Misteri Sore dan Surat Al-Wāqi‘ah: Menyegerakan Kebaikan dalam Cahaya Tradisi Ulama

Laduni.id, Jakarta – Suasana khidmat menyelimuti langit-langit pesantren ketika khataman kitab Al-Muhadzdzab tengah berlangsung. Di antara lantunan doa dan pengajian yang khusyuk, sebuah kebiasaan sederhana namun sarat makna: Kiai Nurul Huda duduk tenang membaca surat Al-Wāqi‘ah sambil menanti kumandang azan Maghrib.
Pemandangan ini bukan hal yang asing di dunia pesantren, terutama di lingkungan pesantren-pesantren tradisional. Meski dalam berbagai riwayat hadis disebutkan bahwa membaca Al-Wāqi‘ah dianjurkan pada malam hari, para kiai di beberapa pesantren justru mulai membacanya sejak sore, tepatnya selepas Ashar hingga menjelang Maghrib. Mengapa demikian?
Fenomena ini seakan mengingatkan kita pada pembahasan klasik mengenai ta‘jīlul khair menyegerakan kebaikan. Sebagaimana dalam pembahasan fikih tentang waktu memotong kuku pada hari Jumat, mayoritas ulama menyatakan bahwa waktu terbaik adalah pada hari Jumat. Namun, berdasarkan penjelasan dalam Fatḥul Mu‘īn (hal. 208), anjuran tersebut juga bisa dilakukan sejak hari Kamis.
وَيُسَنُّ فِعْلُ ذٰلِكَ يَوْمَ الْخَمِيسِ أَوْ بُكْرَةَ الْجُمُعَة
Artinya: “Dan disunnahkan melakukannya pada hari Kamis atau Jumat pagi.”
Alasan mempercepat amal ini ditegaskan oleh sebuah riwayat dari
UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN
Support kami dengan berbelanja di sini:
Memuat Komentar ...