Ayat ini turun berkenaan dengan seorang tunanetra (‘Abdulla>h bin Ummi Maktu>m) yang menghadap Nabi untuk belajar agama. Kebetulan waktu itu Nabi sedang menjamu seorang pembesar kaum musyrik. Beliau ingin sekali sang pembesar masuk Islam sehingga tidak mengacuhkan permintaan pria buta tadi. Ayat di atas turun untuk menegur perlakuan Nabi tersebut.
Ayat ini turun untuk menanggapi ejekan seorang wanita kepada Nabi ketika tahu beliau tidak menerima wahyu selama dua hari. Menurutnya, Tuhan Muhammad mulai membencinya.
Kaum Quraisy mengalami paceklik dan kelaparan sekian lama akibat menentang dakwah Rasulullah. Begitu hebat kelaparan itu menimpa hingga pandangan mereka gelap, seolah ada asap di depan mata mereka. Ayat di atas turun berkaitan dengan peristiwa tersebut.
Ayat ini turun untuk memberi penjelasan bahwa kemana pun seseorang menghadap—karena tidak bisa menentukan arah kiblat akibat mendung atau semisalnya—selama itu ditujukan untuk mencari keridaan Allah, ia akan menemukannya di sana. Ada beberapa riwayat tentang sebab nuzul ayat ini, beberapa di antaranya adalah:
Ketika Nabi hijrah ke Madinah, kaum Yahudi merasa bangga melihat Nabi salat menghadap Baitul Maqdis, kiblat mereka. Allah kemudian menurunkan ayat yang memerintahkan Nabi untuk mengubah arah kiblat kembali menuju Mekah. Hal ini membuat kaum Yahudi terheran-heran.
Ayat ini turun untuk menjawab kekhawatiran beberapa sahabat terkait saudara-saudara mereka yang telah wafat sebelum Allah menurunkan ayat yang memerintahkan pengembalian kiblat ke Ka‘bah. Mereka khawatir Allah tidak menerima salat mereka.
Sa‘i antara Safa dan Marwah merupakan salah satu syiar yang Allah lestarikan hukumnya. Ayat ini turun untuk menjawab keraguan sebagian kaum muslim untuk sa‘i antara kedua bukit tersebut karena khawatir dianggap mengikuti perilaku kaum jahiliah
Mulanya, begitu seseorang berbuka puasa, dihalalkan baginya makan, minum, dan menggauli istrinya hanya sampai salat Isya. Jika ia telanjur tidur atau menunaikan salat Isya maka hal-hal tersebut diharamkan baginya sampai malam berikutnya. Allah lalu menurunkan ayat ini untuk membatalkan ketentuan tersebut.
Salah satu kebiasaan masyarakat Arab kala itu adalah tidak mau memasuki rumah dari pintu depan seusai menunaikan haji atau melakukan perjalanan jauh. Mereka menganggapnya sebagai hal yang tabu. Ayat ini turun untuk membatalkan anggapan tersebut.
Melalui ayat ini Allah menegur sebagian umat Islam yang tidak ikut berjihad dan mulai tampak enggan berinfak untuk biaya jihad. Mereka merasa Islam sudah cukup kuat dan banyak pengikutnya. Mereka ingin tinggal di rumah untuk mengurus keluarga dan harta mereka.