Mengenang Latihan Para Laskar Hizbullah dari Keresidenan Besuki

 
Mengenang Latihan Para Laskar Hizbullah dari Keresidenan Besuki
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Salah satu bentuk ijtihad para santri pejuang adalah mendirikan Laskar Hizbullah. Melalui organisasi militer yang dibentuk pada zaman Jepang tersebut, sedikit banyak para santri mengenal tata militer modern. Seperti halnya penggunaan senjata ringan, pelatihan fisik dan mental, serta teori-teori militer dasar lainnya.

Militer Jepang dan para pengurus Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), bertindak sebagai pelatih para laskar tersebut. Pelatihan pertama dilaksanakan di Cibarusa, Bogor pada 28 Februari 1945. Latihan yang berlangsung hampir 3 bulan tersebut, diikuti oleh berbagai eksponen santri-pejuang dari Jawa dan Madura.

Setelah lulus dari pelatihan militer tersebut, laskar Hizbullah lulusan Cibarusa tersebut, memiliki tugas untuk melatih para laskar lainnya diberbagai daerah yang mulai tumbuh gairahnya. Mereka berduyun-duyun untuk menjadi laskar yang dalam bahasa Jepang diistilahkan dengan Kaiko Seinen Teishintai yang bermakna 'tentara Allah'.

Salah satu tindak lanjut pelatihan tersebut, adalah membuat program pelatihan baru, di antaranya bertempat di Keresidenan Besuki. Berdasarkan keputusan bersama antara militer Jepang di Besuki (Besuki Syu), Masyumi Besuki yang dipimpin oleh KH. Mursyid, Yogeki Shodancho Wahyudi dan pimpinan Hizbullah yang baru lulus dari Cibarusa, disepakati untuk melakukan pelatihan bagi bintara selama satu bulan penuh.

Dari rapat tersebut, juga diputuskan pelaksanaan pelatihan bertempat di Awu-Awu, yakni sebuah dusun di lereng Gunung Raung yang saat ini masuk wilayah administratif Desa Temuasri, Kecamatan Sempu. Pelatihan yang dibuka pada 20 Juni 1945 dan berakhir pada 21 Juli 1945 itu, diikuti oleh para bintara PETA dan Hizbullah dari seluruh Keresidenan Besuki yang meliputi Banyuwangi, Jember, Bondowoso dan Situbondo. Pelatihan tersebut, langsung dipimpin oleh Komando Militer Jepang (Butai) Mayor Fukai dan Mayor Kobayashi.

Sedangkan yang menduduki posisi penasehat adalah KH. Mursyid yang tak lain adalah pimpinan Masyumi di Besuki. Adapun kepala instruktur (taicho) langsung dipegang oleh Yogeki Shudancho Wahyudi. Dibantu oleh Komandan Korp Hizbullah Keresidenan Besuki Sulthan Fajar sebagai asisten instruktur dan 23 orang perwira Hizbullah lulusan Cibarusa sebagai Komandan Latihan Peleton (Sidokan).

Selain struktur organisasi kepelatihan sebagaimana diurai di atas, juga ditunjuk Panitia Penyelenggara. Dalam hal ini, anggota DPR era Jepang (Syu Sangikai) Nuruddin ditunjuk sebagai ketuanya.

Dari pelatihan tersebut, kelak menghasilkan para pejuang yang militan dan tangguh. Merekalah yang menjadi penghadang utama Agresi Militer Sekutu yang ingin merebut kembali kemerdekaan Republik Indonesia. Di bawah semboyan "is kariman aw mut syahidan" mereka bergerak. Hidup mulia atau mati syahid. []

*) Artikel ini merupakan konten dari Komunitas Pegon, yakni komunitas yang bergerak dalam meneliti, mendokumentasi dan mempublikasikan khazanah sejarah pesantren dan Nahdlatul Ulama berbasis di Banyuwangi
 


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 4 September 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
___________________

Editor: Kholaf Al Muntadar