Kisah-Kisah Mbah Abul Fadhol Senori; Guru KH Maimun Zubair Sarang

 
Kisah-Kisah Mbah Abul Fadhol Senori; Guru KH Maimun Zubair Sarang

Mbah Abul Fadhol Senori adalah guru KH. Maimun Zubair Sarang, KH. Abdullah Faqih Langitan, KH. Dimyati Rois Kendal, dan lain-lain.

Diriwayatkan oleh Menantu Beliau, KH. Minanur Rohman:

1. KH. Abul Fadhol bin KH. Abdus Syakur bin Muhsin bin Saman bin Mbah Serut. Kelahiran Sedan, Rembang, kemudian pindah ke Kebonharjo Kecamatan Jatirogo, karena di sana masih minim pemahaman agama. Beliau sejak kecil sudah alim. Umur 6 tahun sudah mahir membuat syiir Arab tanpa belajar. Sambil bermain di pinggir sungai, umur segitu beliau sudah mendendangkan syiir Arab buatannya sendiri.

2. Ketika Abahnya Mbah Fadhol, KH. Abdus Syakur, mengajar ngaji rutinan tiap hari Ahad, beliau yang bertugas menyuguhkan minuman untuk para tamu-tamu yang semuanya sudah kyai-kyai. Waktu itu, Mbah Syakur dalam ngajinya membahas shighot talaq dengan shighot kullama. Para ulama dan kyai yang hadir kebingungan dengan pembahasan itu. Mbah Fadhol kecil sambil menyuguhkan teh, kopi, dan makanan ternyata bisa menjawab dengan tepat apa yang menjadi kegelisahan para kyai waktu itu. Itu karena saking alimnya Mbah Fadhol sejak kecil, yang membuat para kyai berdecak kagum.

3. Setelah Abahnya meninggal dunia, Mbah Fadhol ingin tabarrukan berguru kepada KH. Hasyim Asy’ari. Beliau menjual semua peninggalan abahnya baik rumah, tanah, sawah, maupun kebun yang hasil dari penjualan itu semuanya diberikan kepada KH. Hasyim Asy’ari.  Tak ada yang terseisa sedikit pun kecuali hanya untuk makan selama 3 tahun dengan kopi 2 cangkir dan pisang goreng 2 biji. Padahal tanahnya sendiri itu lebih dari 2 hektar, tapi semua diberikan pada Hadhratus Syaikh karena saking khidmahnya Mbah Fadhol pada beliau.

4. Setelah pulang dari pondok, Mbah Fadhol tak punya apa-apa sama sekali. Beliau menjahit membuat kopiah dari anyaman tikar. Dijual untuk makan sehari-hari. Kyai yang alimnya luar biasa seperti itu mau bekerja sedemikian rupa tanpa gengsi sedikitpun.

5. Mbah Fadhol juga pernah jadi buruh dengan menjahit celana bagi para petani. Jadi beliau kalau usahanya sudah mau berkembang beliau tinggalkan dan buat usaha lain mulai dari nol lagi. Begitu terus selama hidup. Orang kalau sudah kesemsem dunia maka pekerjaan itu nomer satu, tujuannya mencari dunia, tapi pada akhirnya dunia itu tidak bisa digunakan untuk membeli dirinya sendiri, sehingga dirinya hidup enak itu tak bisa. Tapi Mbah Fadhol sama sekali tidak seperti itu. Beliau tinggalkan semua usahanya justru tatkala mau berkembang pesat.

6. Mbah Fadhol itu ketika itu hanya punya 1 sepeda ontel dan hanya punya baju 2 potong. Baju yang satunya itupun sobek. Jadi, bajuanya itu jahitan karena sobek. Padahal beliau itu orang alim, hafal Alquran, banyak karangan kitab. Sampai seperti itu zuhud dan tawadhu’nya Mbah Fadhol. Suatu saat tiba-tiba KH. Hasyim Asy’ari mengirimi beliau surat agar beliau menghadap ke Tebuireng. Akhirnya beliau berangkat ke Jombang hanya dengan menggunakan sepeda ontel tanpa bekal sepeser pun saking mahabbah-nya terhadap gurunya, KH. Hasyim Asy’ari.

7. Mbah Fadhol itu kalau mengarang kitab seketika tatkala mengaji. Terkadang beliau itu kalau mengarang kitab langsung ditulis di papan tulis tanpa bawa tulisan. Tanpa mutholaah dulu maupun persiapan dulu. Jadi langsung saja ditulis di papan tulis. Itulah hebatnya Mbah Fadhol. Sangat alim luar biasa. Cuma alimnya itu mastur.