Zikir Oase Kedamaian dan Kerukunan

 
Zikir Oase Kedamaian dan Kerukunan

Dunia ini tidak kering dari alunan zikir yang menghiasi dunia ini walaupun kerap maksiat merajalela, namun zikir tetap bersinar biarkan skalanya tidak menggelora. Kita mengetahui bahwa zikir merupakan media komunikasi antara hambanya dengan Allah.

Dengan zikir seorang hamba akan merasa dekat dengan Allah. Merespon hal ini baginda Rasulullah SAW bersabda, "Maukah kalian aku beritahukan tentang amalan yang paling baik, paling suci di sisi Tuhanmu, paling dapat mengangkat derajatmu, yang lebih baik bagimu dari pada infak emas dan perak, dan lebih baik bagimu dari pada jika kalian menjumpai musuh lalu kalian tebas leher-leher mereka atau mereka memenggal leher-leher kalian? Para sahabat menjawab, "Baiklah", "Berzikirlah kepada Allah". (HR Tirmidzi dari Abu Darda).

Kehidupan masyarakat saat ini sering kita temui lahirnya halaqah zikit dengan beragam namanya. Zikir merupakan sunnah para nabi dan amalan utama para orang-orang saleh. Karena dengan berzikir kita dapat merasakan kehadiran Allah. Berzikir dapat dilaksanakan kapan saja dan di mana saja. Waktu diterima doa maupum zikir itu sebuah rahasia yang menjadi misteri.

Namun ada yang menyebutkan beberapa waktu yang mustajab, waktu-waktu tersebut antara lain: Ketika wuquf di Padang Arafah, sepanjang hari bulan Ramadan, malam Lailatul Qadar, malam Idul Fitri dan Idul Adha, malam Nishfu Sya'ban, pada hari Jumat, sepertiga malam terakhir, Setelah azan dikumandangkan dan lainnya.

Batasan berzikir tidak ada suatu batasan tersendiri jumlahnya walaupun dalam tarekat telah ditentukan jumlahnya sesuai tarekat masing-masing. Batasan tanpa batas zikir juga telah disinggung dalam Al-Quran berbunyi: "Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada yang berdoa, 'Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia' dan tiadalah baginya bahagia (yang menyenangkan) di akhirat". (QS Al-Baqarah ayat 200).

Imam Ghazali menjelaskan bahwa dzikir mengharuskan adanya rasa suka dan cinta kepada Allah Ta’ala. Maka tidak akan ada yang mengamalkannya kecuali jiwa yang dipenuhi rasa suka, dan cinta untuk selalu mengingat dan kembali kepada-Nya. Mereka yang mencintai sesuatu akan banyak mengingatnya, dan orang yang banyak mengingat sesuatu (meskipun pada mulanya ini adalah bentu pembebanan) pasti akan mencintainya.

Begitu halnya dengan orang yang berdzikir kepada Allah Ta’ala. Sementara itu apabila seorang Muslim sampai pada derajat suka berdikir, maka ia tidak akan melakukan erbuatan lain selain dzikir kepada Allah Ta’ala. Sesuatu yang selain Allah adalah sesuatu yang pasti meninggalkannya saat kematian menjemput. Kita sangat berharap dengan urgensi zikir ini mampu memberi kedamaian dan kesejukan penduduk dunia ini menggapai keridhaan-Nya.

**Helmi Abu Bakar El-Langkawi, Dayah MUDI Samalanga