.1 Lahir
Habib Idrus bin Salim Al-Jufri dilahirkan pada hari senin 14 Sya'ban 1309 H / 13 Maret 1892 M di Tarim, 5 kilometer dari Seiwun, Hadramaut, Yaman. dari pasangan Habib salim bin Alwi bin Assegaf Al-Jufriy, seorang mufti di Hadramaut, dan Syarifah Noer adalah putri Raja Wajo, Sulawesi Selatan, yang bergelar Arung Matoa Wajo.
1.2 Riwayat Keluarga Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
Habib Idrus menikah dengan Syarifah Bahiyah, yang kemudian dikaruniai tiga orang anak:
- Habib Salim,
- Habib Muhammad
- Syarifah Raguan.
Habib Idrus juga menikah di Pekalongan dengan Syarifah Aminah binti Thalib Al-Jufri. Pernikahan tersebut beliau dikaruniai dua putri yaitu
- Syarifah Lulu’ (Menikah dengan Habib Segaf bin Syekh Al-Jufri)
- Syarifah Nikmah.
1.3 Nasab Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
Beliau adalah keturunan dari Baginda Nabi Muhammad Rasulullah SAW, dengan silsilah sebagai berikut :
- Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
- Sayyidah Fathimah Az-Zahra Istri Ali bin Abi Thalib RA
- Al-Imam Al-Husain
- Al-Imam Ali Zainal Abidin
- Al-Imam Muhammad Al-Baqir
- Al-Imam Ja’far Shadiq
- Al-Imam Ali Al-Uraidhi
- Al-Imam Muhammad An-Naqib
- Al-Imam Isa Ar-Rumi
- Al-Imam Ahmad Al-Muhajir
- As-Sayyid Ubaidillah
- As-Sayyid Alwi
- As-Sayyid Muhammad
- As-Sayyid Alwi
- As-Sayyid Ali Khali’ Qasam
- As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath
- As-Sayyid Ali
- As-Sayyid Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad
- As-Sayyid Al-Imam Alwi Al-Ghuyur
- As-Sayyid Ali Shohibud Dark
- As-Sayyid Muhammad Maula Ad-Dawilah
- As-Sayyid Imam Alwy
- As-Sayyid Ahmad
- As-Sayyid Muhammad
- As-Sayyid Ali
- As-Sayyid Muhammad
- As-Sayyid Abu Bakar Al-jufri
- As-Sayyid Alwi
- As-Sayyid Abdullah
- As-Sayyid Muhammad
- As-Sayyid Idrus
- As-Sayyid Salim
- As-Sayyid Husein
- As-Sayyid Abdullah
- As-Sayyid Alwi
- As-Sayyid Segaf
- As-Sayyid Alwi
- As-Sayyid Salim
- As-Sayyid Idrusatau Habib Idrus
1.4 Wafat
Masih dalam suasana Idul Fitri, sakit parah yang telah lama diderita Habib Idrus kembali kambuh. Bertambah hari sakitnya semakin berat. Maka, guru, Ulama dan Sastrawan itu wafat, pada hari senin 12 Syawwal 1389 H betepatan dengan 22 Desember 1969 M. Beliau meninggal setelah 46 tahun berkiprah di dunia dakwah dan pendidikan dengan mewariskan lembaga pendidikan yang terus berkembang hingga saat ini.
Sebelum menjelang detik-detik meninggalnya Habib Idrus sudah mewasiatkan tentang siapa saja yang memandikan jenazah, imam shalat jenazah, tempat pelaksanaan shalat jenazah, siapa yang menerima jenazah di Liang lahat, muadzin di liang lahad, sampai yang membaca talqin di kubur.
2. Sanad Keilmuan Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
Beliau mendapat pendidikan agama langsung dari ayah dan lingkungan keluarganya. Ayah beliau, Habib Salim adalah seorang Qadhi (hakim) dan Mufti (Ulama yang memiliki otoritas mutlak untuk memberi fatwa) di Kota Taris, Hadramaut. Sedangkan kakek beliau, Habib Alwi bin Segaf Al-Jufri, adalah seorang ulama pada masa itu. Beliau adalah salah satu dari lima orang ahli hukum di Hadramaut yang fatwa-fatwanya terkumpul dalam kitab Bulughul Musytarsyidin, karya Al-Imam Al-Habib Abdurrahman Al-Masyhur.
Ketika Habib Idrus menginjak usia belia, ayah beliau Habib Salim melihat bahwa kelak anak nya ini bisa menggantikannya. Beliaupun mendidik anaknya tersebut secara khusus. Habib Salim membuatkan kamar khusus bagi anaknya agar dapat berkonsentrasi dalam belajar. Habib Idrus kemudian mendalami berbagai Ilmu seperti Tafsir, Hadits, Tasawuf, Fiqih, Tauhid, Mantiq, Ma’ani, Bayan, Badi’, Nahwu, Sharaf, Falaq, Tarikh dan Sastra. Selain pada ayahnya dan kakeknya, Habib Idrus juga belajar kepada Para Ulama dan Auliya’ di Hadramaut pada saat itu.
Kemudian pada tahun 1327 H. atau sekitar tahun 1909 M bersama sang ayah, Habib Idrus berangkat ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji dan berziarah ke makam datuknya Rasulullah salallahu alaihi wasallam di Madinah. Di sana mereka menetap selama enam bulan. Selama itu Habib Salim memanfaatkan waktunya untuk mengajak putranya ini berziarah kepada para ulama dan Auliya’ yang berada di Hijaz pada masa itu, untuk memminta berkah, do’a serta ijazah dari mereka. Salah satunya kepada Sayyid Abbas Al-Maliki Al-Hasani di Makkah.
2.1 Guru-guru Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
- Habib Salim bin Alwi Al-Jufri (Ayah Habib Idrus bin Salim Al-Jufri)
- Habib Alwi bin Segaf Al-Jufri (Kakek Habib Idrus bin Salim Al-Jufri)
- Habib Muhsin bin Alwi As-Sagaf
- Habib Abdurrahman bin Alwi bin Umar As-Sagaf
- Habib Muhammad bin Ibrahim Bilfaqih,
- Habib Abdullah bin Husein bin Sholeh Al-Bahar
- Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi
- Habib Abdullah bin Umar As-Syathiri di Rubath Tarim
- Sayyid Abbas Al-Maliki Al-Hasani Makkah
- Biografi Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf (Pendiri Ar-Rabithah Al-Alawiyyah)
Dalam usia yang relatif sangat muda, beliau sudah dapat memahami dan menghafal lebih dari 200 ayat Ahkam, landasan hukum.
Beliau juga sempat menjadi santri di salah satu rubath ( pesantren ) di Tarim. Usai menamatkan pendidikan di pesantren tersebut, beliau mulai berdakwah dan mengajar. Sebagai mubaligh, ketika itu beliau sempat dikenal dengan gelar Al-Bahrul Fahhamah ( pemilik pemahaman seluas lautan ). Penasihat pemerintah di bidang syariat, selama dua tahun, menggantikan ayahandanya yang wafat.
3. Penerus Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
3.1 Anak-anak Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
- Habib Salim,
- Habib Muhammad
- Syarifah Raguan
- Syarifah Lulu’
- Syarifah Nikmah.
3.2 Murid-murid Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
- Ustad Abdullah Awadh Abdun
- KH Rustam Arsjad
- KH Mahfud Godal
- KHS Abdillah Aljufri
- KH. Rustam
4. Perjalanan Hidup dan Dakwah Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
4.1 Habib Idrus bin Salim Al-Jufri Diangkat menjadi Mufti
Setelah Habib Idrus bersama ayahandanya Habib Salim AI-Jufri berlayar ke Indonesia tepatnya di kota Manado untuk menemui ibunya Syarifah Nur Al-Jufri serta Habib Alwi dan Habib Syekh yang merupakan kedua saudara kandung Habib Idrus yang telah terlebih dahulu hijrah ke Indonesia. Setelah beberapa waktu di Indonesia, Habib Idrus dan ayahnya kembali ke Hadramaut. Setibanya di Hadramaut, Habib Idrus mengajar di Madrasah yang dipimpin oleh ayah beliau.
Habib Idrus muda memang gigih menimba ilmu agama. Pada usia 18 tahun beliau telah hafal Alquran ditambah tempaan langsung ayahnya, Habib Salim Al-jufri. Pada bulan Syawwal 1334 H bertepatan dengan tahun 1916, ayah beliau dipanggil oleh Allah SWT. Setelah ayah beliau wafat, beliau diangkat menjadi mufti muda oleh Sultan Mansur pada usia 25 tahun di Taris menggantikan sang ayah.
Jabatan mufti yang disandang beliau merupakan jabatan tertinggi di bidang keagamaan dalam suatu kesultanan. Gaya dakwah Habib Idrus sangat halus dan simpatik, sangat berbeda dengan gaya gerak sejumlah ulama yang melakukan dakwah di beberapa wilayah.
4.2 Perjalanan Hijrah Habib Idrus bin Salim Al-Jufri ke Indonesia
Semenjak tahun 1839 M Hadramaut berada dalam penjajahan Inggris. Pada masa penjajahan Inggris itulah Habib Idrus bersama seorang sahabatnya, Habib Abdurrahman bin Ubaidillah (keduanya dikenal sebgai ulama yang moderat) bermaksud ke Mesir untuk mempublikasikan kekejaman Inggris dan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh Inggris di Hadramaut. Setelah sesuatunya dipersiapkan dengan matang dan rapi, keduanya berangkat melalui Pelabuhan Aden.
Namun di Pelabuhan Laut Merah itu rencana mereka diketahui oleh pasukan Inggris. Keduanya ditangkap, dokumennya disita dan dimusnahkan. Setelah ditahan beberapa waktu kemudian mereka dibebaskan dengan syarat, mereka tidak diperbolehkan bepergian ke negeri Arab manapun. Setelah kejadian itu Habib Abdurrahman memilih tinggal di Hadramaut, sedangkan Habib Idrus memilih hijrah ke Indonesia.
Pada tahun 1925 M Habib Idrus kembali untuk kedua kalinya ke Indonesia. Pada mulanya beliau tinggal di Pekalongan, Jawa Tengah. Pada tahun 1926 M beliau pindah ke kota Jombang, disana beliau mengajar dan berdagang. Namun di penghujung tahun 1928 M karena seringkali mengalami kerugian dalam berdagang, Habib Idrus berhenti Berdagang dan memulai mengajar. Di tahun itu pula beliau pindah ke kota Solo. Pada tanggal 27 Desember 1928 bersama beberapa Habaib beliau mendirikan Madrasah Rabithah Alawiyah di kota Solo. Namun, pada akhir tahun 1929 M Habib Idrus meninggalkan kota Solo dan hijrah ke Sulawesi.
4.3 Habib Idrus bin Salim Al-Jufri Mendirikan Madrasah Al-Khairaat
Beliau kemudian berlayar menuju Manado. Ketika kapalnya singgah di Donggala, Habib Idrus menggunakan kesempatan itu untuk berkonsolidasi dengan komunitas Arab yang dipimpin Syekh Nasar bin Khams Al-Amri, di situ beliau mengutarakan tentang rencananya untuk mendirikan madrasah di kota Palu. Setibanya di Manado, Habib Idrus mendapatkan telegram tentang hasil musyawarah masyarakat arab yang ada di Kota Palu mengenai pendirian Madrasah. Pada akhirnya disepakati bersama bahwa sarana pendidikan berupa gedung akan disiapkan oleh masyarakat arab Palu, sedangkan gaji guru, Habib Idrus yang akan mengusahakannya.
Pada awal 1930 M Habib Idrus menuju kota Palu. Dan pada tanggal 30 Juni 1930 M setelah mengurus perizinan pendirian dan surat-surat lainnya ke pemerintah Hindia Belanda, maka, diresmikanlah Madrasah Al-Khairaat di Kota Palu. Dalam perkembangannya, pengelolaan Madrasah sepenuhnya ditangani oleh Habib Idrus. Para murid yang belajar di sana tidak dipungut biaya sama sekali. Hal ini karena Habib Idrus mengadaptasi sistem pendidikan arab yang pada umumnya tidak memungut biaya kepada para muridnya. Sehingga para murid lebih fokus dalam belajar.
Habib Idrus memberikan gaji kepada para guru dan staf sekolah dari hasilnya berdagang. Habib Idrus mengajar para santrinya dengan penuh dedikasi dan profesionalitas yang tinggi. Keikhlasan dan keuletan beliau telah membuahkan hasil. Perguruan Al-Khairaat waktu itu telah menghasilkan guru-guru Islam yang handal yang kemudian disebarkan ke seluruh pelosok Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, dan Irian Jaya.
Keberadaan perguruan Al-Khairaat dan para santrinya telah berhasil membentengi kawasan Timur Indonesia dari para penginjil, yang waktu itu pada masa Hindia Belanda ada tiga organisasi yang bertugas mengkristenkan suku-suku terasing di Sulawesi Tengah. Mereka adalah Indische Kerk (IK) berpusat di Luwu, Nederlands Zending Genootschap (NZG) berpusat di Tentena, dan Leger Dois Hest (LDH) berpusat di Kalawara.
Pada tanggal 11 Januari 1942 M Jepang menduduki Sulawesi dan menjadikan kota Manado sebagai pusat pangkalan di Kawasan Timur Indonesia. Tidak berselang lama stelah itu, Jepang memerintahkan penutupan perguruan Al-Khairaat. Selama tiga setengah tahun kependudukan Jepang, Habib Idrus tidak menyerah sedikitpun untuk mengajar para muridnya. Proses belajar mengajar tetap berlangsung meskipun secara sembunyi-sembunyi. Lokasi pembelajarandialihkan ke desa Bayoge, yang berjarak satu setengah kilometer dari lokasi perguruan Al-Khairaat.
Pengajarannya dilaksanakan pada malam hari dan hanya menggunakan penerangan seadanya, para muridnya datang satu persatu secara sembunyi- sembunyi. Tepat saat kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 Habib Idrus kembali membuka perguruan Al-Khairaat secara resmi. Beliau berjuang kembali untuk mengembangkan dakwah dan pendidikan Islam. Hingga selama kurun waktu 26 tahun (1930-1956) lembaga yang telah dirintisnya ini telah menjangkau seluruh kawasan Indonesia Timur.
Perguruan Alkhairaat kemudian mengembangkan sayapnya dengan membuka perguruan tinggi pada tahun 1964 M dengan nama Universitas Islam Al-Khairaat dengan tiga fakultas di dalamnya, yaitu: Fakultas Sastra, Fakultas Tarbiyah, dan Fakultas Syariah. Dan Habib Idrus sebagai Rektor pertamanya.
Ketika terjadi peristiwa pemberontakan G30S PKI pada tahun 1965, perguruan tinggi Al-Khairaat dinonaktifkan untuk sementara. Para Mahasiswanya diberikan tugas untuk berdakwah di daerah-daerah terpencil kawasan Sulawesi. Hal ini sebagai upaya untuk membendung paham komunis sekaligus melebarkan dakwah Islam. Setelah keadaan kondusif, pada tahun 1969 perguruan Tinggi Al-Khairaat dibuka kembali.
Warisan besar dan berharga yang ditinggalkan Guru Tua adalah lembaga pendidikan Islam Alkhairaat. Sampai saat ini Al Khairaat telah mengukir suatu prestasi yang mengagumkan. Dari sebuah sekolah sederhana yang dirintisnya, kini lembaga tersebut telah berkembang menjadi 1.561 sekolah dan madrasah. Selain itu, Al-Khairaat juga memiliki 34 pondok pesantren, 5 buah panti asuhan, serta usaha-usaha lainnya yang tersebar di Kawasan Timur Indonesai (KTI).
Sedangkan di bidang pendidikan tinggi, yakni universitas, Alkhairaat memiliki lima fakultas definitif dan dua fakultas administratif atau persiapan, yaitu Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan, dan Fakultas Kedokteran dengan 11 program studi pada jenjang strata satu dan diploma dua.
Kitab Tarikh Madrasatul Khiratul Islamiyyah karya salah seorang santri generasi pertama Habib Idrus, menyebut makna secara etimologis Al-Khairaat berasal dari kata Khairun yang artinya kebaikan. Semangat menebar kebaikan itulah yang diusung Guru Tua. Beliau memancangkan tonggak Al-Khairaat selama 26 tahun (1930-1956).
Beliau membesarkan lembaga pendidikan yang didirikannya hingga pada akhirnya, tahun 1956, menjangkau seluruh wilayah Indonesia timur. Pada tahun itu pula dilaksanakan muktamar Alkhairaat yang pertama, bersamaan dengan peringatan seperempat abad Alkhairaat. Dalam muktamar itu lahirlah keputusan penting, yaitu berupa struktur organisasi pendidikan dan pengajaran, serta dimilikinya anggaran dasar. Tonggak lembaga ini sebagai sebuah institusi modern terpancanglah sudah.
Periode selanjutnya adalah masa konsolidasi ide selama sembilan tahun yakni sejak 1956 hingga 1964. Guru Tua memberikan kepercayaan kepada santrinya yang terpilih yang diyakininya cukup andal dan memiliki spesialisasi kajian. Murid-murid Guru Tua antara lain KH Rustam Arsjad, KH Mahfud Godal, yang ahli dalam bidang ilmu tajwid dan tarikh, serta KHS Abdillah Aljufri yang ahli dalam ilmu sastra Arab dan adab. KH. Rustam menduduki posisi pimpinan pesantren karena keahliannya dalam bidang ilmu fikih dan tata bahasa Arab.
Madrasah Al-Khairaat terus berkembang walaupun saat itu hubungan transportasi maupun komunikasi antara daerah belum selancar sekarang. Puncaknya, tahun 1964, Al-Khairaat membuka perguruan tinggi Universitas Islam (Unis) Al-Khairaat di Palu. Habib Idrus duduk sebagai rektornya. Perkembangan perguruan tinggi ini tersendat tahun 1965, hingga akhirnya Perguruan tinggi ini dinonaktifkan. Sebagian besar mahasiswa dan mahasiswinya ditugaskan untuk membuka madrasah di daerah-daerah terpencil. Ini sebagai upaya membendung komunisme, sekaligus melebarkan dakwah Islam.
Pada tahun 1969 perguruan tinggi tersebut dibuka kembali dengan satu fakultas saja, yaitu Fakultas Syariah. Setelah Guru Tua wafat, Al-Khairaat menyempurnakan diri sebagai sebuah institusi modern yaitu dengan adanya Perguruan Besar (PB) Al-Khairaat, Yayasan Al-Khairaat, Wanita Islam Al-Khairaat (WIA) dan Himpunan Pemuda Al-Khairaat (HPA) serta Perguruan Tinggi Al-Khairaat, lembaga ini juga memiliki surat kabar mingguan (SKM) Al-Khairaat. Kini Al-Khairaat dipimpin oleh Ir Fadel Muhammad, gubernur Gorontalo yang juga seorang pengusaha. Beliau adalah alumni lembaga pendidikan Al-Khairaat di Ternate, Maluku Utara.
Hingga akhir hayatnya, Habib Idrus berhasil membangun 420 madrasah yang tersebar di seluruh wilayah Palu. Habib Idrus tidak meninggalkan karangan kitab, namun karya besarnya adalah Al-Khairaat dan murid-muridnya yang telah memberikan pengajaran serta pencerahan agama kepada umat. Mereka para murid-murid Al-Khairaat menebar di seluruh kawasan Indonesia untuk meneruskan perjuangan sang Pendidik yang tak kenal putus asa ini. Salah satu murid beliu yang melanjutkan dakwahnya adalah Ustad Abdullah Awadh Abdun, yang hijrah dari kota Palu ke Kota Malang untuk berdakwah dan mendidik para muridnya dengan mendirikan Pesantren Daarut Tauhid di Kota Malang.
5. Teladan Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
Setiap tahun setelah hari raya Idul Fitri, persisnya 12 Syawwal, ribuan umat Islam dari berbagai daerah di kawasan Indonesia timur berduyun-duyun datang ke Palu, Sulawesi Tengah. Tujuannya, menghadiri acara haul (peringatan wafatnya) tokoh dan tonggak Islam di kawasan Indonesia Timur, Guru Tua Al-Alimul ‘Allamah HS Idrus bi Salim Al Djufri. Di sanalah, penebar Islam asal Hadramaut yang menghabiskan separuh usianya di Indonesia itu, dimakamkan.
Masyarakat Muslim Indonesia timur memang sangat sulit melupakan perjuangan gigih dari seorang Tuan Guru HS Idrus bin Salim Al Djufri. Semangatnya untuk menebarkan Islam ke pelosok-pelosok daerah terpencil, sangat dirasakan. Tak hanya daerah-daerah pelosok yang bisa ditempuh dengan jalan kaki dan kendaraan melainkan sampai menembus daerah terpencil dengan menggunakan sampan untuk memberikan pencerahan akidah Islam dan bimbingan kepada umat Islam yang membutuhkan.
6. Chart Silsilah Nasab dan Sanad
Berikut ini chart silsilah guru Habib Idrus bin Salim Al Jufri dapat dilihat DI SINI.
7. Referensi
Diambil dari berbagai Sumber
Lokasi Terkait Beliau
Belum ada lokasi untuk sekarang
Memuat Komentar ...