Diskusi Buku Fikih Kebangsaan, Ratusan Santri Pondok An-Nuriyah Antusias

 
Diskusi Buku Fikih Kebangsaan, Ratusan Santri Pondok An-Nuriyah Antusias

LADUNI.ID, Surabaya - Sepanjang sejarahnya, Indonesia tidak pernah sepi dari tantangan. Karenanya, penguatan wawasan kebangsaan bagi generasi muda menjadi penting dilakukan. Seperti yang dilakukan pesantren ini dengan membedah buku Fikih Kebangsaan karya tim bahtsul masail Himasal (Himpunan Alumni Santri Lirboyo). 

Bedah buku ini diselenggarakan di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah (YPPP An-Nuriyah) Wonocolo Surabaya. Tiga ratus lebih peserta yang mayoritas mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya terlihat antusias mengikuti kegiatan yang berlangsung Jumat (7/9/2018) malam ini. 

Hadir sebagai pembicara adalah Ustadz Ahmad Muntaha AM sebagai salah seorang tim penyusun buku. Juga Maya Shovitri, alumnus Universitas Bremen, Jerman dan KH Agus Fahmi selaku Pengasuh An Nuriyah sebagai pembanding dalam diskusi. 

“Dalam konteks sekarang, pengaruh kondisi geopolitik dunia dan upaya mengimpor konflik Timur Tengah ke Indonesia menjadi tantangan yang tidak bisa diremehkan,” kata Ustadz Ahmad Muntaha. Ini bukan ilusi, karenanya penguatan wawasan kebangsaan harus terus dilakukan, lanjutnya. 

Alumni UINSA Surabaya ini juga menegaskan, di alam demokrasi, kritik dan oposisi terhadap pemerintah memang merupakan hal lumrah, namun demikian harus dilakukan dengan nilai akhlakul karimah. . “Imam Ahmad dulu juga pernah diprovokasi
D1 3131 lain, KH Agus Fahmi menyinggung pentingnya menjaga tradisi dan budaya khas Nusantara. “Bahkan banyak ritual agama yang sebenarnya berangkat dari budaya masyarakat,” katanya. 

Ia kemudian mencontohkan bagaimana kegiatan aqiqah di mana awalnya merupakan tradisi masyarakat jahiliyah yang kemudian dilestarikan menjadi ajaran agama. “Setelah sebelumnya diselaraskan dengan nilai-nilai Islam,” jelasnya. 

Kegiatan berlangsung seru, khususnya kala memasuki sesi tanya jawab. Sejumlah pertanyaan kritis disampaikan peserta pada acara yang dimedoratori Alaika Muhamma Bagus tersebut keturunan pengasuh pondok An-Nuriyah. 

Dan dihasut untuk melawan pemerintah, namun beliau tegas menolaknya,” jelas alumni Pesantren Lirboyo Kediri tersebut. 

Sementara Maya Shovitri membagikan pengalaman studi selama enam tahun di Jerman. “Meski lama hidup di negeri yang berbeda kultur, kecintaan terhadap tanah air tidak boleh luntur,” kata Kasubdir Admission dan Mobiliti/Direktorat Hubungan Internasional Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini. 

Dirinya juga menegaskan, bahwa Indonesia dengan segala kelebihan dan kekurangannya merupakan negeri terbaik dan terindah yang layak dibanggakan. 

Di sisi lain, KH Agus Fahmi menyinggung pentingnya menjaga tradisi dan budaya khas Nusantara. “Bahkan banyak ritual agama yang sebenarnya berangkat dari budaya masyarakat,” katanya. 

Ia kemudian mencontohkan bagaimana kegiatan aqiqah di mana awalnya merupakan tradisi masyarakat jahiliyah yang kemudian dilestarikan menjadi ajaran agama. “Setelah sebelumnya diselaraskan dengan nilai-nilai Islam,” jelasnya. 

Kegiatan berlangsung seru, khususnya kala memasuki sesi tanya jawab. Sejumlah pertanyaan kritis disampaikan peserta pada acara yang dimedoratori Alaika Muhammad Bagus tersebut.