Menggodanya Adee Ie Leubeu Kembang Tanjung, Kuliner Asal Aceh Diburu Masyarakat Dunia

 
Menggodanya Adee Ie Leubeu Kembang Tanjung, Kuliner Asal Aceh Diburu Masyarakat Dunia

LADUNI.IDI BUDAYA- PAGI yang masih remang-remang di selimuti hawa dingin nan sejuk di kota tua itu sudah terdengar tapak dan bisingan Honda dan mobil. Tempat  itu menjadi sangat ramai mulai pasca shalat subuh hingga jam 11.00 WIB.

Salah satu yang menarik di tempat itu adalh Adee Ie Leubeue. Adee ini merupakan salah satu jajanan pasar yang belum ramai diketahui masyarakat umunnya, terutama di kalangan generasi pada saat ini. Jajanan khas dunia kuliner ini tergolong sebagai jajanan khas yang hanya bisa di dapatkan di daerah tersebut, tepatnya Keude Ie Leubeu, kecamatan Kembang Tanjung, Pidie.

Salah satu hal yang paling menarik dari Adee Ie Leubeue adalah rasa dan warnanya yang berbeda dari “adee” yang dikenal banyak orang biasanya dan baru lahir era sesudahnya, sebut saja “Adee Kak Nah” dan sejenisnya.

Dilihat dari bentuknya yang kecil ini, rasa yang begitu manis menutupi ukurannya yang hanya sebesar jari telunjuk dengan warna khas kuning tidak boleh warna lain.

Dan, tentu saja kuliner warisan endatu itu yang lahir semenjak lahir Gampong Ie Leubeu tentu saja mempunyai nilai historis dan edukasi tersendiri. Warna kuning memberi arti kehangatan dan rasa bahagia dan seolah ingin menimbulkan hasrat untuk bermain. Dengan kata lain warna ini juga mengandung makna optimis, semangat dan ceria.

Menggali dari sisi psikologi keberadaan warna kuning dapat merangsang aktivitas pikiran dan mental. Warna kuning sangat baik digunakan untuk membantu penalaran secara logis dan analitis sehingga individu penyuka warna kuning cenderung lebih bijaksana dan cerdas dari sisi akademis, mereka lebih kreatif dan pandai meciptakan ide yang original. Jadi wajar para endatu menabalkan dengan warna khas yang juga menjadi warna salah satu partai politik yang telah kesohor di nusantara ini.

Terlepas dari itu, Adee Ie Leubeue mempunyai Cara “seumajoh” kue khas dengan “tarekat” tersendiri. Di antara masyarakat dalam menikmati jajanan ini biasanya diiringi dengan pulut panggang yang di kenal dengan payeh teutot juga dijajakan berbarengan atau satu meja dengannya. Setidaknya rasa manis yang berlebihan itu akan sedikit berkurang jika diiringi dengan pulut panggang. 

Kuliner Ade Ie Leubeue yang masih dipasarkan secara tradisional namun masih kalah bersaing dengan "ade modern" seperti kuliner Meureudu baik Ade Kak Nah, Adek Kak Mutia dan lainnya. Kuliner Ade Kak Nah dan sejenisnya sudah lebih baik manajemennya dengan adanya pemasaran dan sudah label yang dilegalisasi.

Apapun ceritanya, anda yang belum merasakannya dan hanya mendengar saja masih dianggap “berbohong” tanpa mencicipi walaupun sepotong Adee Ie Leubeu plus peulot teuot serta disuguhi secangkir kopi tuweng boh manok. Pasti anda akan “teulom-lom” dan teringat seumur hidup, benarkah? Jawabannya singgahlah ke negeri “aulia” Teungku Chiek Di Pasi, Keude Ie Leubeue.

***Helmi Abu Bakar el-Langkawi, Penggiat Literasiguru Dayah Mudi Samalanga. (portalsatu.com)