Gus Yahya: Seniman Senior Australia Minta Perempuan Indonesia Tidak Tiru Feminisme Barat

 
Gus Yahya: Seniman Senior Australia Minta Perempuan Indonesia Tidak Tiru Feminisme Barat

LADUNI.ID, Jakarta - Seniman nyentrik asal Australia, Geoffrey merupakan blasteran Aborigin, belum lama ini datang ke Rembang untuk membongkar-bongkar segala jejak Ibu Kartini dengan bersemangat sekali.

Berbekal seperangkat kamera yang tidak terlalu canggih, ia membuat dokumentasi sesuai selera seninya sendiri.
“Saya ingin orang Barat belajar lagi dari Ibu Kartini”, katanya.

“Jangan sampai kaum perempuan Indonesia meniru-niru feminisme Barat. Karena feminisme Barat dewasa ini sudah rusak. Dulu merupakan gerakan emansipasi, sekarang menjadi luapan nafsu balas dendam terhadap kaum lelaki”. tambahnya

Geoffrey merupakan teman lama dari Kiai Yahya Cholil Staquf dan akrab dipanggil Lik Jupri , silaturahim ini bisa nyambung sampai sekarang ini berkat barokah Gus Dur.

" Saya suka menyebutnya sebagai “Lik Jupri," kata Gus Yahya.

Sekedar Informasi, Raden Ajeng Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879. Ayahnya bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat yang merupakan bupati Jepara saat itu. Sementara, ibunya bernama M.A. Ngasirah yang juga merupakan keturunan dari tokoh agama di Jepara yang disegani saat itu , Kyai Haji Madirono. Karena terlahir sebagai anak bupati, tentu hidup Kartini tercukupi secara materi. Ia bahkan berhasil menyelesaikan sekolah di ELS (Europese Lagere School).

Padahal pada masa itu, banyak anak-anak seusia Kartini yang tidak bisa bersekolah. Sayangnya setelah menikah dan melahirkan anak pertamanya, Kartini meninggal pada 17 September 1904 dalam usia 24 tahun.

Setelah Kartini meninggal, barulah pemikiran Kartini tentang perempuan di Indonesia mulai banyak menjadi pembicaraan. J.H. Abendanon yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda mulai mengumpulkan surat-surat yang pernah ditulis oleh R.A Kartini ketika ia aktif melakukan korespondensi dengan teman-temannya yang berada di Eropa. Akhirnya disusunlah buku yang awalnya berjudul 'Door Duisternis tot Licht' yang kemudian diterjemahkan dengan judul Dari Kegelapan Menuju Cahaya yang terbit pada tahun 1911.