Jawab Mereka dengan Karya

 
Jawab Mereka dengan Karya

LADUNI.ID, JAKARTA -  berkomentar sinis atau berat untuk mengapresiasi sebuah prestasi. Ketidakmampuan menghasilkan karya yang sama menyebabkan orang mudah mendiskreditkan orang lain. Persis seperti kura-kura yang tidak bisa mengambil dan menikmati pisang yang masih menempel dibatangnya, namun ketika ia melihat seekor burung dengan santainya menikmati pisang itu akhirnya ia membuat kesimpulan, pisang pahit dan tidak enak. Ketidakmampuan meraih sesuatu dan kegagalan itu dilimpahkannya kepada orang lain.

Setiap manusia memiliki potensi dan bakat yang tumbuh-kembangnya tergantung pada lingkungan yang mengitarinya, lingkungan dalam arti luas, keluarga, teman bermain, apa yang ditontonnya, apa yang disaksikannya adalah lingkungan yang ikut membentuk karakter seorang manusia. Sebuah karya yang dihasilkan dari adanya perencanaan yang matang, perhitungan yang dewasa tentu didasari oleh adanya berbagai sumber pengetahuan, sumber bisa ilmu, sumber bisa apa yang dilihat dan didengar dan sumber juga dapat berasal hasil imajinasi dan pisau analisis kita yang tajam. Kesimpulannya, alam dan sekitarnya dapat menjadi sumber ilmu yang kemudian ia membentuk pola pikir dan cara kita mengambil sebuah keputusan.

Berapa banyak orang pintar dengan gagasan yang cemerlang, idenya yang brilian, dan itu mengagumkan siapapun tentunya, tapi apakah kita cukup hanya menggaungkan ide dan gagasan bahwa ia brilian dan cerdas? Bahwa karya berangkat dari sebuah ide, tentu, tapi jika yangada adalah kumpulan manusia yang ber-ide dan bergagasan tanpa action maka tidka akan banyak yang dapat dihasilkan dan diwariskan.

Tulisan ini mengajak kita untuk tidak sekedar menjadi generasi wacana. Generasi yang diidentikkan dengan NATO (No Action Talk Only), generasi yang pandai bicara dan banyak bicara. Negeri ini membutuhkan kesimbangan konsep dan kerja, kerja tanpa konsep tidak akan terarah, konsep tanpa kerja ibarat lembaran surat cinta yang membumbung ke langit.

Jawablah dengan karya, satu karya menjadi bukti fisik dan meneguhkan identitas anda dan ia lebih nyata dari pada 100 konsep. Sebagai contoh sederhana, ketika anda sedang menulis di atas meja, kemudian pulpen anda terjatuh, dalam kondisi demikian,  berbagai pendapat anda bermunculan dengan mengatakan, “saya akan mengambil pulpen itu,” Atau mungkin anda berkata, “saya akan berusaha mengambil pulpen itu,” atau “saya ingin sekali mengambil pulpen itu,” bisa juga dengan kalimat ini, “saya berjanji akan mengambil pulpen itu,” atau bahkan anda berujar, “saya berhasrat sekali mengambil pulpen itu,” tiba-tiba, ada seseorang yang lewat di depan anda dan segera mengambil pulpen itu dan kemudian menyerahkannya ke anda, maka berbagai ucapan anda di atas akan hilang tanpa makna bagai hembusan angin karena telah dikalahkan oleh seseorang yang langsung action mengambilkan pulpen anda.

Mario Teguh dengan Golden Ways-nya pernah mengatakan, keinginanmu untuk menyegerakan sesuatu dikalahkan oleh keinginanmu untuk menundanya. “Nanti saja saya mengambil pulpennya”, atau “sebentar lagi akan saya ambil pulpen itu”, itu adalah beberapa kalimat yang “nikmatnya” menunda sesuatu, ada seseorang yang tanpa pikir panjang lagi langsung melakukan action dan mengeksekusinya. Ketiak itu terjadi, anda akan menjadi penonton, meskipun itu ide anda.   

“Saya akan menulis sebuah opini”, atau “jika ada waktu nanti saya akan menulis artikel”, atau bahkan “saya berjanji akan menerbitkan buku,” jika itu sebatas ide dan wacana maka tidak akan mengundang ketertarikan orang pada anda, mengapa? Karena siapapun berhak untuk cita-cita dan mimpi, lebih dari itupun boleh. Tapi ada satu orang termotivasi untuk menulis artikel, diambilnya kertas, dituliskannya hasil bacaan dan pengamatannya untuk komentar atas fenomena yang terjadi, hingga kemudian selesai dengan 750 kata, pada posisi inilah ia sebagai winner, pemenang, ketika semua masih pada wacana ia sudah menghasilkan sebuah karya. 

Dalam konsep Islam, inilah makna yang dapat ditangkap dari QS. al-Ashr yang menyatakan bahwa semua manusia berada dalam kerugian, tapi ada manusia yang tidak masuk dalam kategori merugi yakni mereka yang beriman dan beramal saleh. Iman sebagai keyakinan yang tertancap dalam hati namun ia harus diwujudkan dalam bentuk nyata yakni berbuat baik, bermanfaat untuk dirinya dan lingkungan sekitarnya.

Siapapun dapat mengatakan aku beriman, tetapi sesungguhnya iman yang benar adalah yang selaras dengan wujud perbuatan dan tindak tanduknya. Adanya perbuatan  menandakan kita telah berkarya. Dan karya itu yang membuat kita berbeda dan punya nilai plus dari lainnya. Tuhan tidak menyia-nyiakan karya makhluknya. Firman-Nya, ““(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (QS. Luqman: 16). Oleh karena itu, jawablah dengan karya. Semoga**

__________________________

Oleh: Sholihin HZ
Anggota PW ISNU Kalbar