Penjelasan Tafsir Al Qur'an Surat Ad-Dhuha Ayat 7

 
Penjelasan Tafsir Al Qur'an Surat Ad-Dhuha Ayat 7

Jagat maya kembali ramai dengan video ceramah kontroversial saudara Evie Effendi tentang tafsir Q.S. ad-Dhuha ayat 7, yang berbunyi: (وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَىٰ) Evie menafsirkan Kata dhallan dalam ayat tersebut diartikan sesat, Evie juga menuturkan bahwa Nabi Muhammad juga pernah sesat. Hal demikian disampaikan Evie dalam video ceramahnya. (Rabu, 9/8/2018).

Selain itu, Evie juga mengatakan, jika ada yang memeringati Maulid Nabi, maka yang diperingati adalah sesatnya Nabi SAW. Pernyataan di atas mengandung dua unsur makna secara eksplisit; pertama, Nabi Muhammad SAW pernah sesat sebelum menerima wahyu dari Allah. Kedua, memperingati Maulid Nabi SAW sama saja dengan memperingati kesesatan Rasulullah SAW.

Lalu bagaimana dengan tanggapan Ikatan Sarjana Quran Hadis (ISQH) Indonesia terhadap ceramah Evie? Menurut Fauzan Amin (Ketua Umum ISQH), tentunya merasa perlu menyampaikan sikap terkait ceramah kontroversial tersebut kepada seluruh umat Islam. Ucapan saudara Evie. "Jika ada yang memeringati Maulid Nabi, maka yang diperingati adalah sesatnya Nabi SAW” jelas telah menyakiti umat islam Indonesia yang memiliki tradisi merayakan maulid Nabi.

Perlu dipahami bahwa ayat Al-Qur’an diturunkan sebagai penjelasan atas ayat yang turun sebelumnya. belajar Al-Quran harus konprehanship dan tidak bisa di potong-potong. Arti kata dhallan dalam surat ad-Dhuha ayat 7 tidak bermakna “Sesat” bahkan tidak ada satupun ulama’ ahli tafsir memaknai kata tersebut dengan kata “sesat” mengingat Rasulullah adalah ma’shum sebagaimana di tegaskan dalam Q.S an-Najm (53) sebagai berikut : ayat 2 (ما ضل صاحبكم وما غوى) Artinya: Sahabatmu itu (Muhammad SAW) tidak sesat dan tidak keliru, dan ayat 3 (وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى) Artinya: "dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya, kemudian ditegaskan di dalam ayat 4 (إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى) Artinya: ucapannya (para nabi itu) itu tiada lain hanyalah wahyu yang di wahyukan (Allah kepadanya). Maka berdasarkan dalil di atas, pendapat saudara Evie Efendi sama sekali tidak benar.

Kemudian, Fauzan juga menjelaskan bahwa, menafsirkan Al-Qur’an butuh keahlian khusus sesuai ketentuan syarat-syarat menjadi seorang mufassir (tidak boleh asal menafsikan semaunya) apalagi hanya bermodal terjemahan dan keahlian yang pas-pasan. Bacalah dan pahamilah al-Qur’an sesuai penjelasan kitab-kitab tafsir karya para ulama’ ahli tafsir yang sudah ada, seperti tafsir Jalalain, tafsir Ibn Katsir, dan lain-lain.

Sejalan dengan permasalahan di atas, Ikatan Sarjana Qur’an Hadis menegaskan bahwa, sudah seyogyanya Evie Effendie meminta maaf kepada seluruh umat Islam secara terbuka. Apalagi Evie sebagai public figur maka harus lebih berhati-hati dalam menafsirkan Al-Qur’an karena bila tidak, maka akan menyesatkan pemikiran dan meresahkan umat. Fauzan Amin juga Menghimbau kepada seluruh umat Islam agar membiasakan diri tabayyun(klarifikasi) bila terjadi kesalahfahaman, tidak mudah terprovokasi dan menghindari perpecahan.

Semoga kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Amin ya robbal alamin.

Demikian pernyataan sikap Ikatan Sarjana Quran Hadis Indonesia. 

(Sulistia Ayu, Juru Media ISQH)