Pengakuan Ekonom Penghancur #10: Panama, Tragedi Negara Boneka

 
Pengakuan Ekonom Penghancur #10: Panama, Tragedi Negara Boneka

Tocumen International Airport, Panama, pada suatu malam di bulan April 1972 nampak dengan jelas potret laki-laki tampan dengan kening yang menonjol dan mata yang bersinar di papan iklan. Salah satu sisi topinya yang bertepi lebar dimiringkan dengan gagah, pahlawan Panama modern, Omar Torrijos.

Torrijos populer di antara rakyatnya adalah karena ia pembela yang gigih dari hak pemerintahan sendiri Panama dan klaimnya terhadap kedaulatan atas Terusan Panama. Ia bertekad bahwa negara itu di bawah kepemimpinannya akan menghindari bahaya sejarahnya yang tercela.

Pada tahun 1880an, Panama menjadi bagian Kolombia ketika insinyur Prancis Ferdinand de Lesseps, yang telah membangun Terusan Suez, memutuskan untuk membangun terusan melalui tanah genting Amerika Tengah untuk menghubungkan Samudra Atlantik dan Pasifik. Mulai tahun 1881, Prancis menjalankan upaya besar-besaran yang menemui berbagai bencana. Akhirnya, pada tahun 1889 proyek itu berakhir dengan bencana keuangan.

Kejadian itu telah mengilhami mimpi Theodore Roosevelt. Selama tahun-tahun pertama abad ke-20, Amerika Serikat menuntut agar Kolombia menandatangani suatu perjanjian yang mengalihkan tanah genting itu kepada sebuah konsorsium Amerika Utara. Kolombia menolak.

Pada tahun 1903, Presiden Roosevelt mengirimkan kapal perang Nashville untuk menginvasi Kolombia. Prajurit Amerika Serikat mendarat, menangkap dan membunuh komandan milisi lokal yang populer, dan mendeklarasikan Panama sebagai sebuah negara merdeka dari Kolombia. Sebuah pemerintah boneka dilantik dan Perjanjian Terusan yang pertama ditandatangani.

Perjanjian ini meliputi suatu zona Amerika pada kedua sisi terusan masa depan itu, mengesahkan intervensi militer Amerika Serikat, dan pada praktiknya memberikan Washington kendali atas negara "merdeka" yang baru dibentuk ini.


Yang menarik, perjanjian itu ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hay dan seorang insinyur Prancis, Philippe Bunau-Varilla, yang adalah anggota dari tim awal, tetapi perjanjian itu tidak ditandatangani oleh satu orang Panama pun. Pada dasarnya, Panama dipaksa keluar dari Kolombia dalam rangka melayani Amerika Serikat, di dalam suatu perjanjian yang dibuat oleh seorang Amerika dan seorang Perancis tanpa perwakilan Panama.

Selama lebih dari setengah abad, Panama diperintah oleh oligarki keluarga-keluarga kaya yang berhubungan erat dengan Washington. Mereka adalah diktator sayap kanan yang menghalalkan semua cara yang mereka anggap perlu untuk memastikan bahwa negara mereka mengutamakan kepentingan Amerika Serikat. Seperti yang dilakukan oleh kebanyakan diktator Amerika Latin yang bersekutu dengan Washington, para penguasa Panama menafsirkan kepentingan Amerika Serikat berarti memberantas setiap gerakan kerakyatan yang berbau sosialisme.

Mereka juga mendukung CIA dan NSA di dalam aktivitas antikomunis di seluruh belahan dunia itu, dan mereka membantu bisnis-bisnis besar Amerika seperti Standard Oil Rockefeller dan United Fruit Company (yang dibeli oleh George H.W Bush).

Pemerintahan “boneka” Panama tampaknya tidak merasa bahwa kepentingan Amerika Serikat diutamakan dengan meningkatkan taraf hidup orang yang hidup di dalam kemiskinan yang mengerikan atau yang pada praktiknya melayani sebagai budak perkebunan dan korporasi besar. Keluarga penguasa Panama dihadiahi dengan baik untuk dukungan mereka, kekuatan militer turut campur untuk kepentingan mereka sejak proklamasi kemerdekaan.

Akan tetapi, pada tahun 1968, kelangsungan sejarah Panama tiba-tiba berubah. Suatu kudeta menggulingkan Arnulfo Arias diktator terakhir pemerintah “boneka” Panama, dan Omar Torrijos muncul sebagai kepala negara, meskipun ia tidak secara aktif berpartisipasi di dalam kudeta.

Torrijos sangat dihormati oleh kelas menengah dan bawah Panama. Ia sendiri dibesarkan di pedalaman kota Santiago, tempat orangtuanya mengajar di sekolah. Kariernya melesat dengan cepat di National Guard, unit militer utama Panama dan sebuah institusi yang selama tahun 1960- an memperoleh dukungan yang makin meningkat dari penduduk miskin.

Reputasi Torrijos untuk mendengarkan orang yang tertindas sangat terkenal. Ia menelusuri jalan-jalan yang dipenuhi gubuk di kotanya, mengadakan pertemuan di daerah kumuh yang tidak berani dikunjungi oleh para politikus, membantu para pengangguran menemukan pekerjaan, dan sering mendermakan sumber daya keuangannya sendiri yang terbatas untuk keluarga-keluarga yang terserang penyakit atau tragedi.

Cintanya kepada kehidupan dan rasa kasihannya untuk rakyat bahkan melampaui batas negara Panama. Torrijos bertekad untuk menjadikan negaranya tempat perlindungan dan suaka kepada para pengungsi dari kedua sisi pagar politis, mulai dari para penentang sayap kiri Presiden Cile, Pinochet, hingga para gerilyawan sayap kanan anti-Castro. Banyak orang melihatnya sebagai agen perdamaian, suatu persepsi yang membuatnya mendapatkan pujian di seluruh belahan dunia.

Torrijos juga mengembangkan reputasi sebagai pemimpin yang berdedikasi untuk menjembatani perbedaan antara berbagai faksi yang mengoyak-ngoyak demikian banyak negara-negara Amerika Latin: Honduras, Guatemala, El Salvador, Nikaragua, Kuba, Kolombia, Peru, Argentina, Cile, dan Paraguay. Negaranya yang kecil dengan jumlah penduduk hanya dua juta orang merupakan model reformasi sosial dan inspirasi bagi para pemimpin dunia yang benigam, mulai dari para organisator buruh yang merencanakan pemecahan Uni Soviet hingga para militan Islam seperti Muammar Kadhafi dari Libia.

Torrijos memegang teguh kepercayaannya. Untuk pertama kali di dalam sejarah, Panama tidak menjadi boneka Washington atau pihak mana pun juga. Torrijos tidak pernah menyerah kepada godaan yang ditawarkan oleh Moskow atau Beijing, ia percaya kepada sosial dan kepada pemberian bantuan kepada mereka yang lahir di dalam kemiskinan, tetapi ia tidak mendukung komunisme. Tidak seperti Castro, Torrijos bertekad untuk memenangi kemerdekaan dari Amerika Serikat tanpa bersekutu dengan lawan-lawan Amerika Serikat.

Artikel di sebuah jurnal memuji Torrijos sebagai orang yang akan mengubah sejarah Amerika, membalikkan suatu kecenderungan jangka panjang terhadap dominasi Amerika Serikat. Pengarangnya mengutip Manifest Destiny, doktrin yang populer di antara banyak orang Amerika selama tahun 1840-an, bahwa penaklukan Amerika Utara adalah takdir Tuhan, bahwa Tuhanlah, bukan manusia, yang telah memerintahkan pemusnahan orang Indian, hutan, dan buffalo, pengeringan rawa dan pengalihan sungai, dan pengembangan suatu ekonomi yang pada eksploitasi buruh dan sumber daya alam yang terkelanjutan.

Doktrin Monroe, awalnya dicanangkan oleh Presiden James Monroe pada tahun 1823, digunakan untuk membawa Manifest Destinty satu tahap lebih lanjut, ketika tahun 1850-an dan 1860-an doktrin itu digunakan untuk menyatakan bahwa Amerika Serikat mempunya hak-hak khusus di seluruh belahan dunia, termasuk hak untuk menginvasi negara mana pun di Amerika Tengah atau Amerika Selatan yang menolak untuk mendukung kebijakan Amerika Serikat. Teddy Roosevelt menggembar-gemborkan Doktrin Monroe untuk membenarkan campur tangan Amerika Serikat di republik Dominika, di Venezuela, dan selama "pembebasan" Panama dari Kolombia.

Sederet presiden Amerika Serikat yang berikutnya- yang paling patut dicatat Taft, Wilson, dan Franklin Roosevelt - berpegang pada Doktrin Monroe untuk memperluas aktivitas Pan-American Washington sampai akhir Perang Dunia II. Akhirnya, selama paruh terakhir abad ke-20, Amerika Serikat menggunakan ancaman komunis untuk membenarkan perluasan konsep ini ke negara-negara di seluruh dunia, termasuk Vietnam dan Indonesia.

Sekarang, Torrijos sedang menghalangi jalan Washington untuk perluasan kekuasaan Pan American. Berbeda dengan beberapa pemimpin lainnya, seperti Castro dan Allende, Torrijos telah melakukannya di luar payung ideologi komunis dan tanpa mengklaim bahwa gerakannya adalah sebuah revolusi. Ia hanya mengatakan bahwa  Panama mempunyai hak-haknya sendiri, atas kedaulatan terhadap rakyatnya, tanahnya, dan sebuah terusan yang membelahnya menjadi dua, dan bahwa hak-hak ini sah dan sama ditakdirkan oleh Tuhan seperti apa yang dinikmati oleh Amerika Serikat.

Torrijos juga menentang School of the Americas dan pusat pelatihan perang tropis U.S. Southern Command, keduanya berlokasi di Zona Terusan. Selama bertahun-tahun angkatan bersenjata Amerika Serikat telah mengundang para diktator dan presiden Amerika Latin untuk mengirimkan putra-putra dan pemimpin militer mereka ke fasilitas yang terbesar dan terlengkap di luar Amerika Utara ini. Di sana, mereka mempelajari keterampilan interogasi dan operasi terselubung dan juga taktik militer yang akan mereka pergunakan untuk memerangi komunisme dan untuk melindungi aset mereka sendiri dan perusahaan minyak dan korporasi swasta yang lain. Mereka juga mempunyai kesempatan untuk menjalin hubungan yang erat dengan para petinggi militer Amerika Serikat.

Fasilitas-fasilitas ini dibenci oleh orang Amerika Latin - kecuali segelintir orang-orang kaya yang diuntungkan darinya. Mereka diketahui telah menyediakan pelatihan untuk pasukan berani mati sayap kanan dan para penyiksa yang telah mengubah begitu banyak negara menjadi rezim totaliter. Torrijos telah menegaskan bahwa ia tidak mau pusat-pusat pelatihan itu berlokasi di Panama- dan bahwa ia mempertimbangkan untuk memasukkan Zona Terusan ke dalam perbatasannya.

“Gagasan Omar adalah kebebasan, peluru tidak ditemukan untuk membunuh suatu gagasan!”, kampanye yang banyak menyebar di Panama pada tahun 1972an itu. Terasa sebagai tantangan vulgar terhadap usaha Amerika untuk menguasai terusan Panama.

John Perkins telah dikirim ke Panama untuk suatu perjanjian tentang apa yang akan menjadi rencana induk pengembangan negara Panama. Rencana ini akan menjadi pembenaran untuk investasi miliaran dolar Bank Dunia, Inter-American Development Bank, dan USAID ke dalam sektor energi, transportasi, dan pertanian negara yang kecil dan sangat penting ini. Tentu saja, itu adalah penipuan, cara untuk membuat Panama selamanya berutang dan karenanya mengembalikan statusnya menjadi negara boneka.


Sumber: Buku Confession of Economic Hitman, 2004