Fiqh Kuburan #6: Menginjak Kuburan, Bolehkah?

 
Fiqh Kuburan #6: Menginjak Kuburan, Bolehkah?

 

LADUNI.ID I HUKUM- Salah satu perbuatan yang di anjurkan dalam Islam adalah menziarahi kuburan terlebih kita menziarahi kuburan sang orang tua, guru, alim ulama dan lainnya. Islam juga dalam menziarahi kuburan telah menggariskan adab dan tata kramanya.

Sebuah fenomena yang terjadi saat melajukan ziarah kubur di mana adanya perbuatan yang menjurus kepada tejadinya penginjakan kuburan, duduk diatas kuburan dan lainnya. Lantas perbuatan tersebut di larang dalam Islam karena telah menginjak kuburan orang lain?

Disebutkan dalam Kitab Fathun Muin dijelaskan makruh menginjak kuburan orang muslim, sekalipun kuburan orang yang mati dalam keadaan hina atau tercela (umpamanya meninggalkan salat atau pezina) sebelum mayatnya punah, kecuali karena darurat, umpamanya tidak dapat mengunur mayat ahlinya tanpa menginjak (kuburan tersebut). Keadaan darurat ini berlaku pula bagi yang bermaksud ziarah, sekalipun bukan ziarah ke kuburan kerabatnya (maka hukumnya tidak makruh).

Dalam pandangan Kitab Nihayatun Zain di larang untuk menginjak, bersandar diatas kuburan, kecuali memang adanya berbagai alasan dalam katagori hajat atau kepentungan seputaran prosesi dalam ziarah tersebut. Hal ini di ungkapkan dalam kitab tersebut dengan bunyinya:

"Dimakruhkan duduk, menginjak, berjalan dan bersandar atas kuburan orang yang di hormatkan kecuali karna hajat seperti kondisi kuburan yang di penuhi dengan penziarah dan kita tidak akan sampai ke kuburan yang kita tuju kecuali dengen berjalan di atas kuburan lain, maka tidak di makruhkan berjalan lebih lagi tidak makruh menginjak apabila pemakaman tersebut berdesakan. (Syekh Nawawi Al-Bantani, Kitab Nihayatun Zain: 179).