Wahdatul Wujud#5: Menelusuri Pemahaman Via Wahdatul Syuhud

 
Wahdatul Wujud#5: Menelusuri Pemahaman Via Wahdatul Syuhud

LADUNI.ID, TASAWUF- Para ulama daalam memahami tentang wahdatul wujud melahirkan pemahaman yang beragam baik yang sesuai dengan syariat atau yang kontradiksi, tergantung dari “haisiah” (persfektif) mereka yang menafsirkan sesuai dengan tingkat keilmuan masing-masing.

Apabila telesuri lebih lanjut dalam seluruh pandangan Al-Hallaj dan para sufi lainnya, mereka tidak memaknai Wahdatul Wujud dengan pemahaman kesatuan wujud antara hamba dengan sang Khaliq sebagaimana yang dituduhkan. Interpretasi Wahdatul Wujud dengan makna pantheisme hanyalah penafsiran keliru secara filosofis atas manhaj (konsep) Al-Hallaj, Ibnu Araby, Hamzah Fanshuri dan para sufi lainnya.

Seharusnya esensi Wahdatul Wujud itu para sufi dimaknai dengan Wahdatusy Syuhud (Kesatuan Penyaksian). Sebab yang manunggal itu adalah penyaksiannya, bukan Dzat-Nya dengan dzat makhluk. Ulasan  seperti diatas melahirkan dua natijah (konklusi) yang ziddain (bertolak belakang), salah dari satu sudut pandang dan benar dari perspektif lainnya.

Interpretasi mereka menolak wahdatul wujud merupakan sebuah kebenaran dengan makna hulul dan ittihad, indikasinya hulul dan ittihad adalah kesesatan yang nyata sebagai faham pantheisme.

Tetapi kesalahan mereka adalah dari sudut memvonis sesat seluruh golongan yang berpegang pada wahdatul-wujud. Padahal kaum sufi dan ahli tasawwuf yang membicarakan tentang Wahdatul-wujud, tidak memahaminya dengan konsep yang keliru yakni dengan makna hulul dan ittihad sebagai mana mereka pahami, namun mereka ahli sufi memandang dengan kaca mata wahdatul syuhud. Kelompok dengan berpegang pada ‘wahdatul-wujud” dengan makna hulul dan ittihad.

 Mereka lebih suka disebut sebagai sekte ahli hakikat, di Aceh lebih dikenal dengan “salik buta”, mereka mengadopsi dan ‘menjual’ penisbatan kelompoknya kepada sosok ulama yang telah sampai kepada mahqamat Arifbillah dengan martabat wushulnya  seperti di Aceh dengan tokohnya Syekh Hamzah fanshuri dengan faham wahdatul wujud hulul wa ittihad.

 

Helmi Abu Bakar El-Langkawi

Penggiat Literasi dan Sosial Agama serta Dewan Guru Dayah MUDI Masjid Raya Samalanga, Bireun